10 - Rumit

87.4K 6.6K 342
                                    

Metta menghela napasnya pelan. Dua hari berada di rumah sakit membuatnya tidak enak karena melihat Qila yang selalu menemaninya. Sial, tubuhnya tidak kuat jika harus menahan lapar seharian, oleh karena itulah Metta jatuh sakit dan mau tidak mau harus di rawat inap di rumah sakit.

Bodoh memang. Ketika sudah jelas kalau dirinya mempunyai riwayat penyakit maag  tapi dengan entengnya Metta menahan lapar seharian hanya untuk menjalankan aksi konyolnya.

"Pokoknya gue gak mau tau, lo harus berhenti sekolah." Qila menyuapkan sendok berisikan bubur kepada Metta.

"Kalo gue berhenti sekolah, terus gue di rumah mau ngapain?"

Qila memutar bola matanya malas. "Ya istirahat lah Metta, masa iya mau kerja."

"Gue bosen nantinya."

"Bodoh amat. Intinya lo harus berhenti, kalo enggak, liat aja, gue bakal pergi ke rumahnya Fauzan terus bawa dia buat tanggung jawab sama lo."

"Lo gak kasian sama gue?" Metta menatap Qila dengan tatapan yang sulit di artikan.

Qila menyuapkan satu sendok bubur terakhirnya. "Justru gue udah lebih kasian sama lo Metta. Gue sayang, makanya gue bawel terus."

Metta tersenyum. "Lo tuh emang sahabat gue yang paling baik deh. Makasih ya."

Qila mengangguk. "Tumben muji, biasanya kesel mulu sama gue. Nih, minum." Qila memberikan satu gelas air putih.

Metta menerima gelasnya, kemudian meminumnya hingga setengah. "Itu kalo lo lagi cerewet bahas instagram mulu. Kalo lagi kaya gini mah ya gue puji lah." Metta kembali menyodorkan gelasnya kepada Qila.

Qila mendengus. "Dasar!"

"Oh ya Qil, gue hari ini udah bisa pulang, kan?"

Qila mengangguk. "Udah."

"Yes. Tapi kalo gue gak sekolah, gue sendirian dong di rumah?"

Qila menghela napas. "Nanti gue main ke rumah lo. Atau ... lo tinggal di rumah gue aja sebelum si ketua itu tanggung jawab."

Metta menatap Qila heran. "Please deh Qil, lo gak usah bawa-bawa dia lagi. Percuma, dia gak bakal tanggung jawab."

Qila tersenyum, sebuah senyuman penuh arti. "Iya deh. Kalo gitu lo harus bisa rawat anak lo, jangan coba-coba ngelakuin hal bodoh lagi."

"Iya iya, gue kapok. Gue janji, mulai sekarang gue bakal makan banyak. Sekalian minum susu juga."

Qila tersenyum. Akhirnya Metta sadar juga. "Nah gitu, dong."

Metta tersenyum. Cukup kemarin saja ia melakukan hal bodoh. Mulai sekarang, Metta bertekad keras untuk menjaga dan merawat anak dalam kandungannya.

"Oh ya, nih, buat bayar tagihan rumah sakit." Metta memberikan sebuah kartu ATM miliknya.

Qila menerima kartu ATM itu. "Pin-nya?"

"Tanggal, bulan, sama tahun lahir gue."

Qila mengangguk. "Ya udah, gue bayar dulu ya." Kemudian Qila meninggalkan Metta untuk segera membayar tagihan rumah sakit itu.

---------------

 Bianca

Lo udah janji, kan, kalo lo mau bantuin gue buat hancurin si Risa?  Gue udah ngajak dia buat duel basket sama gue.
Menurut lo, lebih baik bunuh Arka atau bunuh Risa nya langsung? Gue udah gemes pengen liat tuh anak menderita.

Fauzan terbelalak membaca pesan dari Bianca. Sungguh, itu sangat berlebihan menurutnya. Fauzan tidak tahu jelas orang yang bernama Risa itu, sedangkan Arka, ia sudah kenal dengan laki-laki itu.

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang