Metta menghela napasnya kasar. Ia bingung harus mulai cerita dari mana.
Setelah pulang sekolah tadi, Metta dan Qilla langsung pulang ke rumah Metta. Saat ini mereka tengah duduk di kasur yang ada di kamar Metta, kasur yang ukurannya tidak akan cukup jika dipakai tidur untuk dua orang.
"Lo, mau ngomong apa? Buruan! Job gue banyak kalo lo belum tau."
Qila kesal. Sedari tadi Metta hanya diam dan sibuk menghela napas saja. Ada apa dengan temannya itu? Ini yang Metta maksud cerita?
"Gue ... bingung mau mulai dari mana," ucap Metta.
Qila mendengus. "Cerita ya tinggal cerita, kenapa harus bingung mulainya coba? Aneh deh."
Metta menghela napas pelan. Mungkin ia harus segera bercerita sebelum Qila lebih kesal karena menunggunya.
Menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskan nya secara perlahan. Metta menatap Qila, "g-gue ...." Metta ragu. Perempuan itu masih ragu.
"Lo kenapa Met? Gak usah berbelit-belit napa!"
"Gue hamil."
Qila menatap Metta serius. Apa tadi? Hamil? Terkekeh adalah hal yang Qila lakukan sekarang. Ada-ada saja. "Aduh Met, lo mimpi basah semalem? Punya pacar aja kaga, lah ini hamil sama siapa? Jangan mimpi deh."
Metta menatap Qila heran, apakah pernyataannya tadi kurang? Apakah Metta terlihat seperti berbohong?
"Gue serius Qila. G-gue ..., gue hamil sama ... Fauzan." Entah apa jadinya nanti, Metta benar-benar harus menceritakan ini semua.
Tertawa. Qila tertawa mendengarnya. "Oh, lo semalem mimpi mesum sama Fauzan ya?"
Metta berdecak. Kenapa Qila tidak percaya juga? "Gue beneran Qil, gue gak bohong."
"Metta-Metta, gue tau lo suka sama si ketua geng itu, tapi gak gini juga kali."
Metta memutar bola matanya malas. "Terserah."
----------------
"Fauzan, Papa mau bicara sama kamu."
Fauzan menghentikan langkahnya. Laki-laki yang menenteng tasnya itu tidak berbalik menatap Papanya yang baru saja bicara. "Ada, apa?"
Andi menghela napas. "Semalam kamu kemana? Kenapa gak pulang?"
"Sejak kapan Papa sibuk ngurusin Fauzan?" Kali ini Fauzan menatap laki-laki paruh baya itu.
"Papa serius Fauzan. Semalam kamu kemana? Kenapa gak pulang?" Andi menatap anak pertamanya itu. Semenjak kepergian istri pertamanya, ia seakan terpisah semakin jauh dengan Fauzan. Andi tidak tahu penyebabnya, entah dirinya yang memang kurang perhatian atau memang Fauzan lah yang menjauh darinya.
"Balapan." Fauzan mulai melangkah kembali untuk menuju kamarnya. Hari ini laki-laki yang paling utama dalam Zayeoune itu tidak akan pergi kemana-mana, acara nongkrong dengan teman se gengnya pun ia tidak akan mengikutinya. Entah, Fauzan butuh istirahat. Dalam segi fisik maupun batinnya.
"Kenapa kamu balapan lagi, Fa?"
"Itu bukan urusan Papa." Fauzan tetap melangkahkan kakinya.
Andi menghela napas. Ingin rasanya ia dekat dengan anak itu, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya. "Ya, sudah. Kamu istirahat, nanti Papa suruh Mama buat bawain kamu makanan."
Sebelum Fauzan membuka pintu kamarnya, laki-laki itu menyempatkan diri untuk melirik sekilas ke arah Papanya yang juga masih menatapnya itu. "Gak usah. Fauzan bukan anak kecil yang harus dibawain makanan segala."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
Teen FictionMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...