duapuluhempat

2.9K 71 19
                                    

"Aku rela." singkat, padat dan jelas.

Deg!

Nico seketika menoleh dan menatap Ocy, Ocy pun melakukan hal yang sama, menatap suaminya.

"Aku tidak tau siapa saja wanita yang mendekatimu, aku tidak tau siapa saja wanita yang menginginkanmu." Ocy menjeda ucapannya dan memegang dadanya, berusaha tegar. "Tapi, yang aku tau, jika kamu meresponnya maka kamu sudah siap untuk kehilangan aku."

Nico bungkam.

"Titik puncak rasa sayang itu ketika rela melihat orang yang di sayangi bahagia bersama orang yang ia sayang." Terbentuk lengkungan indah di bibirnya tapi tidak dengan air mata yang membanjiri pipi.

"Aku rela...."

"Sudah?" Nico menatap istrinya bertanya, Ocy menunduk dan mengusap air matanya.

Nico menangkup pipi Ocy untuk menatapnya.

"now listen to me," ucapnya lembut.

"Untuk yang terakhir kalinya aku bilang, ini cuma salah faham. Kamu bakal tau semuanya nanti, gak sekarang." Nico mengecup kening istrinya beberapa lama.

"Kenapa aku harus nunggu sampai nanti itu tiba? Kenapa gak kita selesaikan sekarang?" Air mata tak hentinya berlomba-lomba untuk keluar.

"Karena itu waktu yang tepat untuk kamu tau semuanya. Sekarang jangan pikirkan apapun, aku gak mau istri dan anakku kenapa-napa, okay?" Ocy mengangguk pelan.

Walaupun ia menganggukkan kepalanya, tapi ia terus bertanya tanya tentang semua itu.

Apakah setelah nanti itu tiba, ia akan berpisah dengan suaminya?

Apakah setelah nanti itu tiba, suaminya akan meninggalkannya?

Apakah setelah nanti itu tiba, Ocy akan kembali sendiri dalam sepi?

Apakah setelah nanti itu tiba,....

Ocy terus menerka-nerka apa yang akan terjadi setelah nanti itu tiba, sampai Nico beberapa kali memanggil namanya ia tetap diam tenggelam dalam lamunan.

"Ocy?" panggilnya untuk kesekian kali sambil memegang pundaknya.

Ocy tersentak dan menatap suaminya bertanya.

"Sudah aku bilang, jangan pikirkan apapun. Satu yang harus kamu tau, setiap detik yang aku lalui, hanya ada kamu disini." Nico memegang dadanya.

Ocy memandangnya dengan tanpa ekspresi, apalagi ini? Pikirnya.

"Jika setiap detiknya hanya ada aku, tidak akan ada dia di antara kita." Ocy beranjak dan pergi keluar kamar dengan membanting pintu.

"Astagah!" Nico mengerang frustasi.

"Apa yang aku bicarakan selalu bisa ia jawab." Ucapnya sambil tersenyum.

"Lihat saja apa yang akan terjadi saat hari itu tiba, kau tidak akan bisa berkata-kata lagi istriku tercinta." Sudut bibirnya terangkat membentuk seringaian.

Setelah mengatakan itu Nico beranjak dan pergi ke kasurnya, lalu tak lama ia tenggelam dalam alam mimpi.







...








Nico mengerjap, ia menatap jam menunjukkan pukul tujuh sore, dia menatap sekeliling kamarnya mencari keberadaan Ocy, namun tidak ada. Mungkin di luar pikirnya.

Nico duduk di tepi kasur dan tersenyum mengingat bahwa istrinya itu tengah mengandung, "aku bakal jadi seorang ayah? Secepat itu? seems very fun."

 sólo tu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang