Pulang dari kondangan, aku dan Pak Banyu mampir sebentar ke KFC Malioboro untuk membeli makan malam. Dari Hyatt tadi kami memesan taksol, sementara sekarang jalan kaki dari KFC Malioboro ke Ibis. Dengan heels 7 cm dan gaunku yang lumayan terbuka di bagian dada, ini agak merepotkan dan jadi perhatian. Tapi suasananya patut diacungi jempol. Langit makin berwarna orange—orange apa jingga suka-suka yang nyebut saja lah, lampu-lampu mulai nyala, dan keramaian mulai memenuhi Malioboro. Dilihatin orang begini aku masih bisa bodoamat. Aku jalan sama orang yang emang tiap saat jadi atensi orang lain. Jadi kuanggap saja semua orang memperhatikannya bukan aku.
Aku merasa Pak Banyu menolehkan kepala dan menatapku, jadi aku ikut menoleh. Oh, saking senangnya aku sampai meremas tangannya yang sedang menggandengku. Aku terkekeh entah untuk apa, tapi rasanya agak menakutkan di depan sana.
Lihat apa yang dilakukan tangan kita sekarang! Ini makin aneh dan menakutkan saja. Walau ia beralasan, "agar kamu nggak ketinggalan," tetap saja ... gandengan tangan!
Kupejamkan mataku erat. Sekarang terbayang lagi noda lipstik di bibir bawah Pak Banyu dan bagaimana reaksi tubuhku atas pelecehan verbalnya. Setelah itu tadi aku bahkan masih setuju saat ia bilang ingin makan malam di kamarku. I'm out of my head, right.
Sampai di kamar hotel, aku dan Pak Banyu sempat kikuk saat bersamaan menuju ke kamar mandi.
"Cieeee." Aku cengengesan mencairkan suasana. Sebenarnya, aku sedang menyelamatkan akal sehatku. Freak? Biarin!
"Duluan saja!"
"Iya lah, ini 'kan kamarku!" cebilku sambil melangkah masuk. Kututup pintu kamar mandi. Tanpa memikirkan hal lain lagi, aku melepas seluruh pakaian dan langsung mandi. Aku memang cuma butuh air.
Di tengah kegiatan mandi aku sempat merasa berdebar karena mengingat keberadaan Pak Banyu di luar. Itu mengundang gagasan-gagasan konyol makin liar di kepalaku. Pak Banyu memperhatikan suara mandiku nggak, ya? Pak Banyu mikirin aku mandi nggak, ya?
Aku menelan saliva dan langsung menyalakan shower. Gila banget! Gimana ceritanya aku membayangkan hal-hal tabu tentang Pak Banyu di saat lagi mandi gini? Ini pasti gara-gara gerak lidah jilat bibir tadi. Ya ampuuuuun, jadi kebayang lidah Pak Banyu mulu nih!
"Pipa rucika, Re, pipa rucika!"
Setelah pipa rucika berhasil menyelamatkanku, aku mematikan shower, kemudian mengambil handuk dari towel holder. Dan kemudian aku sadar ... "sial, gue nggak bawa baju ganti?"
Parah, parah, parah.
Pak Banyu di luar tau, Re! Nggak mungkin dong ngeloyor keluar cuma pakai selembar handuk?
"Gimana, nih?" Kupandang gaun ungu yang sudah teronggok di keranjang pakaian dan memikirkan solusi di kepalaku.
Ah. Mau gimana lagi?
Menahan rasa geli, kupakai lagi gaun cantik ini. Nggak apa-apa deh, nggak kotor gini.
Kubuka pintu setelah menghembuskan napas. Sekarang mau buka pintu aja rasanya kayak mau bukaan melahirkan. Beraaaaat. Dan entah bagaimana caranya mataku langsung menemukan mata Pak Banyu begitu pintu terbuka. Ia duduk di sofa, tapi rasanya ada di depan mataku.
Aku berjalan keluar. Mendadak ada kupu-kupu di perutku. Malu banget memikirkan Pak Banyu mungkin saja memperhatikan pintu kamar mandi selama aku mandi tadi. Hoi hoi hoi!
"Silakan kalau mau pakai kamar mandi, Pak!"
Pak Banyu bangkit. "Ada sikat gigi baru, Re?"
"Ada kok," jawabku tanpa menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan, Pak!
General FictionBANYU-RERE (01) [TAMAT-LENGKAP] Kami tetanggaan di Jakarta. Di Jogja, semua berubah.