Ocy terbangun pukul lima pagi, sedangkan Nico masih terlelap.Ocy pergi ke kamar mandi, setelah mandi ia pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan, di dapur sudah ada pembantu yang menyiapkan bahan untuk di masak.
"Biar saya bantu, bi." Ocy mengambil alih pekerjaan memotong bawang.
"Jangan Non, biar bibi aja, Non Ocy duduk aja ya."
"Gak papa bi, bibi cuci sayur aja, biar saya yang iris bawangnya." Ocy tersenyum meyakinkan, bi Minah pun hanya menurut saja.
Tak lama masakan mereka pun jadi "bi, saya pergi ke kamar dulu ya."
"Baik, Non." Bi Minah membungkuk tanda hormat.
Ocy pergi ke kamarnya, tidak mendapati Nico di sana, terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Ocy menunggunya di tepi ranjang.
Tak lama Nico keluar hanya menggunakan handuk yang tergulung di bawah perut. Nico menatap istrinya yang sedang duduk, sedangkan Ocy tidak menyadari keberadaan Nico karena sedari tadi dia hanya menunduk sambil menatap lantai.
"Cy?" Nico menghampiri istrinya. Ocy mendongak, ia langsung berdiri dan menunduk memejamkan mata.
"Kenapa?" Nico bingung kenapa istrinya tidak mau melihatnya, Ocy hanya menggeleng.
Nico baru sadar ia tak mengenakan pakaian. ia tersenyum lalu menuju lemari pakaiannya, mengenakan baju kaus hitam dan celana panjang, lalu menghampiri istrinya yang tidak bergerak sedari tadi.
"Hey." Nico memegang pundak istrinya. "Mau Sampai kapan nunduk gitu?" Nico tersenyum. Ocy mendongak menatap Nico masih dengan tatapan takutnya.
"Ayo turun." Nico merangkul Ocy, Ocy tersentak kaget, tapi tetap menurut. Nico tersenyum geli melihat kelakuan istrinya yang terlihat canggung saat bersamanya.
Mereka makan hanya berdua, karena Alex sudah terbang ke Amerika. Entah kapan ia pergi, ia tidak memberitahu Nico ataupun Ocy.
"Ini gak kaya biasanya." Nico menatap makanannya.
"Kenapa, gak enak ya?" Ocy bertanya panik dan takut.
"Bukan gitu, rasanya enak banget, pasti yang masak nambahin bumbu cinta." Nico menggoda istrinya, karena dia melihat istrinya memasak bersama bi Minah tadi.
Ocy menghela nafas lega, dia takut masakannya tidak enak. Nico kembali memakan makanannya sampai habis, sedangkan Ocy tidak menyentuh makanannya lagi.
"Kenapa gak di habisin?" Nico menatap Ocy yang tertunduk sambil memainkan kuku jarinya.
"Aku kenyang." Jawabnya pelan.
"Astaga! Cuma makan beberapa suap kamu langsung kenyang? Aku gak mau tau, pokoknya makanan di piring itu harus habis." Nico berucap tegas.
Ocy mendongak, menggigit bibir bawahnya supaya tidak menangis. Dia menatap Nico takut. "Tapi aku sudah kenyang."
Nico menghela nafas berat "yasudah. jangan nunduk terus, liat aku, kenapa kamu kaya takut gitu kalo ngeliat aku?" Nico sedikit maju supaya dapat melihat wajah istrinya yang tidak mau menatapnya.
Nico menangkap kedua pipi Ocy supaya mau menatapnya, Nico tercengang melihat wajah ketakutan istrinya.
"Ja-jangan marah...." Ocy terisak, dia menangis.
"Kamu kenapa? Aku gak marah Cy." Nico panik, dia berdiri mendekat. Lalu memeluk istrinya, membiarkan dia menangis di dada bidang Nico. Nico membelai pucuk kepala istrinya lembut. "Sudah, sudah. Maaf, aku gak bermaksud buat kamu nangis."
Ocy mundur selangkah lalu menghapus air mata di pipinya dengan kasar, dlia menunduk dan sesekali terisak. Nico menangkup pipi Ocy, sedikit membungkuk lalu mencium kening istrinya beberapa saat. Dia menempelkan keningnya dan ujung hidungnya di kening dan hidung Ocy. Menatap tepat ke manik mata Ocy. "Maaf...." lirihnya.
Ocy mundur beberapa langkah, dia tidak lagi menangis.
"Yaudah deh, supaya kamu maafin aku, sekarang kamu siap-siap, kita pergi ke mall. Oke?"
Ocy menggeleng kuat. "kamu aja, aku gak mau ikut." Ocy semakin menunduk.
"kenapa?" Tidak pernah ada yang menolak Nico seperti ini sebelumnya.
"Aku takut, takut ketemu mama, Alin, semuanya. Aku takut." Ocy semakin mundur.
"Ada aku Cy, jangan takut." Nico mendekati Ocy yang semakin mundur. "Sekarang kamu siap-siap ya, aku tunggu di mobil. Gak ada penolakan."
Setelah ngomong itu, Nico langsung pergi keluar meninggalkan Ocy yang masih tertunduk.
Nico menunggu di dalam mobilnya, mobil pemberian papanya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke dua puluh empat, dua bulan yang lalu.
Tak lama, Ocy menghampirinya menggunakan jaket putih dan jens hitam. tanpa make-up, serta rambut yang terurai indah, sangat sederhana. Jika saja Ocy tidak menunduk dan murung, mungkin akan sangat cantik.
Ocy masuk ke dalam mobil, Nico melajukan mobilnya, sesekali dia melirik Ocy, istrinya itu tampak gelisah.
"Cy?" Nico khawatir, sebenarnya Nico memaksa Ocy supaya istrinya itu tidak takut lagi, tidak ada yang perlu di takutkan. Tapi, melihat wajah istrinya yang tampak pucat itu Nico jadi tidak enak hati.
"Kamu gak papa? Apa kita pulang aja?"
"Jangan, aku gak papa." Tidak sedetikpun Ocy memandang suaminya.
"Pegang janji aku, aku gak bakal ninggalin kamu." Nico menggenggam tangan Ocy sambil tersenyum, Ocy pun merasa agak tenang.
Mereka sudah sampai di salah satu mall terbesar yang ada di sana.
sekarang mereka sedang memilih-milih baju untuk Ocy, sebenarnya yang lebih antusias adalah Nico, karena dari tadi Ocy hanya diam menurut.
Tidak terasa waktu berjalan cepat. Sekarang sudah siang, Ocy pun terlihat lelah.
"Kita makan dulu ya, tadi pagi kamu cuma makan sedikit." Ocy hanya menurut saja.
Setelah makan, mereka langsung menuju rumah. Nico membawa barang-barang belanjaannya menuju kamar mereka. Ocy duduk di pinggir kasur.
"Kmu kenapa beli barang sebanyak ini?" Nico terdiam.
"Aku cuma pengen buat kamu seneng aja." Nico menghampiri istrinya dan duduk di sebelahnya.
"Tapi kamu terlalu boros. Banyak orang di luar sana banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, tidak seharusnya kita menghambur-hamburkan uang seperti ini." Ocy berbicara sambil menunduk, tidak berani menatap suaminya dalam jarak sedekat ini.
Nico tersenyum memandang istrinya, tidak salah ia memilih Ocy menjadi teman hidupnya, walaupun mungkin Ocy belum menyukainya, tapi Nico tidak akan menyerah.
Tanpa menanggapi perkataan Ocy tadi, Nico langsung memeluk istrinya dan menciumi keningnya. Ocy tidak membalas pelukan suaminya, dia hanya diam menunduk.
Seperti diam dan menunduk itu adalah kebiasaannya.
"Cy, mulai Minggu depan aku bakal pergi ke kantor, ngurus perusahaan papa yang ada di sini." Setelah mengatakannya, Nico beranjak pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.
"Cy, mandi. Habis mandi langsung tidur, aku mau ke ruang kerja papa dulu." Nico pergi meninggalkan Ocy di kamar sendiri.
Ocy pergi ke kamar mandi. Setelah mandi Ocy pergi ke tempat tidur, dia sangat capek, seharian mengelilingi mall. Tak lama diapun terlelap.
***
TINGGALKAN VOTE KOMENNYA YA ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
sólo tu [End]
RomanceKritik dan saran sangat saya butuhkan. ♥️🌷♥️ "Entahlah...kalo kamu minta, pasti aku berikan. Selama ini kamu tidak memintanya...." Ocy menjawab kesal. "Jadi, boleh?" Nico memastikan. Mau tau kelanjutannya? Di baca ya:") VOTE & KOMEN JUGA YA!!🌷♥️�...