Sejak pagi buta dering telfon menyala memenuhi apartemen berukuran lima kali tujuh meter persegi yang berisi perabotan amat sederhana. Sofa, televisi, dapur terbuka yang bersatu dengan ruang tamu, menjadi pemandangan pertama yang terlihat saat memasuki ruangan itu. Hanya ada satu kamar mandi dan satu kamar tidur, sementara jika kita memasuki kamar yang tidak sempat terkunci, kita akan melihat pakaian berserakan sampai ke tempat tidur, dan seprai yang sudah tidak terpasang pada tempatnya.
Sang pemilik rupanya sedang tidak bisa menjawab telfon, atau tepatnya, tidak diberi kesempatan untuk melakukan itu mengingat begitu sulit rasanya melepaskan diri dari kendali seseorang yang sejak semalam mengambil alih kewarasannya.
"Kita harus bekerja," ujar Wendy berulang kali meyakinkan dirinya sendiri ketika Taehyung lagi-lagi mendekatkan wajah mereka berdua dan sesekali menghiasi lehernya dengan tanda kemerahan. Bocah itu tidak berhenti melakukan ini sejak semalam meskipun dia tahu persis tenaga mereka sudah terkuras dan tubuh mereka sudah menjerit minta beristirahat. "Ada rapat penting yang harus kuhadiri hari ini."
"Kau sendiri yang bilang kita boleh melakukan ini kapan saja selama masih di apartemenku," balas Taehyung tak mau disalahkan. Dia tetap melakukan dorongan-dorongan yang membuat atasannya menyerah dan berujung menggumamkan namanya dengan geraman tertahan yang begitu menggoda telinga.
Demi Tuhan bocah ini benar-benar...
Wendy memperkuat pegangannya pada punggung Taehyung saat bocah itu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membuat ini berakhir. Tempat tidur itu kian berdecit sering dengan meningkatnya ritme yang dimainkan. Wendy mengigit bibirnya gemas, membiarkan bocah itu menumpahkan segalanya dan hal tersebut rupanya dimanfaatkan Taehyung untuk memagut bibir kebas Wendy dan memberikan gigitan-gigitan kecil hingga dirinya melupakan segala hal.
Sungguh, kejadian ini benar-benar di luar rencana.
Semalam merupakan waktu yang sangat panjang bagi Wendy dan ia tak mengingat detail apa yang ia tawarkan pada murid bimbingannya sehingga mereka berakhir dengan kondisi seperti ini. Bercinta di kamar sang murid pada hari ketiga masa bimbingan. Wendy berharap dia memiliki alasan yang lebih bagus dan logis jika dirinya harus memecat Taehyung dari pekerjaan ini. Tetapi mana dia bisa kalau dirinya sendiri saja tidak mengerti situasi apa yang sedang berlangsung. Yang ia tahu, bocah itu membantunya melupakan banyak hal dan hubungan biologis antara dua manusia yang sudah dewasa adalah salah satu peristiwa yang sangat masuk akal untuk dilakukan!
Mereka bisa sama-sama menfaatkan hal ini untuk tujuan tertentu; Wendy yang mungkin melakukan cara ini untuk mengatasi stres pekerjaan, dan Taehyung yang, barangkali, memenuhi kebutuhan hormonal-nya.
"Sebenarnya, bos, kau begitu menikmati momen ini, kan?" tanya Taehyung ketika akhirnya mereka selesai dan sibuk mengatur pernafasan. Dia membelai rambut Wendy sebelum membiarkan wanita itu berlari menarik selimut, mengambil ponsel yang terus saja berbunyi sejak satu jam yang lalu.
"Siapa yang menelfon?" Taehyung muncul sambil memeluk tutornya dari belakang.
"Irene." Wendy segera menyentuh tombol dial, menghiraukan lengan Taehyung yang mulai merambat di sekujur tubuhnya.
"SON WENDY KAMU DI MANA????!"
Penelfon di seberang sana sudah berteriak bahkan sebelum Wendy mengatakan apapun.
"Aku sudah ribuan kali menelfon ponselmu. Kupikir hari ini kamu ngga masuk dan membiarkan ruanganmu kosong melompong tanpa penjagaan. Katakan posisimu sekarang juga supaya aku merasa lebih tenang!" Taehyung terkekeh mendengar teriakan Bae Irene yang seperti wanita kesetanan. Apa Irene selalu seperti itu?
"Aku masih di rumah, ada apa?"
Dasar pembohong besar, seru Taehyung dalam hati sambil melanjutkan penjelajahannya pada kulit mulus sang tutor. Wendy bergidik geli mendapatkan perlakuan seperti itu sementara Taehyung bersikap seolah-olah kejadian ini bukan kesengajaan.
"Aku sudah menganalisa sentimen itu dan hasilnya 40% positif," tutur Wendy berusaha mempertahankan konsenterasinya. Demi Tuhan! Bagaimana dia bisa fokus kalau bocah itu bergerilya begitu liar di dadanya? "Irene, mhm, setengah jam lagi aku akan sampai di kantor. Kita bicara secara langsung saja, ya?"
"YA SEBAIKNYA KAMU MEMBERIKAN ANALISA YANG BAGUS!"
Dan telfon itu terputus.
Wendy menghela nafas lega sementara Kim Taehyung menyeringai kecil di balik punggung atasannya. Segera Wendy melepaskan diri dari pelukan Taehyung dan tergesa-gesa memunguti pakaiannya menuju kamar mandi. Ia harus segera tiba di kantor dalam tiga puluh menit dan jalur tercepat yang bisa ia ambil adalah MRT.
Taehyung sudah mengenakan bathrobe-nya saat Wendy selesai berpakaian. Ia mengumpulkan barang-barangnya yang tercecer ke dalam tas lalu bergegas menuju pintu. Taehyung hanya mengikuti dari belakang.
"Bawa mobilku ke kantor dan parkirkan di tempat kemarin," kata Wendy seraya memberi instruksi. Wanita itu kesulitan memasang alas kakinya sehingga Taehyung mengajukan diri untuk berjongkok dan memasang sepasang louboutin di telapak kaki wanita yang semalam ia bawa pulang ke apartemen. "Kau harus tiba tepat waktu dan periksa rencana anggaran yang harus dicairkan minggu ini sebelum proposal itu sampai ke meja ku. Berikan analisis yang terperinci dan jangan mengecewakanku."
Wendy hendak keluar dari pintu tetapi bocah itu menariknya kembali untuk memberikan kecupan di bibir.
"Kau harus memakan sarapanmu, bos."
Dan alasan ia harus menuruti masukan bocah itu adalah?
"Atau kau yang akan menjadi sarapanku."
Wendy segera menolehkan kepala membuka pintu.
"Jangan tabrakan mobilku ke trotoar."
KAMU SEDANG MEMBACA
drunken love [wenv]
FanfictionSon Wendy, seorang manajer di salah satu perusahaan perdagangan yang ada di Korea. Sudah tujuh tahun menyukai Park Jaehyung, sahabat karibnya yang berprofesi sebagai marketing di perusahaan yang sama. Keduanya tidak memiliki kesempatan untuk mengung...