Setelah pulang sekolah, Fauzan segera berjalan menuju parkiran bersama keenam temannya. Hari ini Fauzan akan membawa Metta kehadapan orang tuanya, memberitahu masalahnya kemudian meminta izin untuk menikah dengan Metta. Rumit, tetapi simpel jika Fauzan bisa mengendalikannya.
"Bos, hari ini jadwal ngumpul, kan?"
Fauzan mengangguk. "Iya, tapi gue gak bisa."
Bonek dan kelima teman Fauzan yang lainnya menatap serius ke arah Fauzan. Bosnya sudah beda, akhir-akhir ini dia sering tidak ikut kumpul bersama teman-temannya.
"Sibuk bener, Bos, sampe gak bisa ikut kumpul segala," ucap Kido.
Menghela napas, Fauzan memang mengakui kalau akhir-akhir ini ia sibuk dengan masalahnya sendiri, tetapi mau bagaimana lagi? Masalahnya harus segera di selesaikan supaya semuanya bisa berjalan seperti biasa, hanya statusnya yang mungkin akan berbeda. Menyandang gelar suami tentu bukanlah keinginan Fauzan untuk sekarang ini, namun bagaimanapun alasannya, itulah jalan satu-satunya dan Fauzan harus menerima itu semua.
"Ada urusan yang bener-bener harus gue selesain secepatnya, gue usahain buat kumpul bareng lagi. Bilangin ke anak-anak, sorry."
Setelahnya Fauzan menaiki motornya, memasangkan helm di kepalanya kemudian berlalu begitu saja meninggalkan teman-temannya. Beribu kata maaf dan penyesalan begitu memenuhi isi kepalanya, sungguh, ini bukanlah kemauan Fauzan. Meninggalkan tanggung jawab bukan salah satu prinsipnya, tetapi pada kenyataannya memang itulah yang harus Fauzan lakukan. Rumit.
Setelah menempuh perjalanan, akhirnya Fauzan sampai juga di rumah Metta. Cowok dengan baju seragam yang dikeluarkan itu turun dari motornya kemudian berjalan menghampiri rumah Metta.
Menghela napas, dengan masih ragu Fauzan mengetuk pintu itu secara pelan. Sudah beberapa kali ketukan namun tidak ada tanda-tanda orang akan keluar. Fauzan berdecak, merasa bodoh karena kemarin lupa meminta nomor ponsel cewek itu. Akhirnya, Fauzan memilih untuk duduk di kursi kayu yang ada di sana, ia akan menunggu diluar saja, sampai cewek itu keluar.
Sepuluh menit, Metta masih belum keluar juga. Fauzan merasa heran, apakah cewek itu lupa dengan janjinya? Bukannya kemarin ia sudah mengatakan kalau pulang sekolah ia akan langsung menjemputnya disini? Berdecak kesal, Fauzan mencoba mengetuk pintunya kembali.
Dua ketukan, namun masih tetap sama, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Fauzan mendengus, cowok itu memastikan kalau ketukan kali ini masih tetap sama, maka ia akan memutuskan untuk pulang ke rumah saja dan membatalkan semuanya. Jangan salahkan Fauzan, salahkan saja Metta yang lupa dengan janjinya sendiri.
Percayalah, menunggu itu tidak enak! Apalagi yang menunggu adalah sosok seperti Fauzan yang notabenenya lelaki arogan yang selalu tidak mau berurusan dengan kata 'menunggu'.
Fauzan mengangkat lengannya, mencoba mengetuk kembali pintu rumah itu. Masih sama seperti tadi, tidak ada jawaban. Fauzan mendengus keras kemudian berbalik untuk segera berjalan menuju motornya. Lihat saja, cewek itu akan menyesal karena telah membuatnya kesal seperti itu.
Fauzan kembali berbalik ketika mendengar suara pintu terbuka, mengernyit namun setelahnya cowok itu menatap tajam kepada seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu dengan keadaan yang bisa dibilang acak-acakan, ia berasumsi kalau cewek yang telah membuatnya menunggu itu baru bangun dari tidurnya.
"Ya ampun, kamu udah dari tadi? Maaf ya, aku ketiduran." Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, Metta berujar kepada Fauzan tanpa memikirkan bagaimana penampilannya sekarang.
Fauzan kembali mendekat dengan tatapan penuh kesal. "Gue nunggu udah hampir setengah jam, tau gak?!"
Metta mengernyit kala suara Fauzan meninggi, kenapa laki-laki itu seperti marah kepadanya? Apa salahnya? Ketiduran bukan hal yang disengaja, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
Teen FictionMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...