41 - Fauzan Kenapa?

89.5K 8.6K 2.7K
                                    

Udah lama tidak up, maafken :v

Serindu apa dengan cerita ini?

Siap-siap, masalah mulai rumit.

Absen dulu, siapa yg deg-degan?


HAPPY READING :)




Metta masih memperhatikan Fauzan yang tengah berjalan ke sana kemari untuk merapikan pakaian dan barang-barangnya. Bukan, bukan ia yang tidak mau membantu. Namun, Fauzan melarang keras agar ia tidak ikut turun tangan. Entah apa alasannya.

"Aku bantuin, ya?"

Fauzan yang tengah sibuk mengatur ruangan kamarnya menggeleng seraya berdecak pelan. "Gak usah. Duduk aja."

"Tapi kamu pasti cape."

"Laki, jadi wajar aja."

Metta menghela napasnya. Jujur, ia tidak tega melihat Fauzan yang sedari tadi sibuk mengatur ruangan kamarnya. Menata ini itu dengan caranya sendiri. Satu fakta yang baru ia ketahui, ternyata Fauzan adalah tipikal cowok yang rapi.

"Atau, aku beli makanan ke bawah, ya?"

Fauzan menghentikan kegiatannya. Ia menatap Metta kesal. "Bisa nggak, sih, kalo dikasih tau cukup sekali aja. Gue gak suka dibantah orangnya. Sorry aja."

"Maaf."

"Gue juga."

Metta dibuat bingung dengan ucapan Fauzan. "Maksudnya?"

Fauzan menghela napas kemudian menghampiri Metta. Ia merebahkan tubuhnya di kasur. Kegiatan sore ini, benar-benar melelahkan.

"Omongan gue yang tadi."

"Emang kamu ngomong apa?"

"Ya, gak tau. Cuma takut bikin lo sakit hati doang."

Metta mengangguk mengerti. Tidak apa, tidak ada yang salah dengan ucapan Fauzan. Semuanya benar, hanya saja dirinya yang terlalu banyak bicara.

"Mau kemana?" tanya Metta ketika melihat Fauzan kembali beranjak.

"Mandi."

Fauzan berjalan memasuki kamar mandinya. Meninggalkan Metta yang kembali menghela napasnya pelan.

Terkadang, ia merasa heran dengan sikap Fauzan. Selalu berubah-ubah. Bukannya apa, sikapnya yang terkadang perhatian bisa membuat hatinya lebih berharap. Semakin membuatnya nyaman. Namun, ketika sikapnya kembali seperti biasa, membuat hatinya kembali bimbang.

Berharap itu wajar, namun harus ada batasan. Lain lagi dengan mereka yang selalu memberi harapan tanpa berujung kepastian. Pasti menyakitkan. Karena pada dasarnya, perasaan memang butuh kejelasan, dari apa yang diharapkannya.

Metta kembali menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka. Ia mengernyit kala melihat Fauzan yang belum juga membersihkan tubuhnya.

"Kenapa?"

Fauzan menatap Metta tanpa ekspresi. Cukup lama, sampai akhirnya cowok itu menarik salah satu sudut bibirnya. "Nanti bawain handuk, ya. Gak perlu ketuk, langsung masuk aja."

Fauzan kembali masuk ke dalam, meninggalkan seorang Mettani Amalia yang baru saja menelan ludahnya sendiri.






















Next...














Fauzan memperhatikan Metta yang tengah makan tepat di hadapannya. Tidak ada yang aneh, sama seperti cewek yang lainnya ketika tengah makan di hadapan seseorang, maka akan sekuat tenaga menjaga sikapnya.

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang