14 - Benarkah?

86.6K 6.9K 245
                                    

Mata Fauzan menyipit kala melihat siapa orang yang baru saja keluar dari rumah sederhana yang sudah sepuluh menit ia pandang dari kejauhan itu. Metta, cewek itu baru saja keluar dari rumahnya. Ternyata benar kata Risa kalau Metta hanya tinggal di rumah kecil sederhana.

Dengan masih penuh keraguan, Fauzan mulai mendekati Metta yang sedang sibuk mengunci pintu rumahnya itu.

Fauzan sudah sampai dibelakang Metta, namun sepertinya cewek itu belum menyadari kedatangannya. Biarkan saja, Fauzan mau melihat bagaimana ekspresi cewek itu nanti.

Metta sudah berbalik dan langsung berhadapan dengannya. Bisa Fauzan lihat ekspresi keterkejutan dari cewek itu. Kernyitan di dahinya, serta gelengan kepala yang terus saja dilakukan oleh Metta. Fauzan mengerti kalau tindakan perempuan itu adalah dampak dari keterkejutan akan kedatangannya.

Fauzan tidak mau berlama-lama lagi, semakin cepat ia mengatakannya maka semakin cepat selesai juga permasalahannya.

Fauzan menatap mata Metta lekat-lekat, dengan bermodalkan keberanian akhirnya Fauzan mau mulai berbicara juga. "Gue mau ngomong."

Tidak ada jawaban. Cewek yang berdiri dihadapannya itu masih setia memandanginya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan.

"Lo gak tuli, kan?"

Metta menggelengkan kepalanya. Sadar! Metta tidak boleh kembali lemah hanya karena melihat kedatangan Fauzan. Tidak, jangan sampai Metta mengeluarkan air mata lagi.

"Kamu, mau ngapain?"

Fauzan menghela napas. Oke, mungkin tidak enak jika harus mengobrol dengan keadaan berdiri seperti ini. "Gue, boleh masuk?"

Metta mengernyit heran, kenapa Fauzan mau masuk kedalam rumahnya? Atau ... jangan-jangan laki-laki itu mau berniat jahat kepadanya? Metta menggelengkan kepalanya, menepis pikiran itu jauh-jauh. Tetapi, tidak ada salahnya jika Metta memang harus berjaga-jaga, bukan?

"Gak boleh. Aku mau pergi."

"Sebentar doang."

"Tetep gak mau. Kamu ngapain kesini? Mau ngatain aku lagi?" Entah, Metta tidak sadar jika sekarang ia sudah seberani itu dengan Fauzan.

Fauzan menghela napas pelan. Seburuk itukah dirinya sampai-sampai Metta bisa berpikiran seperti itu? Fauzan mungkin lupa kalau dirinya pernah mengucapkan perkataan yang bahkan tidak akan bisa dimaafkan oleh perempuan manapun. Termasuk Metta.

"Enggak. Gue cuma mau ngomong bentar."

Metta mendengus. Tidak, ia tidak boleh terpengaruh dengan cara bicara Fauzan yang sedikit beda dari biasanya. Metta sudah bersiap untuk melangkah dan meninggalkan cowok itu. Ya, setidaknya Metta harus jual mahal sekarang.

"Enggak. Aku ada urusan. Kita, kan, gak kenal." Metta melangkah meninggalkan Fauzan, biarkan saja, laki-laki itu harus tau bagaimana rasanya diacuhkan.

Metta berbalik ketika lengannya dicekal oleh Fauzan. Sebenarnya cowok itu maunya apa, sih? Padahal Metta sudah berusaha untuk melupakan dan mengikhlaskan, tetapi Fauzan malah datang dan bertindak seperti sekarang.

Dasar manusia aneh. Pikir Metta.

"Apa, sih?"

Fauzan mendengus keras. Bisa-bisanya cewek itu bertindak seolah dia yang membutuhkannya? Meskipun itu memang benar, tetapi tetap saja, Fauzan tidak suka itu.

"Gue mau ngomong bentar, kenapa sulit banget, sih?!"

"Aku gak ada waktu."

"Mau kemana, sih, lo? Jual mahal banget."

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang