Bab 2
Kirana sayang, Kirana malang.
Selain benci pelajaran Sejarah, aku juga benci pemandangan di depanku ini. Harusnya tadi kutolak saja acara modus menemani Dee kalau tahu akan berakhir pemandangan paling norak sepanjang masa. Mau tau pemandangan paling norak abad ini?
Pemandangan Maretta yang sedang bermesraan dengan Gema Mahardika!
Masih bingung?
Sebenarnya sih tidak akan jadi norak-norak amat kalau posisi Maretta adalah aku atau bukan Gema yang sedang bersama Maretta.
Dan yang aku sebut bermesraan adalah Gema yang sedang mengajari Maretta entah-apa-aku-enggak-mau-tau dengan posisi berhadapan.
Ugh! Sialan!
Maretta akhirnya mengalihkan pandangan dari Gema ke arahku, mungkin dia merasa sedang ditatap laser panas dari kerak neraka paling dalam atau sebenarnya hatiku yang panas?
Habis gimana dong? Gema itu gebetanku!
Ge. Be. Tan. Ku.
Yang artinya adalah pacar dari Maretta sendiri. Jadi, aku mengangkat bendera permusuhan dan menabuh genderang perang dengan Maretta saat Gema memutuskan untuk menyatakan cintanya pada Maretta tiga bulan lalu. Dan omong-omong berarti aku sudah tiga bulan musuhan dengan Maretta.
Maretta yang melihatku langsung tersenyum, model senyum menyapa orang yang tidak akrab maklum saja aku kan beda kelas dengan dia. Gema yang mungkin bingung dengan Maretta yang tiba-tiba tersenyum akhirnya menolehkan kepalanya padaku, aku yang sendari tadi memasang wajah malaikat penjaga pintu neraka (karena aku sedang berada di pintu kelas) langsung tersenyum lima jari. Eh berlebihan tidak sih? Sepertinya tidak karena Gema membalas senyumku dengan... Kikuk? Tidak apa deh. Mood-ku sudah lebih bagus kok.
Atau tidak lebih bagus. Pasalnya setelah acara lempar-melempar senyum basa-basi mereka kembali 'asik bermesraan' lagi.
"DEE!" teriakku sebal.
Dee yang sedang tertawa manja dengan gebetannya menoleh ke arahku. Setelah (mungkin) melihat wajahku yang tidak lebih jelek dari banteng yang sudah hampir hilang kendali dan akan mengamuk, Dee buru-buru berpamitan pada Juro, gebetannya. Lalu, dengan cepat menarikku kembali ke kelas. Sebelum dia menarikku seperti menarik kerbau aku melepaskan tangannya yang menggandengku dan berbalik arah.
"Kira, mau kemana?"
Aku menjawab sambil lalu, "Kantin."
Dee dengan cepat mensejajarkan langkahnya denganku. Dia tidak bicara apa-apa lagi tau mood-ku sedang hancur lebur sejak tiga bulan yang lalu.
"Ki, masa mood lo gak balik-balik sih?" tanya Dee saat aku sudah selesai mengantri es jeruk.
Aku menyedotnya hati-hati, tidak mau me-reka ulang adegan tersedak biji jeruk. "Bisa, bisa balik."
"Udah baikan?"
"Kalo mereka putus gue baikan kok, mood gue langsung tertata rapi."
Dee mendengus lelah, "Emang lo ada usaha apa biar Gema notice lo?"
Aku diam tidak berniat menjawab pertanyaan Dee yang tidak butuh jawaban itu.
"Kerjaan lo kan cuma main petak umpet sama Gema, mana mungkin Gema ngeh kalo lo naksir dia?"
Dee menatapku lama, "Gini ya Ki, lo kalo ada Gema aja cuma liatin dia kaya monyet liatin pisang giman-"
Aku melotot mendengar analoginya, " Heh! Siapa yang lo maksud monyet?" tanyaku sewot.
"Eh, sori-sori deh, ya gimana dong? Lo kan tau Maretta cewek populer, pinter juga, beken, daya pikatnya tinggi bahkan ni ya? Dia gak perlu susah-susah buat dapetin Gema, orang Gema naksir duluan sama Maretta. Jadi lo sama sekali gak ada harapan, Kirana."
Ouch! Jahat banget gak sih ucapan Dee itu? Aku jadi bertanya ulang deh, dalam hati. Dee itu temanku atau Maretta sih? Oke deh, yang dibilang Dee itu bener seratus persen. Ya habis aku harus gimana? Gema kan cowok populer, aku kentang gini masa nekat ngejar-ngejar dia, aku kan masih punya malu!
Sebenernya juga, musuhin Maretta cuma ada dalam hatiku aja kok, gak bener-bener sampe bully dia. Lagian, aku? Bully Maretta? Bisa bonyok aku digebukin satu sekolahan. Maretta kan anak kesayangan satu sekolah. Oke, sepertinya aku baru saja menjabarkan betapa banyak jurang perbedaanku dengan Maretta. Jadi, tidak ada gunanya aku memusuhinya walau hanya dalam hati.
Tapi aku tetep sakit kalo liat mereka berduaan terus, aku kan belom move on! Mana bisa aku move on dari Gema Mahardika?
Yeah, kisah cintaku yang tragis.
"Kira!"
Aku tergagap saat Dee menepuk pipiku, "Apaan sih?"
"Udah bel masuk tau! Lo ngapain bengong kaya orang bego?"
Dee yang super sadis!
"Lagi mikir betapa berbedanya elo sama Maretta ya?" tanya Dee tidak berperasaan yang sialnya tepat sasaran.
Aku buru-buru menghabiskan sisah es jerukku yang tinggal separuh. Sial lagi, sudah tidak manis lantaran terlalu lama kupelototi.
"Buruan!" teriak Dee yang sudah jauh di depan.
Dengan cepat aku menyusulnya, tapi di hentikan oleh teriakan Bu Kantin yang menggelegar itu.
"Neng Kira! Bayar dulu atuh!" teriak Bu Kantin memenuhi sepenjuru kantin.
Sial! Sial! Sial!
Malu man!
Aku berlari kecil menyusul Dee setelah memberikan uang tiga ribu rupiah lecek kepada Bu Kantin. Amit-amit, tobat deh aku lupa bayar di sini. Mau balas teriak "Hutang!" Hei! Memangnya aku sudah tidak punya malu?[]
![](https://img.wattpad.com/cover/209855976-288-k606895.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kira's Time Traveller
FantasíaAda banyak hal di dunia ini yang Kirana benci. Tapi, posisi nomer satu diambil oleh Pelajaran Sejarah juga Bu Maryam guru sejarahnya, lantaran Kira selalu kena hukum. Pokoknya Kira benci Sejarah. Selain Sejarah, nomor kedua yang dibencinya adalah Ma...