"Kau benar-benar wanita yang sadis." Respon Irene begitu melihat Kim Taehyung membawa barang-barangnya meninggalkan divisi finansial. Dia menyenggol lengan Wendy yang tengah menyelesaikan laporan keuangan saat Sekretaris Direksi Seoul Business Center hari itu muncul di depan pintu ruangannya, melakukan kunjungan rutin yang orang lain katakan sebagai kunjungan gosip. "Apa kesalahan anak itu sehingga kau mundur dari bimbingan ini?"
"Tidak ada."
"Tidak ada? Lantas kenapa dia sekarang dipindahkan ke divisi lain yang tidak akan mendukungnya dalam mengembangkan potensi yang dia miliki?" Irene menggelengkan kepalanya tidak percaya. Tak habis pikir kenapa dia memiliki sahabat perempuan berhati dingin yang pikirannya susah tertebak. Seingatnya, Wendy dan Taehyung memiliki hubungan baik. Mengapa sekarang temannya itu malah membuang Taehyung dan menjauhkan dirinya dari eksistensi murid magang yang fresh dan sangat hot seperti itu? Apakah Wendy tidak pernah merasa bersyukur?
"Dia akan bisa mengembangkan potensinya di divisi itu, Irene. Percayalah." Wendy terlihat sangat tenang dengan keputusan yang sudah dia putuskan. Sungguh, apakah temannya ini benar-benar manusia?
"Park Seo Joon sangat payah dalam memimpin divisinya selama ini. Tidakkah kau berpikir Taehyung akan lebih baik jika berada di bawah kepemimpinanmu? Dia sumber daya yang sangat potensial, Son Wendy. Dan bakatnya dalam bidang arsitektur, dia benar-benar anak yang brilliant jika dipoles oleh tangan yang benar."
"Aku percaya Seo Joon akan memolesnya dengan lebih baik," pungkas Wendy final yang dihadiahi helaan nafas berat Bae Irene.
"Kau tidak mampu menghadapi pesonanya, kan? Makanya kau menyerah dan mengundurkan diri seperti seorang pengecut, seperti ini."
"Aku tidak pernah menggunakan indikator pesona sebagai tingkat keberhasilanku dalam membimbing seluruh peserta magang yang pernah kudidik selama ini," jawab Wendy sedikit parau. Kertas laporannya di bolak-balik sebagaimana seorang chef membalikan masakannya di penggorengan. Di balik kertasnya, kuku Wendy memutih. Ia terlalu khawatir sahabatnya mengetahui ketidakyakinannya sendiri saat mengucapkan kata-kata bernada defensif seperti ini.
Wendy tidak memiliki pilihan lain. Jika ia berada bersama bocah itu dalam satu ruangan bahkan bersinggungan lebih sering daripada yang seharusnya dengannya, ia tidak tahu lagi harus bagaimana menempatkan rasionalitas dan kewarasannya agar segalanya terkendali seperti semula. Ia benci mengakui ini, tetapi melihat wanita lain berada di tempat yang seharusnya menjadi tempatnya berpijak, adalah hal yang paling menjengkelkan yang pernah ia rasakan.
Selama ini Wendy selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, ia adalah prioritas atas segala hal yang berkaitan atas dirinya (walau pun tidak pernah jika itu berhubungan dengan Jaehyung), tetapi kali ini, rasanya ia benci sekali digantikan. Ia sangat membenci itu sampai rasanya, ia tidak bisa melihat sosok Taehyung berkeliaran di sekitarnya seolah tidak ada kejadian.
Untuk itu lah, ia memutuskan ini. Jika tidak bisa membuat bocah itu dipecat dan mundur secara paksa, maka ia yang akan membuat jarak semakin jauh dari biasa. Ini adalah langkah yang tepat, pikirnya. Sangat tepat. Dengan membiarkan Taehyung berada sejauh mungkin dari dirinya, ia tidak akan mendapatkan gangguan apapun lagi.
Tetapi ia tidak sadar bahwa suatu waktu mereka bisa saja dipertemukan di kafetaria, atau ketika elevator mendadak konslet karena sambungan pendek arus listrik, dan mereka bertemu di tangga darurat ketika Wendy sedang melepaskan sepatu hak tingginya dan Taehyung yang baru saja masuk dari pintu darurat, mendapati mantan tutornya sedang bersandar pada pegangan tangga sambil bersusah payah melepaskan stiletto setinggi delapan sentimeter, menjaga supaya rok mininya tidak tersingkap.
"Perlu bantuan?" Tawar Taehyung kasual seraya menghampiri sang wanita yang mendadak berdiri tegang, setegang karang-karang di lautan. Wendy bahkan terlihat clueless. Seakan tidak menyangka bertemu dengannya di tempat seperti ini. Tetapi memangnya, saat wanita itu mendepaknya dari divisi finansial, otak pintarnya yakin berpikir bahwa mereka tidak akan pernah bisa bertemu lagi?
Perusahan ini sangat besar dengan berbagai celah yang misterius, selagi mereka masih bekerja di bawah atap yang sama, sangat memungkinkan mereka dipertemukan di bilik toilet sempit sekalipun.
"Tidak perlu," jawab Wendy dingin. Dia mencengkram ujung roknya erat-erat dan, well, sejak kapan bosnya itu khawatir dengan hal-hal seperti ini? Dulu wanita itu bahkan memintanya menanggalkan pakaian yang kerap menghalangi. Bagaimana bisa Son Wendy berubah seratus delapan puluh derajat seperti biarawati yang senantiasa suci dan takut dosa? "Kau teruslah berjalan, jangan hiraukan aku."
"Dan melewatkan kesempatan bertemu orang sibuk sepertimu?" Taehyung tersenyum menyeringai sambil berjongkok dan menarik sepatu Wendy perlahan-lahan. Dia melihat kuku jari bercat merah yang sangat kontras dengan lantai marmer yang berada di pijakan kaki mereka. "Rileks lah, aku tidak akan menyeretmu ke sudut dinding dan memberi tahu pada mereka bahwa kita berdua tidur bersama."
"Kau dan aku tidak lagi tidur bersama," koreksi Wendy cepat sambil berjalan menuruni anak tangga dengan Taehyung yang berjalan menenteng sepatunya di sebelahnya.
"Setidaknya kita pernah melakukannya," revisi Taehyung yang mengundang reaksi negatif dari wajah Wendy. Kemungkinan wanita itu akan marah dan berniat mendorong Taehyung hingga ia jatuh dan berguling dengan vonis cedera ringan di tulang kaki, tetapi Wendy tidak memberikan balasan apapun sehingga Taehyung tergoda untuk menyentilnya sekali lagi. "Aku penasaran tentang sesuatu hal. Kau menemukan teman tidur baru makanya mendepakku seperti ini?"
"Tidak ada hubungannya menemukan teman tidur baru dengan mengundurkan diri dari proses pemagangan ini," balas Wendy terdengar masuk akal.
"Mereka bilang kau pegiat one night stand yang suka bergonta-ganti pasangan."
"Makanya kau mengundang teman manismu yang bernama Sihyeon itu?"
"Dia hanya teman kampusku dan sering bermain dengan teman lelaki lainnya. Sama seperti dirimu."
"Aku melihatnya memakai kausmu dan keluar dari kamar tidurmu."
"Aku memang menggodanya sedikit dan tidak ada yang terjadi."
"Itu hakmu untuk membiarkan apapun diantara kalian terjadi." Wendy mendesah lelah sambil menjangkau sepatunya dari tangan Taehyung. Cukup, sudah cukup. Ia merasa pembicaran ini tak memberikan jalan keluar sama sekali. Wendy memaksakan diri untuk berjalan mendahului Taehyung, meninggalkan pemuda jangkung yang masih berdiam diri pasca sepatu hak tingginya berpindah tangan.
Dari pijakan yang lebih tinggi, Taehyung melihat punggung ringkih Wendy yang perlahan meninggalkannya seolah wanita itu tidak pernah menginginkannya. Ia menghela nafas lelah lalu mengucapkan sesuatu yang membuat langkah Wendy kemudian tertahan. "Tidak ada yang benar-benar menyukaiku di dunia ini."
Rasanya Wendy ingin tertawa. Lantas apakah yang sedang ia lakukan kalau bukan menyukai dan mengagumi bocah berumur dua puluh dua tahun itu? Tetapi Wendy tetaplah seorang Wendy. Harga dirinya mencakar atmosfer.
"Correct, I never like you since the beginning." Balas Wendy berusaha untuk terdengar mantap dan meyakinkan, meskipun jantungnya sudah melompat keluar saat mengucapkan kata-kata yang ia pikir akan menghancurkan pemuda itu.
"I know, I've always known."
Kim Taehyung berjalan mendahuluinya dan meninggalkannya terpekur di sebuah anak tangga di lantai dua belas.
Jarak.
Itu kan yang bosnya inginkan? Itu juga usaha yang tengah wanita itu lakukan sehingga membuangnya ke divisi yang paling tidak produktif di Seoul Business Center. Taehyung tidak pernah menganggap remeh divisi yang kini menaunginya, ia bisa beristirahat lebih banyak dibandingkan pegawai-pegawai lain yang begadang semalam suntuk mengerjakan laporan yang tak kunjung selesai. Dan yeah, untuk permasalahan itu, Taehyung rasa dia terbuka untuk berdiskusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
drunken love [wenv]
FanfictionSon Wendy, seorang manajer di salah satu perusahaan perdagangan yang ada di Korea. Sudah tujuh tahun menyukai Park Jaehyung, sahabat karibnya yang berprofesi sebagai marketing di perusahaan yang sama. Keduanya tidak memiliki kesempatan untuk mengung...