Metta memberanikan diri untuk mengetes hasilnya. Apapun yang terjadi, bagaimanapun nantinya, ia harus siap menerimanya. Mau tidak mau, suka atau tidak, itu sudah menjadi ketentuan dalam hidupnya. Terkadang Metta berpikir kalau ini semua memang kesalahannya, bukan salah Fauzan ataupun orang yang telah menjebaknya.
Qila sudah pulang sejak satu jam yang lalu. Gadis itu pulang sendiri karena Metta pun tak bisa dan tak sanggup untuk mengantarnya. Selain badannya yang kurang sehat, Metta juga tidak punya pasilitas untuk mengantarkan Qila pulang. Kalau Metta ikut mengantarkan Qila naik angkot, itu akan sama saja bohong.
Metta sudah mencoba alat itu. Dan sekarang, yang Metta lakukan hanyalah memejamkan mata dengan perasaan yang takut dan gelisah, keringatnya mulai bercucuran, kakinya pun bergetar karena merasa takut dengan hasilnya nanti.
Metta memberanikan diri untuk membuka matanya. Perlahan ia buka kelopak matanya, sedikit demi sedikit ia mulai melihat hasilnya. Dan ... Deg ....
---------------------------
Fauzan mengambil kunci motornya yang tergeletak di nakas yang ada di samping kasur kamarnya. Sore ini ia akan kumpul bersama teman-temannya dan anggota Zayeoune yang lainnya. Rencananya mereka akan kumpul di tempat biasa, rumah kecil yang sudah menjadi basecamp Zayeoune sejak satu tahun yang lalu.
Fauzan mulai melangkah keluar kamar, kemudian menuruni tangga. Ia melihat wanita yang kerap sekali sok akrab dengannya itu tengah membaca koran, dengan Keano--anak dari wanita itu, tengah fokus dengan laptop yang ada di depannya.
Fauzan melewati dua orang itu begitu saja, tanpa ada salam atau kata-kata pamit sekalipun.
"Kamu mau kemana nak?" ujar Rima.
Fauzan tidak menjawabnya. Laki-laki yang mengenakan kaus berlogo puma itu melenggang pergi begitu saja. Hal itu tentu saja semakin membuat hati Rima terluka.
Sampai kapan?
"Dia emang gak bakal ada berubahnya, mah," ucap Keano. Anak rajin itu merupakan anak pertama Rima dengan suami pertamanya.
Rima paham betul bagaimana sikap Fauzan terhadapnya dan juga Keano, bahkan anak tiri yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri itu kerap sekali ribut dengan ayahnya.
Rima tersenyum. Wanita itu mengelus pucuk kepala Keano yang sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. "Kamu harus baik ya sama abang, meskipun dia belum bisa nerima kita. Tapi mama yakin, suatu saat abang pasti baik juga sama kita."
Abang. Panggilan khusus dari Keano untuk Fauzan. Sebenarnya panggilan itu atas perintah dari Rima, dan Keano pun bersedia untuk menurutinya.
-----------------
Saat ini Fauzan berikut dengan anggota Zayeoune yang lainnya sudah berada di rumah kecil sederhana yang sudah lama mereka jadikan tempat tongkrongan. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari rumah kecil ini, hanya saja tempatnya yang cukup strategis, jauh dari keramaian.
"Bos, lo gak nyari cewek lagi?"
Fauzan berdecak kesal mendengarnya. Bukan dirinya tidak mau mencari perempuan lain, bukan juga dirinya yang terjebak dalam situasi gagal move on. Tetapi ini semua menyangkut kegundahan dalam hatinya.
Sudah ada tiga wanita yang ia cintai, Bundanya, Laura, dan juga Bianca. Wanita pertama yang sudah pasti ia cintai itu kini sudah tiada, sudah tidak dapat dirasakan lagi kasih sayang dari wanita itu.
Sedangkan Laura? Fauzan tidak bisa menyimpulkan perasaannya sendiri. Entah ... Laki-laki itu merasa beda dengan Laura, setiap kali ia berkesempatan bertemu dengan gadis itu dalam ruang dan waktu yang sama, Fauzan selalu merasakan rasa yang bahkan ia mencoba untuk menentangnya. Suka? Ya, Fauzan lebih menganggapnya seperti itu. Tidak ada rasa cinta meski rasa nyaman sudah menyelimuti, tidak ada rasa ingin memiliki karena pada kenyataannya Fauzan harus cukup sadar diri.
Laura. Gadis yang ia kenal itu sangat lemah, tidak suka banyak bicara, gadis itu lebih suka tampil apa adanya. Sempat menaruh harapan namun Fauzan sudah harus kalah dengan kenyataan. Laura, gadis yang ia harapkan itu adalah kekasih temannya sendiri. Arka Gian Jackson.
Sudah sekuat tenaga dan usaha yang Fauzan lakukan supaya ia terhindar dari keributan yang melibatkan perasaan. Namun, keributan itu tidak bisa terhindarkan karena kesalahpahaman. Arka, laki-laki yang sudah menjadi temannya sejak dulu itu salah paham dengan apa yang dilihatnya. Padahal, waktu itu, Fauzan tidak ada niat sama sekali untuk merusak kebahagiaan keduanya, antara Arka dan Laura.
Semuanya terjadi begitu saja. Arka meninggalkan Laura, hal itu berdampak pada perubahan Laura yang sama sekali tak terduga. Fauzan, laki-laki itu mulai menjauh, lebih memilih berjalan masing-masing. Dan sampai sekarang ... Masalah itu tidak kunjung mendapatkan penyelesaian. Entah dirinya yang terlalu pengecut untuk sekedar menjelaskan, ataupun Arka yang terlalu ragu dengan kepercayaan. Sedangkan disisi lain, Fauzan merasa tidak tega dengan Laura yang ditinggalkan begitu saja, dan disaat itu juga Fauzan merasa bahwa ia tidak perlu menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Pacar ataupun pertemanan, keduanya sama-sama akan hancur jika kepercayaannya saja diragukan.
Lalu bagaimana dengan Bianca?
Entah, gadis itu hanyalah gadis yang tidak sengaja ia temui dalam keadaan sangat butuh pertolongan. Gadis itu seperti kehilangan tujuan hidup, gadis itu mulai dekat dengan keputusasaan. Fauzan membantunya, ia bangkitkan lagi semangat hidup yang mulai pudar dari Bianca. Meski saat itu Fauzan dalam keadaan hancur sehancur-hancurnya.
Fauzan sempat menaruh hati kepada Bianca. Gadis itu, gadis cantik dan juga penyayang mampu membuat Fauzan lupa dengan semua masalah hidupnya. Seiring berjalannya waktu, mereka selalu bersama dan akhirnya mereka menegaskan hubungan mereka dengan kata pacaran.
Tetapi, hubungan itu tidak berlangsung lama. Bianca memutuskannya secara sepihak, entah karena apa. Yang Fauzan tahu, Bianca berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Gadis itu jadi keras kepala, semaunya, tidak bisa di atur, sampai gadis itu menjadi gadis yang tidak di kenal sama sekali oleh Fauzan.
Fauzan mencoba bertanya apa alasannya, tetapi Bianca selalu menutupinya. Entah ... Bianca hanya bicara mengenai penyakit ibunya dan gadis itu juga berterus terang tentang dendamnya kepada gadis yang bernama Larisa.
Sampai sekarang, Fauzan masih belum bisa memastikan perasaannya. Kalau untuk Laura, Fauzan bisa memastikan kalau itu hanya sekadar rasa suka saja. Tetapi tidak untuk Bianca, laki-laki itu masih menyimpan perasaannya. Mungkin, Fauzan pun tidak tahu antara bedanya cinta dan rasa iba.
"Si bos, kok malah bengong? Lo masih belum move on, ya?"
Fauzan kembali menghela nafas gusar. Ia sudah lupa dengan cinta karena laki-laki itu sedang berada dalam masalah yang sangat luar biasa menguras isi pikirannya.
"Gue gak mikirin cinta dulu, buat sekarang."
Bonek bersorak ria mendengar perkataan dari Bosnya itu, "yey ... Mau jadi pasukan ijo tomat kan bos?" ujarnya.
Fauzan melempar kulit kacang yang sudah tidak ada isinya ke kepala Bonek, "iya. Tapi lo sama gue levelnya beda."
Bonek mengernyit heran, "lah, apa bedanya bos? Kan kita sama-sama jomblo," ucapnya.
"Gue jomblo karena capek pacaran, sedangkan lo jomblo karena apa? Karena gak bisa pacaran kan?"
Sontak saja semua penghuni rumah kecil yang sering di sebut markas itu tertawa menertawakan Bonek.
"Untung ganteng, kalo enggak, udah abis lu Bos sama gue," cibit Bonek. Berbagai ujaran candaan sudah ia terima, dari bully, menghina, bahkan body shaming pun sudah pernah. Tetapi itu semua sudah di anggap biasa saja olehnya.
"Yakin berani?" tanya Fauzan.
"Enggak, hehe."
To be continue..
------------------------------Kesan pertama baca cerita ini?
Apa yang kalian simpulkan dari 5 part di atas?
Mau lanjut atau enggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
Teen FictionMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...