Pukul sepuluh malam, Fauzan baru saja tiba dirumahnya. Dengan keadaan yang sudah tidak bisa didefinisikan, cowok itu melangkah memasuki rumahnya.
Hari ini sangat melelahkan. Teman-temannya pulang pada pukul empat sore, setelah itu ia harus terjun langsung ke dapur untuk mengecek semuanya, dimulai dari apa yang kurang dari kafe itu hingga sekalian ia pun bertemu langsung dengan para pegawainya. Itung-itung memperkenalkan diri juga sebagai bentuk pendekatan.
Bukan hanya itu, hal yang menguras pikirannya hari ini adalah kafe itu yang semakin hari semakin sepi pengunjungnya. Sebenarnya dari dulu ia tidak pernah takut kekurangan uang, namun sekarang beda halnya. Selain ada Metta, ia juga ada keinginan yang harus segera ia capai sesegera mungkin.
Beralih dari hal yang membuatnya lelah, ada hal lain yang membuat emosinya ikut naik juga. Laki-laki yang sudah mengusirnya dari rumah tadi datang begitu saja tanpa diundang. Dengan tidak merasa bersalah sama sekali, laki-laki itu tiba-tiba menyuruhnya dan juga Metta untuk kembali tinggal di rumah itu lagi.
Dengan ogah-ogahan, Fauzan menolak dengan cara yang se sopan mungkin.
Oke, sebenarnya disini seimbang. Fauzan yang sama sekali tidak mendapat perhatian dan juga sangat muak dengan papanya, dan papanya yang amat kecewa dengan kelakuan Fauzan. Namun disini Fauzan yang tidak mau mengalah, meskipun cowok itu sadar akan kesalahannya, tetap saja, ia berpikir kalau yang sebenarnya salah itu adalah papanya sendiri.
Penyebab menyimpang nya perilaku Fauzan itu karena papanya. Tetapi Fauzan tidak pernah berpikir kalau cowok itu bisa menjaga, maka penyimpangan itu tidak akan pernah ada.
Cukup. Itu semua terlalu rumit untuk dijelaskan.
Fauzan mendudukkan tubuhnya di kursi. Entah kenapa, malam ini tubuhnya terasa berbeda. Suhu tubuhnya sedikit meninggi, ditambah lagi dengan rasa nyeri yang menyerang kepalanya.
Apakah ia sedang sakit? Kalau iya, itu memang wajar. Semua makhluk hidup di bumi ini bisa sakit, bahkan dengan sosok kuat seperti Fauzan sekalipun.
"Ah, kenapa gue jadi lembek gini, sih! Padahal, urusan lagi sibuk-sibuknya."
Fauzan berdecak seraya memijat pangkal hidungnya. "Kalo gak punya hati, dari dulu gue gak pernah mau nerima tuh cewek. Apalagi buang-buang waktu kaya gini."
Sisi buruk Fauzan kembali hadir. Entah karena efek capek atau memang sedang muak dengan kenyataan hidupnya.
"Astaga! Gue ngomong apa?"
Dengan omongan yang semakin melenceng, Fauzan kembali mengembuskan napasnya gusar. Tidak perlu memikirkan hal yang membuatnya semakin pusing, sekarang, yang harus ia lakukan hanyalah tidur.
Akhirnya Fauzan terlelap dengan posisi duduk bersandar di kursi, dan sepertinya cowok itu benar-benar tidak menyadari kalau malam ini, lagi-lagi ia tidak melihat Metta menunggu seperti biasanya.
-----------
Metta terusik dari tidurnya. Ia mengucek mata, kemudian melirik jam dinding yang ternyata sudah menunjukan pukul dua dini hari.
Ia terdiam sejenak. Semalam, tanpa sadar ia tertidur di kamarnya. Apakah suaminya sudah pulang? Tapi, kemana dia? Ia tidak melihat Fauzan tertidur ditempat biasanya.
Metta bergerak turun. Ia berjalan untuk keluar dari kamarnya. Selain ingin mengambil minum di dapur, sekalian ia ingin mengecek keberadaan suaminya juga. Mungkin Fauzan ketiduran diruang tengah. Atau mungkin, cowok itu tidak pulang?
Ketika membuka pintu kamarnya, kening Metta mengerut begitu saja kala matanya melihat Fauzan yang tengah bersandar di kursi dengan mata yang terpejam. Fauzan tidur? Tapi, masa iya? Kenapa cowok itu bisa ketiduran di kursi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzan
أدب المراهقينMenikah dengan seorang ketua geng karena sebuah kesalahan? Fauzan Reynalfiyandi. Cowok dengan sejuta pesonanya. Ketua sekaligus pendiri geng besar yang bernama Zayeoune. Dia tidak terlalu suka keramaian, tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Deng...