23. the other purple

27.5K 2.8K 256
                                    

Kesannya aku cemburu buta gitu sinis sama Pak Banyu.

Enggak lah.

Asal kalian tau aja aku ini orangnya sulit dibuat cemburu. Dih, self-proclaimed. Eh, emang bener kok. Aku paling anti cemburu-cemburu buta, apalagi gara-gara hal sepele.

Coba kalau aku ini tipe-tipe cewek yang gampang cemburuan gitu. Udah dua tahun lalu kali aku putus dari Dimas. Secara Dimas itu punya lusinan temen perempuan yang cantik-cantiknya udah kayak artis ibu kota, mana hubungan mereka dekat-dekat banget. Sementara aku ini ibarat cuma remahan rempeyek yang nempel di kaleng Monde lah kalau dibandingin sama teman-temannya. Kalau disaingin, aku jelas kalah.

Ya, sebenarnya makan ati banget kalau lihat pertemanan Dimas tuh.  Tapi aku nggak mau ambil pusing lah. Sebelum denganku Dimas emang udah berkawan dengan mereka kok. Masa aku pendatang baru, ujug-ujug menyabotase pertemanan Dimas. Nggak gitu dong. Dan untungnya aku bisa mengendalikan perasaanku sendiri, alias aku bisa bodoamat asal dia masih menjadikan komitmen kita prioritas.

Kenapa jadi ngomongin Dimas? Kan harusnya Pak Banyu.

Sebenarnya, ini bukan hal yang harus diomongin apalagi dijelasin. Lagian aku juga bukan yang sinis serius sinis, cuma agak sinis aja. Nggak cemburu, Demi Tuhan, nggak cemburu. Nggak ada alasan buat aku cemburu. Aku cuma merasa Pak Banyu kurang konsisten aja sama ucapannya.

Katanya mau bikin aku tertarik. Masa malah telepon mantan istrinya sambil cengar-cengir bahagia di depan mataku. Belum ganti hari, udah bikin jungkir balik pemahamanku. Baru pagi tadi buat pengakuan, masa dirusak seketika hari ini juga. Hati siapa yang tidak sinis?

Posesif?

Ya, nggak lah!

Aku nggak mempermasalahkan dia teleponan sama mantan istrinya. Cuma, kalau di depanku dan sampai menimbulkan kesan dia 'mesra akut' sama mantannya 'kan nggak banget.

Salah strategi banget tuh, Pak. Kan jadi aku makin yakin sama asumsi kalau Pak Banyu masih cinta sama Tante Adma. Ini sikap Pak Banyu ke aku jadi terkesan 'lah apaan sih ni orang tua?'. Perlu dipertanyakan dong pengakuan Pak Banyu kemarin. Benar-benar serius naksir aku apa cuma main-main kayak tebakan Gata.

Ya pokoknya gitu lah, masalahnya di Pak Banyu, bukan aku. Aku nggak diberi opsi. Dia cuma mau aku menerima perlakuan dia. Kalau aku menolak pun, seperti yang sudah-sudah, dia terobos nggak ada ampun. Dia nggak peduli juga aku udah punya pacar.

Jelas juga kata-katanya kemarin, seakan dia mau membuat pembuktian.

Ya, oke lah silakan.

Bukan karena gue cewek gatel atau gampang. Aku ini ibarat pasar tuh persaingan sempurna. No barriers to entry. Asal belum ada yang memonopoli statusku di KTP jadi KAWIN aja. Jadi, dekat siapa saja oke, di dekati siapa saja ya—dengan pertimbangan tertentu—ke-oke aja.

Jadi Pak Banyu masuk pertimbangan nih, Re? Ya kali enggak. Keplak nih!

Aku belum di masa sangat yakin dengan 'pasanganku sekarang adalah jodohku' atau 'pasanganku sekarang adalah suamiku kelak'. Makanya, keinginan Pak Banyu terkabul 'kan. Kuterima kelakuan ajaib si bapak. Kurang menerima dia gimana ya kan?

Udah gue turutin nih. Eh, dianya malah bikin suasana nggak asyik segala teleponan mesra sama mantan istrinya di depan mataku. Lagi masa pembuktian loh, Pak. Nggak lupa 'kan?

"Mau nambah?" suara Pak Banyu merebut perhatianku.

Eh. Barusan kepalaku terisi apa sih?

"Nggak ah." Aku sudah menghabiskan bento-ku. Kuletakkan sumpit lalu minum dua teguk air mineral sambil kulirik Pak Banyu yang belum selesai makan.

Jangan, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang