Perut kenyang, nggak keluar uang, dapat rokok gratis, berlipat-lipat kegirangan Gata malam ini. Sudah gitu langsung pamit pulang. Memang kutil neraka.
Aku dan Pak Banyu menunggu kepergian mobil Gata di parking area hotel. Gata membunyikan klakson sebelum melajukan mobilnya keluar parking area. Aku melambaikan tangan singkat.
Tinggal aku dan Pak Banyu. Kuhela napas, lalu kutolehkan kepala ke samping. Alhasil, pandanganku bertemu dengan mata Pak Banyu. Bertemu lagi. Entah sudah yang ke berapa kali sejak kami makan di Solaria.
Sekarang aku jadi bertanya-tanya, kapan sih Pak Banyu nggak merhatiin aku selama kita di Jogja? Itu mata ke aku mulu! Aku nggak GR. I'm genuinely asking because every time I saw him, he's staring at me, i mean, he wouldn't stop staring at me. Why?
Dia agak creepy.
"Pak Banyu bawa mobil 'kan?" tanyaku.
Ia mengangguk. "Saya mau bicara sebentar, bisa?" lanjutnya.
"Oh, apa?"
Pak Banyu tampak mempertimbangkan sesuatu sesaat. "Bicara di dalam boleh?"
"Mau bicara apa sih?" Aku mengernyit, kayak penting banget. "Ya udah ayo!"
Begitu di kamar aku menyilakan Pak Banyu duduk di sofa. Aku ikut duduk di sebelahnya. Kuambil Chitato di meja lalu memusatkan perhatian pada Pak Banyu.
"Apa nih, Pak?" tanyaku makin penasaran.
"Besok kamu punya rencana ke mana, sore?" tanyanya.
Hmm. Belum punya rencana ke mana-mana besok. Aku bersandar di sofa sambil nyemil Chitato rasa kentang. Kentang banget ini rasanya, serius. "Ke ... pantai kayanya."
"Pantai?"
"Iya," jawabku yakin.
"Dengan?"
"Dengan siapa yaaaaaaa?" Aku malah menaik-turunkan alis.
Ia mendesah. "Mau temani saya ke pernikahan rekan saya?"
"Hah?" Aduh, kesemprot kan, Pak!
Woi. Ini nggak lucu banget deh. Chitatonya benar-benar menyembur dari mulutku. Shit! Aku reflek mengusap remahan Chitato yang mendarat di kemeja Pak Banyu.
"Sorry, sorry, Pak."
Rusuh amat kagetky kayak preman terminal tawuran. Malu-maluin, ya ampun.
Sempat kurasakan otot dada Pak Banyu menegang saat kuusap. Kemudian ia terkekeh terhibur. Aku jadi ikut terkekeh. Terkekeh gamang, sadar, pegang-pegang dada Pak Banyu gini. Eh, ini sudah kategori grepe-grepe nggak sih?
"Kotor, deh."
"Biarkan saja," ungkap Pak Banyu setelah aku selesai membersihkan kemejanya. "Saya antar kamu ke pantai lusa, tapi besok kamu temani saya ke pernikahan rekan saya. Bagaimana?"
Loh. loh. Aku tertawa. Ceritanya mau negosiasi? "Ini Pak Banyu minta ditemani ke kondangan gitu?"
"Iya, kondangan."
Jadi pasangan Pak Banyu gitu? Aduh duh, berat. "Enggak deh, Pak."
Kulihat kernyitan kecewa di wajahnya. "Ayo lah, Re!"
Aku menggeleng.
"Please!"
"Temen Pak Banyu aja lah, 'kan banyak di sini." Aku melempar Chitato ke meja.
"Tapi kamu yang saya pikirkan."
"Eh?"
Nggak aneh kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan, Pak!
General FictionBANYU-RERE (01) [TAMAT-LENGKAP] Kami tetanggaan di Jakarta. Di Jogja, semua berubah.