Hidup di dunia yang rumit ini, aku wajib membuatnya mudah. Apa yang datang, aku jalani. Apa yang pergi, aku relakan. Termasuk saat ini, ketika Pak Banyu datang ke hidupku sebagai pria. Dia meminta diperhatikan, dia meminta kesempatan yang sama dengan pria-pria lain yang umumnya ingin menjalin hubungan romantis denganku, aku memilih kuberi saja.
Tapi perlu digarisbawahi, aku nggak terlalu serius menanggapi Pak Banyu. Dia sama seperti pria atau wanita lain yang mampir di hubunganku dan Dimas. Nggak ditolak mentah, tapi juga nggak seketika jadi alternatif.
Dengan Pak Banyu, lebih jelasnya, aku menjalani ini cuma selama aku mampir di Jogja. Setelah aku pergi dari Jogja nanti, semua bakal kembali normal seperti sebelum kami bertemu di warung Bubur Ayam Syarifah. Kami kembali jadi tetangga biasa. Hempas itu semua adegan mesra-mesra merona bareng Pak Banyu.
Delete semua gombalannya. Delete! Lempar ke recycle bin!
Tapi kayanya nggak akan semudah itu dari sisi Pak Banyu, ya 'kan?
Dia nggak cuma sekedar jadi Om-om minta disenangkan gadis unyu secantik Emma Watson ini. Dia malah jadi pria hangat yang menawariku perhatian lebih dari pacarku sendiri. Sekarang aku kepikiran, gimana nanti kalau Pak Banyu nggak mau mengakhiri ini? Gimana kalau nanti dia alot dan nggak mau berhenti?
Dia sudah menungguku selama dua tahun. Sekalinya dapat lampu hijau, sudah pasti nggak akan berhenti kan. Ya, kemungkinannya seuprit dia mau berhenti cuma karena aku meminta ini berakhir.
Dipikir sekali lagi, yang bego aku juga sih. Kok bisa gitu main-main sama tetangga sendiri. Dikepret pesonanya dikit langsung keliyengan lupa daratan. Resikonya ini loh ... bisa bikin jagadmu sendiri jungkir balik!
Lha emang siapa sih yang nggak tergiur kalau tetangganya modelan Pak Banyu?
Tapi nggak buat main-main juga to! Apalagi dia tertarik sama kamu, perasaannya terlibat. Tuh 'kan, main-main di lapangan yang salah kamu tuh!
From Pak Banyu
Share location, Renggas. Saya jemput kamu.To Pak Banyu
Langsung aja ke Sushi Tei.Setelah pamitan alot dengan Caca, akhirnya aku bisa keluar dari cafe dan memesan gojek. Tak butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di Sushi Tei. Pak Banyu sudah sampai, bisa kulihat dia berdiri di depan Sushi Tei berkutat dengan iPadnya.
Kenapa deg-deg-an banget?
Aku mencolek bahunya saat ia belum menyadari kedatanganku. Ia menoleh. Senyum kecilnya tersungging.
Gilaaa. Setelah pagi tadi tatapan membaca jiwa, sekarang senyuman memijat sukma.
"Kok nggak masuk?"
Ia mengernyit lucu. "Nungguin pasangan saya dong."
Aku cuma membalasnya dengan raut jelek yang gagal karena aku terlalu cantik.
Kami bersisian memasuki Sushi Tei.
Irasshaimase!
Pak Banyu tersenyum tipis pada pramusaji yang menyambut kami dan menerima buku menu. "Diantar teman kamu?" tanyanya begitu menoleh padaku.
"Gojek kok." Kami duduk di meja yang tak jauh dari pintu masuk.
Aku memesan Salmon Don, Kanikama Sushi, dan Chocolate wafer sebagai dessert. Pak Banyu memesan Spicy Miso Ramen dan Maguro Sushi, serta dua Green Addict untuk kami berdua.
Hari ini Pak Banyu kelihatan sibuk banget. iPad kembali jadi fokusnya setelah kami selesai memesan.
Aku jadi leluasa menikmati tampilannya yang menarik mata siang ini—sebenernya, kapanpun itu Pak Banyu as always menarik mata. Kemeja slimfit-nya sudah tidak serapi pagi tadi. Dua kancing teratasnya terbuka—akan jadi tiga kalau aku merealisasikan kegatalan tanganku untuk membebaskan pemandangan lapang di balik kemeja itu. Rambutnya agak kusut, pasti karena keseringan digaruk seperti saat ini. Anehnya, dia malah makin keren dengan penampilan nanggung rapi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan, Pak!
General FictionBANYU-RERE (01) [TAMAT-LENGKAP] Kami tetanggaan di Jakarta. Di Jogja, semua berubah.