24 - Bayi Gue?

115K 7K 794
                                    

Pukul setengah sembilan malam, Metta menutup mulut dengan tangan kanannya ketika ia kembali menguap yang entah sudah ke berapa. Ia ngantuk, tetapi tidak bisa langsung tidur karena masih menjalankan rutinitas malamnya. Menunggu suaminya pulang.

Cewek dengan balutan daster bergambarkan mini mouse itu tengah duduk diruang tengah sambil menonton televisi yang sedang menyiarkan sinetron kesukaannya. Beberapa kali ia menghela napas bosan karena sedari tadi Fauzan tak kunjung pulang juga. Tetapi tidak masalah, ia mengerti akan hal itu. Dimana Fauzan sangat sibuk dengan sekolahnya yang sebentar lagi akan segera melaksanakan ujian, sibuk mengurus kafenya, ditambah lagi cowok itu juga harus membagi waktu untuk berkumpul bersama teman  se gengnya. Tidak bisa dibayangkan betapa lelahnya dia.

Metta kembali memikirkan kejadian siang tadi, dimana ia dan mama mertuanya menghabiskan waktu bersama.

Sedikit takut ketika mendengar wanita paruh baya itu ingin bertanya sesuatu kepadanya. Berbagai pikiran negatif saat itu sudah bersemayam dipikirannya. Namun, pikiran seperti itu harus ia tepis karena pada kenyataannya wanita itu tidak bertanya macam-macam kepadanya.

Wanita paruh baya yang ia ketahui bernama Rima Mandaya itu hanya menanyakan tentang bagaimana perasaannya kepada Fauzan. Aneh memang, tetapi ia tetap menjawabnya dengan jujur kalau ia sangat mencintai Fauzan. Bahkan sudah sedari dulu.

Mereka bercerita satu sama lain sampai seorang Metta benar-benar merasa kalau wanita itu tidak seburuk yang ia kira.

Baru saja Metta ingi memejamkan matanya, namun ia urungkan ketika melihat Fauzan baru saja pulang. Entah benar atau tidak, ia melihat penampilan cowok itu sedikit berbeda. Bukan lebih tampan, tetapi terlihat lebih acak-acakan.

"Baru pulang?"

Fauzan tidak menjawab. Cowok jangkung yang mengenakan kaus hitam polos itu melangkah dan ikut mendudukkan tubuhnya di samping Metta.

"Capek banget, ya?" Entah kenapa, tidak bisa rasanya jika Metta tidak bersikap bawel kepada Fauzan. Ia selalu ingin tahu. Selain kepo, ia juga tengah berusaha mendekatkan diri dengan suaminya.

Tidak ada yang salah, bukan?

"Pulang sekolah langsung kerja, abis itu nyempetin kumpul sama anak-anak. Menurut lo itu capek, gak?"

"Ya pasti capek. Mau dibuatin apa?"

Fauzan menggelengkan kepalanya seraya menyandarkan punggungnya di kursi. "Gak usah."

Metta mengangguk kecil. Mungkin Fauzan memang benar-benar lelah, dan ia tidak boleh mengganggunya. "Hm, oke."

Cukup lama mereka terdiam. Ditengah acara menonton televisinya, Metta sesekali melirik Fauzan yang tengah bersandar di kursi dengan mata yang terpejam. Jujur, ia tidak tega melihatnya, cowok itu terlihat sangat kelelahan.

Hal apa yang harus ia lakukan supaya bisa membantu cowok itu? Apakah Metta harus jujur tentang kehidupannya?

"Oh, ya, gimana keadaan anak gue?"

Metta menoleh cepat dengan kening yang mengerut heran. Apa katanya? Anak 'gue'?

"G-gue?" ulang Metta.

Fauzan menegakan tubuhnya kemudian mengangguk pelan. "Iya, anak gue. Bayi yang ada diperut lo itu anak gue, kan?"

Meskipun ragu, Metta tetap menganggukkan kepalanya pelan. "Baik kok."

"Bagus deh. Oh iya, soal vitamin gue tadi lupa."

Lupa atau sengaja? Entahlah, kenapa tiba-tiba Metta berpikiran seperti itu. "Gak apa-apa kok."

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang