Hari terus berganti, hingga saat ini tepat 3 bulan Agatha terbaring di ranjangnya. Mata indahnya tak kunjung terbuka. Walau banyak orang yang menantikannya.
Seperti saat ini Rey yang baru pulang dari sekolah mengambil tempat di samping ranjang Agatha dan mengenggam tangannya sesekali juga mengecupnya. Ia bercerita banyak hal yang Ia alami di sekolah.
Walau Ia tau jika Agatha pasti tak merespon. Ia sudah berjanji tidak akan terlihat menyedihkan di dekat Agatha. Rey berusaha kuat karena Ia yakin jika Agatha pasti melihatnya dan merasa sedih jika Rey sedih.
Dan setidaknya Ia menjadi Rey yang sama seperti 3 bulan lalu. Tawa dan senyumnya terlihat walau hanya di dekat Agatha. Karena ketika Ia kembali ke dunia nyatanya, sikapnya berubah drastis. Bahkan ketiga temannya ditambah Gita seperti tak mengenali Rey yang sekarang.
Rey menjadi pendiam dan pemarah. Bahkan mereka jarang bertemu dengan Rey selain di kelas dan saat menjenguk Agatha. Jika pun bertemu atau berkumpul mereka tetap tak merasakan adanya Rey. Tak ada lagi candaan konyol atau ucapan yang menyindir seperti biasanya.
Mereka kehilangan 2 sosok sekaligus karena Agatha yang koma. Tentu saja yang pertama Agatha dan yang kedua Rey.
"Lo tau Tha, tadi Gue dihukum sama Bu Dea gara gara lupa ngerjain PR sejarah. Padahal kan Gue paling males sama tuh pelajaran, isinya bahas masa lalu mulu. Gue kan sukanya bahas masa depan, sama Lo misalnya." ucap Rey lalu terkekeh sendiri
Ia menusuk nusuk pipi Agatha. Setidaknya perban di kepala Agatha sudah dilepas karena bekas operasinya sudah tak apa, jadi tak perlu khawatir. Bahkan kaki kirinya sudah pulih.
"Thaa, Gue kangen tau. Tadi Gue digodain sama cabe cabean, pengen Gue ceburin ke empang rasanya. Coba aja ada Lo pasti udah Lo kulitin satu satu tuh cewek genit."
Rey terus melanjutkan cerita ceritanya, sesekali Ia juga tertawa jika menceritakan sesuatu yang lucu. Ia tak peduli jika akan dianggap gila yang terpenting rasa rindunya pada Agatha tersalurkan.
Walau tak dipungkiri rasa sesak dan perih luar biasa meruak dalam hati Rey. Sungguh hatinya remuk melihat Agatha yang tak kunjung membuka matanya. Jika bisa, Ia ingin dirinya saja yang menggantikan Agatha di sana.
Tanpa Ia sadari ke tiga temannya sedari tadi berdiri di depan pintu. Mereka menatap sendu Rey yang berakting pura pura tegar di dekat Agatha yang terbaring koma. Hati mereka seperti terhantam batu kala mendengar ocean dan tawa Rey.
Varo mengetuk pintu dan tersenyum kala Rey menengok ke arahnya. Tatapannya berubah datar dan dingin.
"Nih Gue bawain makanan, waktu jam istirahat Lo juga gak keliatan di kantin." ucap Varo lalu melangkah masuk bersama ke tiga temannya.
"Gak laper." ucap Rey lalu memfokuskan dirinya pada Agatha. Ia memainkan jari Agatha dari tangan yang terbebas infus.
"Jangan bodoh, Lo harus makan. Kalau Lo sakit gak guna Lo jagain Agatha. Gue bakal seret Farez ke sini, lagian Dia mulai kemarin usaha buat masuk tapi masih Gue halang halangin." ancam Varo
Rey menatapnya tajam. Ia tak suka mendengar nama Farez. Sudah lama tak ada yang mengetahui kabarnya setelah mereka liburan di Villa saat itu.
Saat hari pertama Rey masuk, bogem mentah dari Farez menyambutnya. Mereka berkelahi hebat yang berujung pada ruang BK. Singkat cerita Farez mendengar jika Agatha mengalami koma karena kecelakaan saat berlibur bersama mereka.
Farez menyalahkan Rey yang tidak becus menjaga Agatha hingga membuatnya seperti ini. Hal ini membuat Rey semakin emosi, Ia memerintahkan 2 orang penjaga untuk menjaga di depan ruang inap Agatha agar Farez tak bisa mengunjungi gadisnya.
Awalnya hal ini mendapat sanggahan dari beberapa temannya. Karena takut akan menimbulkan kekacauan jika Farez nekat menerobos. Namun Rey tetap kekeuh dalam pendiriannya, Ia bahkan telah mengurus surat izin kepada rumah sakit dengan alasan tak ingin sesuatu terjadi lagi pada Agatha.
Pihak rumah sakit yang mengetahui latar belakang kasus pasiennya pun setuju. Dengan catatan tidak mengganggu kenyamanan pasien lain.
Jika ada yang bertanya tentang Sivanna, gadis malang itu hanya dipenjara selama 1 bulan. Karena setelah itu Ia dibawa ke luar negeri untuk kembali menjalani terapi setepah dijamin oleh Ayahnya.
Hal itu dikarenakan, Sivanna kembali mengalami depresi berat karena perasaan bersalahnya. Kondisi mentalnya yang pernah terganggu pun semakin memicu hal ini.
Vano beberapa kali menghubungi Joe ~Ayah dari Sivanna~ untuk menanyakan perkembangan kondisi Sivanna.
Vano cukup terpukul mengetahui kondisi Sivanna saat itu. Namun Ia tak memperburuk dirinya seperti Rey. Lihat saja seperti sekarang, Ia hanya menatap Varo tajam tanpa berniat menyentuh makanan yang mereka bawakan.
"Main main nih bocah, cepetan telfon Far--"
"Lo hubungin Dia, Gue buat Lo yang gantiin Agatha disini." ucapnya tajam seraya berdiri dan mendekat pada Varo.
"Kalau gitu cepetan makan goblog! Udah berapa kali Gue bilang, jangan ngancurin hidup Lo! Agatha sadar dan liat Lo kayak gini, Gue jamin Dia lebih milih sama Farez." ucap Varo
Bugh
Varo terkena bogem bergilir dari Rey. Ia mendengus ketika merasakan sudut bibirnya robek dan berdarah. Sudah dikatakan bukan jika Rey mudah emosi? Minggu kemarin Anthonio mendapat 3 pukulan dari Rey karena memecahkan foto Agatha yang Ia letakan di apartemennya. Karena saat itu Anthonio menemani Rey untuk mengambil beberapa baju dan dengan sopannya Anthonio berulah hingga terjadilah hal itu.
"Mampus Lo, udah dibilang jangan main main. Nih tanda sayangnya Rey ke Gue aja belum hilang" bisik Anthonio seraya menujukan lebam yang ada di pelipis dan rahang bawahnya.
Rey yang saat ini memakan makanan yang mereka bawa, melirik tajam ke arah Anthonio. Seakan terancam nyawanya, Anthonio langsung menunduk. Jika biasanya Ia selalu melempar lelucon untuk membalas tatapan itu, kali ini Ia menahannya. Karena sejak 3 bulan lalu tatapan itu selalu hadir dalam wajah kacau Rey.
Pernah sesekali Anthonio mengatakan candaanya karena hal itu, Rey menyeretnya keluar dan menendangnya menjauh dari ruangan Agatha.
Setelah selesai dengan makanannya Rey membuangnya di sampah dan menguk air mineral. Lalu kembali duduk di dekat Agatha.
"Rey, mandi dulu sono elah! Mandi jarang, untung Lo cakep! Kena penyakit kulit mampus Lo!" ucap Vano yang lama lama kesal melihat kelakuan Rey.
"Bacod."
Vano mendengus kasar. Ingin rasanya Ia menghampiri Rey dan melayangkan pukulannya agar otak miringnya kembali. Juga membuatnya sadar jika menyiksa dirinya seperti ini tak ada gunanya. Namun itu Ia urungkan, Vano sadar jika itu dilakukan bisa bisa Ia menempati salah satu ruangan di rumah sakit ini.
Tetapi, bagaimanapun harus ada yang menasehati temannya itukan. Sebelum Rey bernasib sama seperti Sivanna, terkena depresi.
"Rey, tolong dengerin Gue sekali ini. Stop buat diri Lo kayak gini. Gue tau kita semua tau, kalau Lo kehilangan Agatha dan Lo juga sayang banget sama Agatha. Asal Lo tau kita juga ngerasain hal yang sama. Tapi, apa kita terpuruk kaya gini? Nggak kan? Karena apa? Kita tau kalau ini nggak ada gunanya. Gak bakal bikin Agatha cepet sadar, malah bikin Dia sedih. Pernah denger kan kalau orang koma itu jiwanya tetep ada di sekitar kita. Dan yeah, selamat udah bikin Agatha sedih." ucap Vano
Ia langsung pergi san diikuti Varo serta Anthonio. Tinggalah Rey sendiri, Ia hanya diam. Pikirannya melayang memikirkan tingkahnya selama ini. Memang benar jika selama ini dirinya hanya memperburuk suasana. Dan Ia melakukan hal yang sangat Ia benci.
Membuat Agatha sedih.
♡ TBC ♡
Cyeee dabel apdett:"
Mumpung baik niii:3
Vote commentnya jangan lupaaa:)
See you next part<3
KAMU SEDANG MEMBACA
My Jerk Guy
Novela JuvenilC O M P L E T E D 'Achazia Reynand' Tampan ✔ Playboy ✔ Badboy ✔ Tukang rusuh ✔ 'Kesayangan' guru BK ✔ Dan beribu sifat buruk lainnya, Ia miliki. Namun ketika Ia mendapat dare gila untuk menaklukan hati seorang Agatha, bukanlah cewek itu yang berteku...