Metta menarik napasnya panjang kemudian mengembuskan nya secara perlahan. Cewek itu gugup? Tentu saja. Tidak ada yang tidak gugup ketika akan bertemu calon mertua, apalagi mengingat niat kedatangannya itu apa. Metta benar-benar merasa gugup sekaligus takut sekarang.
"Masuk."
Metta mengangguk kemudian mengikuti Fauzan yang mulai melangkah memasuki rumahnya. Rumah besar dengan design yang sangat menakjubkan. Rumah ini tidak beda jauh dengan rumahnya yang dulu.
"Duduk. Gue panggil bonyok dulu."
Menghela napas, Metta akhirnya mengangguk dan menuruti perkataan Fauzan. Dengan masih ragu, cewek itu mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana.
Sekitar sepuluh menit Metta menunggu, akhirnya Fauzan kembali juga. Kali ini tidak sendiri, melainkan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Metta bisa memastikan kalau wanita yang ada dibelakang cowok itu adalah mamanya sendiri.
Metta beranjak ketika wanita bersama Fauzan tadi sudah berada dihadapannya. Tersenyum kikuk, itulah yang Metta lakukan sekarang. Entahlah, cewek itu bingung harus melakukan apa.
Metta terhenyak begitu saja ketika wanita itu tiba-tiba memeluknya. Ada apa ini? Apakah mamanya Fauzan sudah tahu maksud dari kedatangannya?
Metta bingung, apakah cewek itu harus membalas pelukannya atau tidak. Terlebih lagi ketika ia meminta pendapat dengan cara menatap Fauzan, cowok itu hanya mengangkat bahunya saja.
Siapapun, tolong bantu Metta sekarang.
Pelukan itu terlepas. Lagi-lagi Metta dikejutkan dengan keadaan wajah wanita tadi yang memerah. Tunggu, apakah wanita itu ... menangis? Kalau iya, kenapa? Metta benar-benar bingung sekarang.
"T-tante kenapa?"
Metta memberanikan diri untuk bicara. Bukan, bukan karena rasa gugupnya sudah hilang, hanya saja cewek itu merasa bersalah karena tiba-tiba wanita itu menangis setelah memeluknya. Dan Metta berpikir kalau itu kesalahannya.
Metta menatap Fauzan yang juga tengah menatapnya. Hey? Kenapa cowok itu diam saja?
Metta kembali beralih menatap mamanya Fauzan. Rasa bersalah semakin menggerogoti dirinya ketika wanita itu semakin terisak.
"T-tante kenapa nangis?" Lagi, Metta kembali memberanikan dirinya untuk berbicara.
Rima---mama tiri Fauzan---menghapus air mata dengan tangannya sendiri. Wanita itu menatap Metta dengan senyum kecil yang terbit dari bibirnya. "Enggak apa-apa, tante cuma sedih aja."
Metta semakin dibuat bingung, apa yang sebenarnya terjadi?
Fauzan duduk. Tepat setelahnya Rima yang juga menuntun Metta untuk ikut duduk bersamanya. "Kamu ... Metta, kan?"
Metta mengerutkan keningnya heran. "I-iya, Tan. Tante udah tau nama saya?"
Rima menganggukkan kepalanya. "Fauzan yang kasih tau."
Sekarang Metta mengerti. Mama Fauzan sudah tahu namanya, itu artinya dia juga tahu dengan masalah yang sebenarnya.
"Oh iya, kamu mau minum apa?" tanya Rima seraya menatap Metta.
Metta menggeleng pelan. "Enggak usah, Tan."
"Panggil Mama aja," ucap Rima seraya tersenyum tipis.
"Iya, bentar lagi kan mau jadi mantunya."
Rima maupun Metta, keduanya sama-sama menoleh menatap Fauzan ketika mendengar perkataan cowok itu barusan.
Rima kembali menatap Metta. "Iya, bener kata Abang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
Fiksi RemajaMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...