17. digrebek o(r)mas Jogja

38.6K 3.2K 261
                                    

"Bangun, Re!"

Pak Banyu menggoyang tubuhku yang terbungkus selimut. Aku diam. Tetap memejamkan mata. Tetap berharap bisa menghilang dari kasur ini sekarang juga dan mending jadi cicak di dinding hotel.

Aku sebenarnya udah bangun dari dua jam yang lalu. Aku sengaja tetap bersembunyi dalam selimut karena aku nggak mau menghadapi Pak Banyu. Demi Tuhan, malunya memuncak pagi ini. Malu banget, ya ampuhuhun!

"Ini hampir jam sembilan." Kudengar Pak Banyu mendengkus. Bersama dengan itu selimutku disibak. Aku berjenggit terkaget. Fix! Pak Banyu tau aku pura-pura masih tidur.

Ia menyingkap selimut lebih lebar. Aku makin shock dan panik karena daster-ku naik hingga sebatas pinggang. Kubuka mata karena aku merasakan pergerakan aneh di sebelahku. Pak Banyu naik ke ranjang dan berbaring di sebelahku. Di mataku, itu terjadi secepat kilat

Kedua mataku melotot lebar. "PAAAAK ...."

Ia kembali menutup selimut dan jadilah kami berdua berbaring saling berhadapan di bawah selimut dengan kedekatan yang tidak ingin kupikirkan. Aku cuma menatapnya tak percaya. Saking shock-nya, aku sampai tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

Ia tersenyum manis setelah mata kami bertemu. Satu tangannya dijadikan bantal. Tangannya yang lain membungkus pinggangku, dan bagai setrum, aku menjerit keras di depan wajahnya. Dan bukannya melepaskanku, Pak Banyu malah menarikku lebih rapat lagi dengan tubuhnya. Ia juga menggunakan kakinya untuk mengunci kakiku sebelum aku menggunakan untuk menendangnya. Jailnya itu!

"Mau ngapain? Lepasin nggak!" ancamku histeris.

"Sebentar saja."

"Pak Banyu ngapain?" Kudorong dadanya. Paling tidak, salah satu dari kami terjungkal ke lantai, itu akan lebih baik. "Jangan giniiii!"

"Sebentar saja, Re. Semalam saya kedinginan."

Boong! "Nggak perlu sama aku juga 'kan! Pakai aja sendiri selimutnya! Lepasin nggak!" bentakku putus asa. Sumpah, bercandanya jelek banget.

"Suhu tubuh kamu lebih cepat buat saya hangat dibanding selimut, itu fisika."

"Bodoamat fisika! Aku IPS! Lepasin!" teriakku tepat di depan wajahnya. Sopan santun? I care not! "Jangan macem-macem aaaaaa ... ya allaaaaaah."

"Kamu kenapa teriak sih?" Pak Banyu makin mendekapku. Kini benar-benar mendekapku hingga tubuh kami menempel. Aku reflek menggunakan tanganku untuk menamengi payudara.

"Terus kudu apa kalau aku posisi mau dimesumin gini, hah?" Aku melotot saat ia hanya geleng kapala. "Pak, ini kelewatan tau nggak, ini pelecehan. Aku bisa aduin ke komnas, ke polisi, ke kontras, ke komnas anak, ke SJW twitter ...."

"Kamu pasti akan dapat penghargaan sudah menyelamatkan saya dari hypothermia," sahutnya dengan tawa di bibir.

"Aku nggak lagi ngelucu, ya!" 

Ia kembali memberi tekanan pada pelukannya. "I know. What you're doing is a big thing. You make me feel warm and comfort, don't you?"

Aku melongo menatap cengiran anak kecilnya. Sialan! Di mana sih kata-kataku sejak semalam? Dia seenaknya begini dan aku cuma bisa melongo? Tapi Pak Banyu dengan wajah diskon keceriaan emang hal yang pasti bikin semua orang tercengang, nggak cuma aku. Atau ini bukan Pak Banyu?

Jangan, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang