10. awkward sama tetangga sendiri

32.9K 3.3K 116
                                    

Sehari tadi karena Jogja diguyur hujan lebat, aku hanya menghabiskan waktu di kamar hotel bersama Gebe. Enggak, nggak neko-neko. Kami hanya menonton film. Karena aku tau Gebe suka film horor, jadi aku memutuskan menonton film-film komedi romantis. Ya, sengaja biar dia kesal terus balik ke percetakan dan kerja. Tapi dia malah betah dan malah baper.

Sorenya baru kami keluar untuk mencari makan. Di seberang hotel ada tukang sate, ada banyak sih sebenarnya. Tapi punya abang asal Madura dekat Betawi ini yang paling rame, so, kami yakin pasti satenya paling enak. Akhirnya, kami ikut ikut beli. Rasanya? Lumayan lah. Cuma saus kacangnya kerasa agak asem. Kata Gebe, nggak pa-pa itu ditambah vitamin C. 

Setelah makan sate dan bersih-bersih badan alias mandi, Gebe mengajakku ke tempat nongkrongnya. Katanya, ada temannya yang berulang tahun dan akan mentraktir setongkrongan. Aku kalau ada bau-bau gratis mah ayo aja!

"Ini, Re, yang ulang tahun." Gebe membawaku bertemu temannya yang berulang tahun. Pria seusia denganku dan Gebe, wajah manis, tato di leher agak dalam, dan tindik di telinga kanannya. "Nik. Renggas nih." Namanya Niko.

"Oalah, Renggas."

Loh, dia tau aku? Oh, dulu satu SMA denganku kali, ya.

Niko menunjukku. "Pasti nggak inget to? Dulu kita sempet satu kelas waktu kelas 10. Cuma aku pindah SMA sebelah. Gara-gara SMA kita kurang mahal aja."

Aku tertawa kencang. "Waduuuuh, keren juga."

"Cangkemu Nik, Nik, ketauan ngintip guru PPL wae kok gaya!" sanggah Gata kasar. Aku kembali tertawa. "Yo, Re, kita mojok!" Gebe menarikku dan membawaku ke meja bar yang kosong. Niko hanya tertawa dan mengacungkan jari tengah pada Gebe.

Aku dan Gebe duduk bersisian dan saling menatap. Gebe memesan minum. Aku tidak, sate yang kumakan sore tadi sepertinya kurang bisa diterima lambungku. Jadi aku cari aman tidak minum-minum dulu.

"Gata ke sini juga nggak?" tanyaku penasaran.

Gebe mengangguk. "Paling bentar lagi."

Entah bisikan dari mana, aku memotret Gebe dengan ponselku lalu mengirimnya kepada Gata.

To Gata
Gabung dong, Ta! Sini cepet!

Menunggu balasan dari Gata, aku memainkan candy crush di ponsel. Mau joget juga masih sepi begini, mau ngobrol eh nggak ada teman. Gebe sedang mengobrol dengan teman-temannya sambil minum. Aku sungkan tiba-tiba nimbrung, entar dikira sok asyik.

"Kamu bilang Gata, Re?" Aku mengangkat pandangan dan bertemu mata dengan Gebe yang sudah setengah teler. Ia mengernyit, memfokuskan pandangan padaku. "Kamu bilang lagi di sini sama aku?"

Wah, ada yang nggak beres nih. "Iya, kenapa?"

Gebe mendecak. "Nggak jadi dateng mantanmu, barusan WA si Niko, ada kerjaan katanya."

"Yahh, yahh, gimana dong, Ge?"

"Biarin, nggak pa-pa."

Aduh, malah jadi merusak acara mereka deh. "Serius? Aku takut deh."

Ia mengangguk kemudian nyengir dan tertawa. "Nggak usah nangis. Gata kok ditangisi segala."

Lah, siapa yang nangis? "Ihh, udah mabok lo, ya?"

Gebe terkekeh kehilangan fokus. Wah, bener-bener.

"Eh, Mas, dia minum berapa gelas kok udah mabok aja sih?" Aku ngedumel pada Mas-Mas yang kembali menyajikan minum pada Gebe. Si Mas hanya tersenyum geli tanpa menjawab.

Aduhh, repot deh.

Niko menghampiriku setelah kami bersitatap secara tak sengaja dan aku memasang wajah butuh bantuan. "Santai, Re. Entar aku anterin kalian berdua. Aku nggak minum."

Jangan, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang