Sesampainya di rumah, Nico langsung pergi ke lantai atas, membuka pintu kamar dan mendapati istrinya sedang duduk di sudut ruangan.
"Cy?" panggilnya dengan nada dingin. Ocy mendongang menatap Nico yang berdiri di ambang pintu, Ocy tersenyum lalu berdiri, menghampiri Nico, berjalan tertatih, mengabaikan sakitnya.
Ocy memeluk Nico sangat erat. "maaf, Nico." Dia kembali menangis dalam pelukan suaminya.
Nico terpaku menatap istrinya yang sangat kacau dan berantakan, dia pun tidak mengganti pakaiannya sedari pagi. Nico melepas pelukan Ocy, lalu memegang kedua tangan Ocy yang di perban asal-asalan.
"Kenapa di perban?" Ocy tidak menjawab dan terus terisak sambil menunduk.
Nico melihat ke sudut ruangan, bersih. Tidak ada pecahan piring yang ia lempar tadi pagi. Dia menghela nafas panjang, merasa bersalah atas tindakannya.
Nico mendudukkan istrinya ke tempat tidur, mengambil kotak p3k di lemari, lalu mengobati luka di tangan istrinya, cukup parah.
"Sudah Nico, sakit." Ocy menyembunyikan tangannya di punggungnya dan kembali menangis.
Nico kembali mengambil tangan istrinya, dan mengobatinya.
"Pelan-pelan Nico, sakit." Ocy kembali terisak.
"Sudah makan?" Tanya Nico sambil memperban tangan istrinya.
Ocy menunduk dan menggeleng, Nico mengusap wajahnya kasar.
"Maaf Nico." Ocy memegangi baju Nico. Nico memegang kening istrinya, panas.
"Tunggu sebentar, aku ambil air untuk ngompres kamu, sama nyuruh bibi buat bubur." Nico berdiri, tapi bajunya di tarik oleh istrinya.
"Jangan pergi...." lirihnya, ia kembali meneteskan air matanya. "Jangan tinggalin aku lagi, maaf." Ocy kembali menangis sesenggukan.
Nico mendekap istrinya, mengelus rambut panjangnya lembut, dan mencium pucuk kepalanya. "Maaf, gak seharusnya aku ninggalin kamu tadi." Ocy menangis dalam pelukan hangat suaminya.
"Kamu baring dulu ya, aku keluar sebentar." Ocy menggeleng.
"Sebentar doang kok, kamu tunggu dulu ya." Nico langsung pergi memanggil bi Minah, menyuruhnya membuat bubur, padahal sudah pukul sebelas malam.
Nico kembali ke kamar membawa mangkuk berisi air untuk mengompres Ocy, Ocy tertidur sambil memegangi perutnya dan merintih, seperti kesakitan. Nico menatap istrinya sendu sambil meletakkan kain basah di dahi istrinya. Niko mengangkat sedikit baju istrinya keatas, lalu mengelus perut rata Ocy perlahan, Ocy sedikit nyaman saat merasakan sentuhan hangat di perutnya.
Toktoktok....
"Masuk."
"Permisi tuan, ini makanannya." Bi Minah masuk dan meletakkannya di atas meja samping tempat tidur.
"Terimakasih, bi."
"Sama-sama tuan, saya permisi." Bi Minah membungkuk lalu keluar dan menutup pintu kamar tuannya.
"Cy, kamu belum makan dari pagi, makan dulu ya." Niko membangunkan Ocy sambil menepuk pipinya pelan. Ocy hanya berdehem dan menarik selimutnya menutupi seluruh wajahnya.
Sebenarnya bukan sedari pagi Ocy tidak makan. Tapi, dari kemarin pagi.
Nico berdiri, tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, dia pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan diri dan pikirannya. Dia merasa sangat bersalah, karena dia Ocy menjadi seperti ini.
Saat Nico keluar dari kamar mandi "Ocy!" Ia mendapati Istrinya gemetar hebat, bibirnya sangat pucat, dan suhu tubuhnya semakin tinggi.
"Ocy, ayo kita pergi ke rumah sakit." Nico mengangkat istrinya, membawanya ke dalam mobil lalu pergi menuju rumah sakit.
***
Jangan lupa vote komennya ya ♥️
Sayang kalian 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
sólo tu [End]
RomanceKritik dan saran sangat saya butuhkan. ♥️🌷♥️ "Entahlah...kalo kamu minta, pasti aku berikan. Selama ini kamu tidak memintanya...." Ocy menjawab kesal. "Jadi, boleh?" Nico memastikan. Mau tau kelanjutannya? Di baca ya:") VOTE & KOMEN JUGA YA!!🌷♥️�...