28. sampai mana sih kita?

27K 2.7K 222
                                    

Pak Banyu mengirim pesan ia sudah di depan pintu kamar. Aku segera lompat dari sofa, membiarkan beberapa snack-ku tercecer di karpet.

Oh, antusiasnya aku menyambut Papa.

Gila, ya. Cringe banget.

Aku membuka pintu. Pak Banyu menyambut dengan senyum tipis seksinya yang tambah menawan di malam hari. "Lama nunggu, ya?" Aku menggeleng tidak peduli. Nunggu lama juga di kamar, nggak kepanasan, sambil nonton TV. No problem. "Tadi malah teman saya mengajak minum es kelapa muda dulu di dekat—" Pak Banyu tiba-tiba menghentikan mukadimah dan wajahnya berubah masam.

Sebelah alisku terangkat. Bertanya-tanya. Ada apa gerangan?

Ia melirik turun sesaat dan kembali menatapku dengan tenang. "Kamu tidak pakai bra juga?"

"Hah?" Aku melotot dan sontak memegang barang kembarku dengan kedua tangan.

Biar kuulang. Woy! Aku pegang-pegang payudaraku yang nggak pake BH di depan Pak Banyu.

SIALAN!

KOK BISA! KELUPAAN BH! DI DEPAN PAK BANYU SIH WOY!

Yang aku tau setelah itu aku meneriakinya dan berlari mengambil bra, lalu masuk ke kamar mandi, melepas kaosku dan menangis melihat keadaan payudaraku yang gawat.

Sepuluh menit terlewat. Dan aku bertahan. Kupakai bra dan kaos karena kedinginan, lalu meratap di pintu kamar mandi!

"I can't face him."

Aku benci banget sama diri sendiri karena kejadian ini. Rasanya asetku jadi beku. Keadaannya tegang dan keras banget seperti kaca spion! Ini bakal gampang banget pecah, Coy!

Dan wajahku! Mau ditaruh di mana wajahku ini? Ya ampun. Asli deh, aku udah capek merasa malu di depan Banyu. Sekarang masih harus ada kejadian begini?

Fucek tau, fucek?!

Jantungku masih berdetak keras. Berkali-kali aku menarik napas untuk menormalkan detakku, tapi percuma. Saat aku ingat lagi wajah jenaka Pak Banyu, malu itu kembali membawa pasukannya.

Cewek waras mana yang memegang—no! mencengkram—payudaranya di depan tetangga dudanya sendiri? Gerakan impulsif macam apa itu Renggas?!

"Renggas." Denger suaranya aja aku malu banget. Gimana aku menghadapinya coba? "Keluar, Re. Ngapain lama-lama di dalam?"

"Aku tuh malu tau nggak?" sahutku berteriak kesal.

Tidak ada sahutan selama beberapa detik. Pasti dia lagi ketawa sampai guling-guling di lantai. Nggak, dia mungkin lagi berusaha mendobrak pintu biar bisa melihatku malu setengah mati.

"Keluar, kita lupain itu! Saya udah lupa nih." Tetek lo! Ngomong emang gampang!

Ya ampuun, martabatku! "Harusnya Pak Banyu tuh pura-pura nggak tau gitu lhoooo!" Mulutnya itu emang uhhh!

"Oke, sorry. Saya punya sepupu perempuan juga sering nggak pakai bra kalau malam hari ... Adma juga. Saya nggak sadar menanyakan itu tadi. Sorry."

Kenapa harus bawa-bawa mantan istrinya? Woy, ini orang mau bikin hotel kebakaran, ya? "Tuh, 'kan kita belum serius aja Pak Banyu udah bikin kesel mulu!"

"Saya nggak ada niat bikin kamu kesal."

"Tapi aku kesel nih!" Aku melipat tangan di dada seolah Pak Banyu bisa melihat wajah merajukku.

"Terus kenapa masih di dalam?"

"Masih maluuuuu!"

"Buat apa malu? Saya yang kurang ajar kok kamu yang malu. Keluar, Re!"

Jangan, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang