9. sop buah kebanyakan gula

28.7K 3.3K 106
                                    


Setelah sarapan bubur dan tak sengaja bertemu Pak Banyu pagi tadi, Gata mengantarku ke Museum Affandi di daerah Caturtunggal. Ia tidak bisa menemaniku ke dalam museum karena sudah ada janji dengan seorang narasumber di daerah Gunung Kidul. Nggak masalah sih, aku sudah biasa jalan-jalan sendiri.

Tak butuh waktu lama, aku sudah langsung menyatu dengan atmosfer museum. Menikmati setiap lukisan yang kulewati dan merasa sedang wisata rohani. Damai banget rasanya. Walau sempat berbarengan dengan rombongan anak SD yang agak rempong dan berisik, tapi suasana lorong-lorong museum ini tetap tenang.

Tanpa kusadari, ternyata aku sudah menghabiskan hampir sehari penuh di Museum Affandi. Sekitar pukul empat Gata mengirim pesan. Ia mengatakan sudah menungguku di KFC Adisucipto. Aku segera menyusulnya dan bergabung makan. Sekarang baru terasa lapar karena melewatkan makan siang dan cuma mengganjal perut dengan empat keping Regal. Setelah itu kami kembali ke Ibis saat hujan mulai turun.

Kami sempat membeli sop buah di pinggir jalan tadi. Jadi, Gata mau mampir ke kamarku dulu. Makan sop buah bersama dalihnya. I know, ini cuma modus dia doang. Biar nggak kalah dari Gebe. Tapi dia berkelit saat aku menodongnya begitu. Padahal udah ketebak banget motifnya.  Cukup pakai logika sederhana, hujan-dingin-kamar hotel. Tadaaa.

Saat kami memasuki lobby hotel, Gata berhenti mengoceh dan mencolek bahuku. "Lihat!"

Ia menunjuk ke satu arah. Aku mengarahkan pandangan ke arah yang ia maksud. Tepatnya mengarah ke sofa yang berada di tengah lobby. Aku mengidentifikasi sesaat objek di depan sana. Setelah tau, mataku terbelalak.

Seriously? Pak Banyu?

Gata menatapku seolah menemukan pencuri helm. "Itu orang beneran tetangga lo 'kan?"

"Iya lah," jawabku atas komentar penuh nada curiga yang Gata lontarkan. Sepertinya Gata sudah menahan pertanyaan itu sejak pagi tadi, cuma sungkan. Tapi kini moment yang tepat karena lagi-lagi tetanggaku itu muncul di sekitar kami, masih di hari yang sama.

"Masa bisa sehari ketemu secara kebetulan gini dua kali."

"Ya, mungkin yang kali ini nggak kebetulan. Dia 'kan udah tau gue nginep di sini."

Bukannya puas dengan jawabanku, Gata malah makin mengernyit curiga. "Berarti ada tujuannya, ya?"

"Kira-kira mau ngapain, Ta? Gue kok jadi takut, sih." Gata tidak menjawabku karena ia beralih memperhatikan ponselnya yang barusan mendapat pesan masuk. Sementara kami makin dekat dengan Pak Banyu.

Kami belum menjangkaunya, tapi Pak Banyu sudah lebih dulu menoleh. Ia langsung tersenyum akrab seperti biasa.

Aku menghampirinya tanpa keyakinan. "Pak Banyu nginep di sini juga to?" tanyaku langsung.

Ia tersenyum tipis. "Enggak kok. Saya ke sini mencari kamu."

Mencariku. Super sekali. Aku tau Gata di sebelahku menahan tawa.

"Kalian habis dari mana?"

"Makan, Pak," jawabku butuh waktu mengingat-ingat. "Eh, ini dalam rangka apa nih Pak Banyu nyari aku?" tanyaku benar-benar ingin tau.

Pak Banyu berdiri dan merapihkan kemejanya yang tetap rapih setelah duduk. "Tadinya mau makan malam."

"Makan malam?"

"Iya. Saya mau ajak kamu makan malam, tadinya."

"Renggas aja yang diajak Pak?" sela Gata bergurau.

"Saya nggak tau kalian masih berdua," balas Pak Banyu diplomatis.

Aku melirik Gata yang kembali membuka ponselnya setelah manggut-manggut puas seolah mendapat apa yang dia ingin. "Yah, telat banget, Pak. Aku udah kenyang banget. Kok tadi nggak WA atau Line, sih."

Jangan, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang