3. The Plan.

998 154 28
                                    

"Kau membiarkan dia lolos dengan jawaban agar bisa survive di tempat ini?" Irene membelalakan kedua matanya saat esok harinya Wendy menceritakan bagaimana pertemuan pertamanya dengan Kim Taehyung. Secara teknis, Irene yang menanyakan bagaimana keadaan magangnya, dan ia menceritakan kisah kemarin sementara mereka berdua baru saja menyelesaikan makan siang di kafetaria.

Mereka berjalan ke longue menuju tempat kopi, berdiri di depan pantri sementara Wendy menyeduh kopinya sendiri.

"Jawabannya realistis dan aku bisa menerimanya."

"Demi Tuhan, Wen! Aku gak pernah expect seorang bocah penggemar game online bisa sepercayadiri itu menjawab kata-katamu—aku baca profile-nya by the way, dan meskipun wajahnya cukup ganteng, tapi aku gak pernah ngira kamu terperdaya dengan alasan gambling dan hal sepele semacamnya."

"I dunno, mungkin aku suka kalau orang lain udah bahas soal passion dan desire?"

"Makanya kau terjerat dalam pesona Jaehyung yang spesialisasi passion-nya merayu lawan jenis?"

"Rene, dia itu cuma praktek menggaet konsumen." Wendy menyeruput kopi buatannya dengan hati-hati. Irene terkikik geli melihat ekspresi gemas temannya sambil menyeduh teh sebagai minumannya sendiri.

"Tapi seenggaknya, dia karismatik."

"Siapa?"

"Bocah bimbinganmu. Badannya juga bongsor. Good as hell dia punya kaki yang panjang, dan siapa tau, kalau kamu udah planning bikin rumah, dia bisa kasih design secara cuma-cuma."

Wendy meletakan kopinya sambil menatap oknum yang dimaksudkan Bae Irene. Bocah itu sedang tertawa sambil mengudap makan siangnya. Ia tidak tahu apa yang bocah itu bicarakan, paling-paling menggunjingkan para tutor? Wendy mengalihkan pandangannya saat bocah di sana justru berbalik dan menatap ke arahnya.

"Aku tidak bekerja untuk hal-hal seperti itu, Bae Irene."

"Wen, dunia ini soal take and gift." Ditepuknya pundak Wendy sambil bersama-sama mengamati murid bimbingan Wendy yang entah mengapa menjadi topik pembicaraan antara financial manager dan sekretaris direksi di siang hari. "Kalau kamu kasih dia banyak pelajaran berharga di sini, siapa tahu di masa depan dia mau membantumu untuk hal-hal seperti itu?"

"Dan pelajaran berharga yang harus kuberikan pada bocah penggemar game sepertinya adalah?"

"Ketidakstabilan."

Irene tersenyum menggoda lalu meninggalkannya ketika mengetahui oknum yang dimaksudkan menghampiri wilayah longue, dengan tangan yang dimasukan ke saku celana.

"Hai, Bos. Kulihat kau dan temanmu, Nona Bae, sedang berbincang sambil menatap ke arahku."

Wendy membawa kopinya dan berjalan meninggalkan meja longue menuju elevator. "Kulihat kau sudah selesai makan siang dan menghampiriku."

Taehyung menekan angka 28 tempat di mana tutornya akan kembali ke sarang dan menggarap laporan super banyak yang terhidang di atas meja. Mereka membiarkan pintu terbuka seraya menunggu orang lain untuk masuk. Namun tampaknya orang-orang masih terlalu sibuk menghabiskan makan siang dan tak memperhatikan bagaimana elevator akhirnya membawa Taehyung dan Wendy menuju lantai dua puluh delapan berdua.

"Bagaimana makan siangmu?" Wendy membuka percakapan saat Taehyung tidak terlihat akan bicara.

"Lumayan, fried chicken-nya lebih enak daripada McDonalds, kalau boleh jujur."

"Kau memiliki lidah sensitif, kurasa."

Taehyung terdiam. Apa itu artinya sebuah pujian? Well, tampaknya sang tutor tidak semenyeramkan seperti yang dibicarakan teman-temannya barusan. Dia mendapatkan laporan kalau Son Wendy tidak pernah memberikan nilai bagus kepada peserta magang yang bernaung di bawah bimbingannya, dan Taehyung rasa ia perlu mengetahui lebih lanjut supaya setelah magangnya selesai, ia tidak akan sia-sia menerima penilaian kinerjanya selama sebelas bulan menginvestasikan waktu dan tenaga.

"Well, bos. Sebenarnya aku memiliki masalah dengan tugas-tugasku," ungkap Taehyung berhati-hati sambil memeriksa perubahan wajah sang tutor dari pantulan kaca elevator yang terpampang di hadapannya.

"Bukankah kau suka ketidakstabilan?"

"Tapi kau memberiku tugas tanpa benar-benar mengajariku terlebih dahulu."

"Aku bukan dosenmu."

"Kau benar. Tapi bagaimana aku bisa menyelesaikan itu kalau kau tidak mengajarinya? Aku mahasiswa Arsitektur." Terpaksa Taehyung mengatakan ini supaya tutornya paling tidak memiliki sedikit rasa tanggung jawab atas tugas yang tengah diemban murid bimbingannya. "Bagaimana aku tahu sesuatu soal pasar kalau kau bahkan tidak menjelaskan apa-apa soal itu."

"Well, we have search engine named naver if you hard to remember."

"Tidak lebih akurat daripada penjelasan super cerdas financial manager kebanggaan Seoul Business Center kurasa."

Wendy memutar matanya sesaat dan melihat ekspresi Taehyung yang clueless, mengangkat bahunya seolah mengatakan, 'ada apa, maam?'. Oh ini menyebalkan. Apa yang bocah ini rencanakan sebenarnya? Sungguh, ia tidak bisa secara blak-blakan menanyai apa yang murid bimbingannya inginkan dan membuatnya seakan-akan memanjakan dan bersedia menuruti apa saja permohonan Taehyung.

Tolong berbuat baiklah, kali ini..

"Jadi kau mau praktek secara langsung?"

"Yeah, aku lebih suka kerja langsung daripada materi, sebetulnya. Kalau kau bisa membuatkan semacam simulasi agar aku mengerti pasar dalam kurun waktu satu minggu, akan membantu sekali."

Merepotkan. Ini bagian yang Wendy benci ketika harus membimbing murid magang yang tidak mengerti apa-apa soal dagang.

Wendy berjalan keluar setelah elevator berhenti, meninggalkan murid bimbingannya dalam keadaan tergugu menunggu jawaban. "Sepulang bekerja temui aku di lobby pada pukul enam sore. Kenakan pakaian kasualmu dan tidak mengatakan siapa pun soal rencana hari ini."

drunken love [wenv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang