10. Two Is Better Than One

887 129 8
                                    

Lolosnya dua proposal divisi dalam satu waktu membuat keresahan yang cukup terasa di perusahaan tempat Wendy bekerja.

Sudah beberapa kali wanita yang bertanggung jawab atas anggaran yang dimiliki perusahaan itu dipanggil oleh anggota dewan dan beberapa pemegang saham terbesar. Protes dan kecaman tak pernah absen ia terima. Ancaman diturunkan dari jabatan bahkan dipecat dari kantor pun tak pelak menghinggapinya hingga ia hanya bisa memasang wajah setebal aspal dan memastikan telinganya tak rusak usai keluar dari ruangan para petinggi.

Dari balik mejanya, Irene hanya bisa menatap sahabatnya pasrah tanpa mampu melakukan apa pun. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, terlebih jika sudah berhubungan dengan para dewan dan para pemegang saham. Mereka hanya bisa menunggu sampai Jaehyung mengabarkan kontrak sialan itu sehingga Wendy bisa terbebas dari mara bahaya.

Dan kabar sang financial manager yang ditekan begitu keras oleh para penguasa di kantor tampaknya telah sampai ke telinga Jaehyung, hingga laki-laki itu muncul di depan rumah Wendy pada tengah malam. Beruntung hari itu Wendy tidak menghabiskan malam di kamar Taehyung mengingat pemuda itu sibuk mengerjakan market praktikum akhir.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Jaehyung segera mendekap tubuh Wendy yang terlalu terkejut menemukan sahabatnya menginjakan kaki di Korea. Seharusnya Jaehyung masih berada di Sydney sekarang. Membuntuti kliennya ke Opera House atau memberi makan kanguru di Australia's National Zoo and Aquarium. Jaehyung bisa berada di mana pun kecuali negara ini.

"Ada apa denganmu?" Tanya Wendy tidak mengerti setelah cukup lama Jaehyung mendekapnya seperti ini. Pemuda itu terlihat berantakan dengan rambut acak-acakan dan kemeja yang keluar dari tempatnya, membuat Wendy tanpa sadar merasa khawatir dan juga cemas.

"Jangan bilang baru saja diputuskan oleh pacarmu entah yang mana."

"Aku yang baru saja memutuskannya, Wen. Aku." Tegas Jaehyung sebelum menatap sahabat perempuannya kembali dan berjalan memasuki rumah Wendy yang sudah dianggap seperti rumah sendiri. Jaehyung segera menyandarkan tubuhnya di sofa sementara Wendy menyusulnya sebelum merebahkan diri di tempat yang sama. "Rumahmu sepi sekali. Kemana orang tuamu?"

"Merayakan ulang tahun pernikahan ke Maldives," jawabnya sekasual mungkin. "Kenapa? Kamu mau melamar pekerjaan sebagai tour guide sekaligus asisten pribadi ayahku?"

"Wajahku terlalu tampan untuk sekedar dijadikan sebagai tour guide maupun asisten pribadi."

"Aku gak menemukan pekerjaan lain yang lebih cocok kamu kerjakan.."

"Marketing gak cocok buatku emangnya?"

"Cocok, makanya untuk apa dong, cari pekerjaan lain?"

"Sampingan. Aku membutuhkan banyak uang untuk membuat senyuman adikku bertahan lama." Jaehyung menghela nafas lalu menutup matanya seolah menghalangi beban dunia yang begitu berat bertumpu di kedua bahunya. Pemuda itu tinggal dengan dua adik perempuan yang bergantung kepadanya. Orang tua mereka telah meninggal. Setelah pesawat yang membawa Tuan dan Nyonya Park pergi berwisata ke sebuah Kepulauan di Filipina. Naas, sebelum melakukan pendaratan, burung besi itu kehilangan kontak dengan pangkalan pusat sehingga tak menerima perintah untuk mendarat. Di tengah badai yang tengah berlangsung ganas, dengan petir menyambar dimana-mana, sang pilot kehilangan kendali dan peristiwa itu pun terjadi.

Jaehyung tidak pernah menunjukan gelagat kesedihan ketika berbincang dengan siapa pun di kantor. Pria itu justru cenderung menjadi sosok yang banyak omong dan suka membual, membuat siapa pun tidak menyangka dia menderita kesedihan yang begitu dalam. Hanya Wendy yang selalu dibiarkan mendengar keluh kesahnya, bahkan bagi Jaehyung, pundak Wendy adalah tempat ternyaman untuk menyimpan semua tangisannya.

Wendy memutar kepalanya menyaksikan figur pemuda yang sudah nyaris tujuh tahun menemani hari-harinya, jari telunjuknya berjalan dari kening, melewati cekungan tirus di pipi Jaehyung, hingga sebelum sampai menuju rahang, Jaehyung sudah membuka kedua matanya dan menangkap tangan mungil yang sedaritadi mengganggu kenyamanannya.

"Aku mendapatkan kontrak kerja sama itu," papar Jaehyung dengan nada lega yang tidak bisa terbantah. Reaksi Wendy yang terkejut membuat pria itu menarik Wendy dalam sebuah rangkulan hangat, hingga kepala wanita yang selalu terjulur tinggi di tempat bekerja itu bersandar di dadanya. "Jangan berterimakasih kepadaku. Aku memang terlalu hebat sampai rasanya ucapan terimakasihmu saja tidak cukup untuk menggambarkannya."

"Omong kosong apa yang sedang kau katakan, Park Jaehyung?"

"Aku mendapat kontrak itu, makanya kau, tidak perlu keluar dari kantor.."

"Jangan katakan motivasimu mendapatkan kontrak sialan itu adalah aku."

"Yah, kau memang benar-benar merusak kesenanganku, Wen. Padahal aku berniat memperpanjang waktu pengejaran target mengingat klien kita adalah wanita. Dia sangat seksi dan membuatku selalu tremor setiap berbicara."

"Kau menjijikan." Wendy mendorong tubuh Jaehyung menjauh hingga bisa terlepas dari rangkulan pemuda itu. Jaehyung pura-pura mengaduh sementara Wendy mengabaikan lelucon garingnya. "Bagaimana kau bisa melakukannya? Bukannya klien-mu sangat strict dalam memilih partner bisnis? Apa yang kamu gadaikan hingga dia terjerat dalam bujuk rayumu?"

"Dia memang sangat selektif, tapi mulut pintarku mampu mengatasi itu."

"Rendah hati sekali, Park Jaehyung." Jaehyung hanya terkekeh mendengar kalimat sarkas yang tak pernah absen keluar dari mulut Son Wendy. Ia mendongakan kepala saat Wendy telah berdiri, dan yeah, ini waktunya perpisahan. "Pulanglah. Sudah terlalu larut."

"Baiklah," ia pun berdiri mengikuti Son Wendy menuju pintu. Langkahnya berhenti guna memastikan sesuatu hal. "Kau tidak memintaku menginap? Lumayan, aku bisa diandalkan dalam menjaga rumah yang super besar ini."

"Adikmu mencari."

"Dia sudah sering kutinggalkan dalam perjalanan dinas. Sepertinya tidak masalah kalau menambah satu malam lagi."

Wendy menggelengkan kepala. "Cepat pergi. Sebelum aku meminta petugas keamanan mengusirmu secara paksa."

Jaehyung mendengus mendengar pernyataan itu. Son Wendy memang tak punya hati!

"Baiklah, aku sudah menawarkannya. Jangan telfon aku kalau terjadi sesuatu hal malam ini."

"Such of dick."

Wendy membanting pintu rumahnya guna memastikan kondisi hatinya tertata dan tak berantakan. Wendy tidak pernah mendengar permintaan Jaehyung untuk menahannya. Kalau ia masih bertahan di sana, tak ada yang bisa menjamin wanita itu mampu menahan dirinya untuk tidak membiarkan Jaehyung mengandarai mobilnya dan pulang menemui adik-adiknya di rumah.

drunken love [wenv]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang