16. Morning Toast

905 140 10
                                    

Wendy terbangun saat matahari terasa menusuk seluruh wajahnya.

Badannya terlalu sakit untuk dipindahkan, mengingat semalam ia pasti melakukan seks yang sangat hebat dengan seorang pria yang ia temui di kelab malam dan mereka sudah sepakat tidak bertemu esok harinya. Ia meraih selimutnya dan memastikan bahwa segalanya berjalan sesuai dengan pikirannya dan kemudian membuka mata untuk kembali menata kehidupan.

Namun ia menjadi sangat tercengang sekaligus merasa khawatir ketika mendapati ruangan yang ia temui adalah ruangan yang sangat ia kenali sebagai kamar pribadi Kim Taehyung, dengan aroma cologne yang sangat familiar menempel di seluruh lapisan teritori. Keringatnya sendiri bahkan seperti bercampur dengan aroma khas pemuda itu. Membuat bibirnya bergumam 'bodoh' dan menjambak sedikit rambut halusnya.

Ini tidak mungkin terjadi, pikirnya berusaha menenangkan.

Ia tidak pernah menyangka diantara ratusan pria yang mungkin melepaskan penatnya di kelab malam malam itu, kenapa harus Kim Taehyung? Kenapa harus ranjang pria itu yang harus ia tiduri semalam dan kenapa ia harus telanjang di atas ranjang pria yang ingin seratus kali ia hindari, sebanyak apapun mencoba dan berusaha. Ia tidak mungkin mencumbui pemuda itu dengan kondisi sadar sementara akal sehatnya pasti akan menolak dan menghindar seratus delapan puluh derajat, menjauhi peristiwa yang membuat kewarasannya diambil alih secara paksa.

Berapa banyak gelas cocktail yang dia teguk sepanjang malam?

Wendy menyadari kebodohannya yang sangat fatal dan berpikir untuk membuat segalanya terlihat baik-baik saja. Ia toh bisa menganggap bahwa kejadian semalam masih sama dengan kejadian malam-malam sebelumnya, dan dia rasa bocah itu juga sepakat tentang hal serupa, terlepas dari hubungan emosional yang masing-masing rasakan terhadap satu dan lainnya. Tetapi bahkan, hanya dirinya sendiri yang menyisipkan bagian emosional sementara Taehyung paling mungkin menempatkan plang besar bernama hormonal yang sangat normal dimiliki oleh laki-laki lain di seluruh dunia.

Keadaan ini normal, kok.

Sangat normal.

Pikiran itu yang akhirnya membawa Wendy untuk meraih selimutnya dan bangkit dari ranjang Taehyung, berjalan sempoyongan menuju ruang telivisi guna mencari keberadaan sang pemilik teritorial. Matanya bekerja mencari keberadaan bocah itu, tetapi perawakan Taehyung tidak terlihat di mana pun.

Baguslah, jam berapa sekarang? Hari apa dan cuaca apa yang sedang berlangsung di luar sana? Taehyung pasti meninggalkannya setelah peristiwa di tangga darurat waktu itu. Dan itu artinya, Wendy memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan dirinya sebelum meninggalkan apartement ini seperti tidak ada yang terjadi.

Ketika membalikan tubuhnya, wanita itu menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Layar laptop menyala yang menampilkan dokumen terbuka, tanpa sadar memanggil Wendy hingga ia dengan lancang menarik sisi taskbar, dan menemukan laporan pengajuan dana Divisi Arsip dan Perlengkapan yang sepertinya sedang Taehyung kerjakan. Ah, pemuda itu bertanggung jawab atas proposal pengajuan dana divisi barunya?

Proposal ini cukup lumayan untuk ukuran anak magang yang seharusnya masih berkutat dengan keterampilan operasional. Melepaskan Taehyung untuk bergabung dengan divisi yang penuh dengan orang tua, Wendy pikir akan membuat hari-hari pemuda itu dipenuhi dengan keluhan dan serapahan, tetapi sepertinya Taehyung menikmatinya?

Wendy membaca setiap kalimat yang tertulis dalam proposal itu sampai tak menyadari seseorang membuka pintu apartment. Langkah kaki berjalan menghampiri, bersamaan dengan suara kantung plastik beserta boks makanan cepat saji yang pada akhirnya tergeletak di depan mata seorang Wendy.

"Apa yang kurang dari proposal itu?" Tanya Taehyung seraya menempatkan diri di sebelah bosnya usai meletakan barang bawaannya di atas meja.

"Kau hanya perlu memperdalam urgensi. Untuk strukturnya sudah cukup lumayan," jawab Wendy sambil mengalihkan perhatian pada belanjaan yang di bawa Taehyung. "Apa yang baru saja kau beli?"

"Makanan. Aku merasa lapar ketika bangun dan baru menyadari kulkasku begitu kosong." Taehyung membuka kaleng cola dan meneguk cairan itu dalam satu tegukan panjang. "Aku juga membelikan sarapan untukmu."

"Kau tidak perlu melakukan itu," balas Wendy dengan nada yang ia harap terdengar sungkan. Ia menatap jam dinding yang tergantung di atas kepala dan merasa sebaiknya segara enyah dari tempat ini. "Aku akan meminjam kamar mandimu dan pergi setelah berpakaian."

Wanita itu hendak berdiri tetapi tangan Taehyung menggapai lajunya.

"Ada apa denganmu?" Tanya Wendy tidak mengerti.

"Aku yang harus bertanya seperti itu padamu, Son Wendy. Ada apa denganmu?"

Taehyung menggertakan giginya yang Wendy pikir lambang kekesalan semata karena dia dengan sengaja tidak mengapresiasi usahanya dalam membelikan sarapan. Tetapi menu sarapan miliknya akan berbeda dengan pemuda itu. Taehyung tidak mungkin mengingat hidangan yang kerap disantap mantan tutor pendalaman magangnya yang hanya bertahan selama satu bulan.

"Aku tidak bisa menelan sarapan yang kau belikan," terang Wendy mencoba memberikan penjelasan terbaik kepada pemuda itu.

"Karena kau tidak suka berhutang budi kepada orang lain? Terlebih orang lain itu adalah aku?"

Wendy menggelengkan kepalanya frustasi. Taehyung tidak mengerti. "Ahli giziku menyarankan untuk mengkonsumsi sayuran, bukannya karbohidrat seperti kalian."

"Aku membelikanmu salad dengan tambahan sedikit mayo, kesukaanmu," ujar Taehyung yang membuat bibir Wendy berangsur-angsur terkatup. Taehyung mengeluarkan boks makanan dengan logo restoran familiar yang biasa mereka pesan di kala terlalu malas keluar ruangan. Ia menyajikan menu rutin itu di hadapan Wendy yang hanya terdiam dengan ekspresi kosong. "Makanlah. Aku tidak akan bertanggung jawab seandainya kau tidak menyantap sarapanmu."

Memangnya apa yang akan terjadi jika ia tidak memakan sarapannya?

Dulu pemuda itu kerap melemparkan lelucon semacam ini sementara ia hanya menanggapinya dengan santai. Tetapi kali ini, kenapa Wendy merasa sebaiknya ia tidak memakan sarapannya saja? Selain untuk menunjukan bahwa ia tidak peduli dengan ucapan semberono Kim Taehyung, ia juga ingin mengetahui apa yang pemuda itu bisa lakukan jika ia tidak membuat pencernaannya terisi dengan hidangan itu.

Namun pada akhirnya, egonya memilih tunduk dan mengalah; mengunyah selada segar berpotongan simetris, bersama pemuda di sebelahnya yang juga mulai membuka boks hidangannya yang bermenu filet dan menyelesaikan sarapan itu dalam keheningan yang mengikat keduanya dengan seutas tali bernama 'kecanggungan'.

drunken love [wenv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang