Mettani Amalia
Suasana kelas pada saat jam istirahat memang sangat luar biasa. Meskipun sebagian besar penghuninya ada di kantin, tetapi tetap saja ada yang mengisi waktu istirahatnya hanya berdiam-Ralat, maksudnya memilih untuk hanya di kelas saja.
Dari sekian orang yang memilih untuk di kelas saja, ada sebagian dari sekian orang itu memilih untuk memanfaatkan waktunya dengan tidur, baca buku pelajaran ataupun buku lain, mengerjakan tugas yang seharusnya di kerjakan di rumah, ada juga yang sibuk dengan ponselnya dan masih banyak lagi. Bahkan ada juga yang sibuk membicarakan tren kekinian meliputi aplikasi instagram dengan temannya sendiri, meskipun teman yang tengah di ajak bicaranya itu tidak merespon sedari tadi.
"Lo tau gak? Sekarang banyak banget yang jadi artis di instagram. Kok mereka gampang banget ya cari followersnya, gue aja dari dulu sampe sekarang followersnya masih segitu-gitu aja, paling mentok ada yang follow itu satu minggu sekali, itu pun cuma satu follower doang."
Meski tak kunjung mendapat balasan dari lawan bicaranya, gadis yang berambisi jadi selebgram itu masih tetap saja berbicara dengan topik yang hanya itu-itu saja.
Gadis itu menghela napas kasar ketika lawan bicaranya tak kunjung merespon juga.
"Lo tuh kenapa sih, Met? Perasaan akhir-akhir ini tampang lo murung gitu. Ada masalah? Cerita dong ke gue."
Sepertinya kesabarannya untuk membujuk sudah tidak ada lagi. Sudah berhari-hari ia menanyakan apa yang ia tanyakan tadi, tetapi hasilnya tidak ada. Gadis yang ada di sampingnya itu tetap tidak mau cerita.
"Gue gak papa. Gue cuma bosen aja dengerin cerita lo yang isinya cuma tentang selebgram semua. Jadi selebgram itu gak enak, percaya sama gue."
Akhirnya, gadis yang sedari tadi menelungkup kan kepala di lipatan tangannya yang ada di atas meja itu angkat bicara juga.
"Ya ampun Metta! Gue juga bosen denger omongan lo yang setiap kali gue tanya lo cuma jawab gak papa doang," kesal gadis tadi, "lo gak tau aja enaknya jadi selebgram."
Metta. Ya, lebih lengkapnya Mettani Amalia. Gadis yang selalu bersembunyi dari keramaian itu kembali menghela napasnya, capek dengan sahabatnya yang terlalu terobsesi dengan aplikasi yang selalu tenar dari tahun ke tahunnya itu.
"Ya kan gue beneran gak papa. Qila, dengerin gue. Lo mau jadi selebgram? Beli aja followersnya, gampang, kan?" ucapnya.
Qila--teman sebangku sekaligus sahabatnya Metta. Gadis itu memutar bola matanya malas. "Terserah ya Met, pokoknya kalo ada apa-apa lo kudu harus wajib cerita sama gue. Ya beda lah kampret, kalo gue beli follower itu tandanya gue miskin follower, kesannya gue kayak tergila-gila banget dong pengen jadi selebgram sampe harus keluarin uang buat beli follower. Lagian, kalo kita beli follower itu akunnya fake semua. Kan gue mau nya yang real, gak ada yang palsu."
Dasar gak nyadar diri!
"Iya, terserah lo aja," jawab Metta singkat.
"Kok terserah sih? Emang dasarnya lo tuh gak ngedukung banget kalo gue jadi selebgram. Kenapa? Lo takut kalah saing sama gue?"
Metta memutar bola matanya malas, rasanya kalau Qila sudah seperti itu ingin sekali ia membuangnya jauh-jauh. Bukan hanya menyebalkan, tetapi gadis itu juga selalu membuatnya tidak tahan.
"Iya, terserah. Gue pusing mikirinnya," balasnya lesu.
Hari ini ia sudah sangat pusing dengan pelajaran tadi, ditambah lagi dengan pusing yang di sebabkan oleh Qila. Lengkap sudah penderitaan kepalanya, ditambah lagi keadaan tubuhnya yang akhir-akhir ini terasa berbeda.
Qila tersentak mendengar perkataan Metta barusan, tanpa ba-bi-bu lagi gadis itu langsung saja menempelkan punggung tangannya di kening Metta. Setelah itu Qila mengangguk kecil. "Lo pusing? Pantes aja. Badan lo panas," ucapnya pelan.
Metta lagi-lagi menarik napasnya dalam-dalam, kemudian mengembuskan nya dengan kasar. "Oke, iya. Gue emang pusing. Gue mau ke kamar mandi dulu," ucapnya pasrah. Pasrah dengan Qila yang setiap harinya selalu begitu, tanpa berubah sedikitpun. Kecuali dalam waktu tertentu saja.
"Aneh ya, mana ada orang pusing larinya ke toilet? Yang ada tuh ke UKS."
"Terserah lo aja."
"Lo mau bolos ya?" tanya Qila mengintimidasi.
"Kalo lo tau kenapa harus nanya?" ucap Metta kesal.
"Ya udah, gue bakal tutup mulut kok. Asal ada syaratnya," balas Qila. Gadis itu tidak akan melewatkan kesempatan untuk di jadikan keuntungan.
Metta memutar bola matanya malas, ia sudah tahu apa yang Qila maksud. "Ambil sana, terserah lo mau ngapain. Asal jangan lo obrak-abrik aja tuh HP gue."
Tanpa menunggu balasan dari Qila, Metta langsung saja berlalu untuk pergi ke kamar mandi.
Qila memang selalu begitu. Selalu memanfaatkan keadaan untuk apapun yang ia anggap menguntungkan. Contohnya seperti sekarang, gadis itu selalu minta imbalan kalau melakukan sesuatu. Kalau bukan hotspot Wi-Fi ya mau apalagi.
Metta mengambil jalur kanan untuk ia lewati. Artinya gadis berwajah bulat itu tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk menuju toilet, karena jalur yang ia ambil ini cukup dekat. Tetapi, ada tapinya. Jalur yang ia lewati itu ada konsekuensinya. Konsekuensinya adalah ia harus melewati kelas yang paling ia tidak suka dengan salah satu penghuninya. Tidak, yang benar adalah ia yang sangat menyukai salah satu penghuni kelas itu.
Metta masih melangkahkan kakinya. Ketika hampir melewati kelas yang ia maksud, tiba-tiba napasnya tercekat, rasanya bercabang terbagi menjadi rasa sedih, suka, senang, takut, malu, dan ... Masih banyak lagi.
Metta menggelengkan kepalanya cepat, "T-tidak.."
Swipe up to next story..
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
Teen FictionMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...