Hallo....
Bertemu kembali dengan Via dan Bowo dengan versi yang pastinya akan lebih menarik.
Apa itu? Silakan dibaca aja ya.
Tinggalkan vote dan komen/review karena akan ada Best Riders yang dipilih oleh Grass Media. Jadi jangan pergi tanpa jejak ya. Mungkin saja kamu yang terpilih.
Selamat membaca.
Love.
"Bangsat...!!! Akan kuhajar keparat itu! Akan kuhajar!!!"
Buku-buku jari Firga sudah memutih, amarah tak dapat lagi dibendungnya dan berakhir dengan meninju dinding di sampingnya dengan keras. Beruntung tangannya tidak berdarah.
"Hei... sabar Bro, lo nggak boleh begitu. Mereka masih terikat pernikahan lho!"
Irsan mencoba meredakan amarah Firga. Dia tahu, sahabatnya ini sangat terpukul melihat Via yang kini terbaring dengan luka pada keningnya. Luka yang disebabkan oleh suaminya. Irsan juga merasakan yang sama tetapi dia mencoba bersikap bijak dengan tidak meluapkan emosinya. Mereka berdua adalah sahabat Via yang selalu sigap berada di sana kala Via membutuhkan.
"Sekali lagi dia berbuat seperti itu pada Via, gue nggak segan membunuhnya!" Seru Firga lalu mendengus dengan kesal. Wajahnya mengeras sampai urat di sekitar dahinya terlihat menonjol. Dari awal Firga sudah ragu dengan Bowo, tetapi dia bisa apa jika Via dan papanya tidak menolak lamaran lelaki itu. Firga dan Irsan tak sekalipun menyakiti Via, bahkan berkata kasar pun tidak pernah. Mereka sangat menjaga Via. Mengapa justru suaminya yang berbuat demikian? Apa kesalahan yang dilakukan Via sehingga mendapatkan luka itu? Selama mereka bersama, Via adalah sosok wanita yang lembut namun sangat tegas.
Via membuka mata, di sekelilingnya hanya terlihat dinding berwarna putih, beberapa peralatan kedokteran dan bau obat yang sangat menyengat indra penciumannya. Tempat ini selalu membuatnya trauma ketika dulu dia ambruk dan hampir saja 'pergi'.
"Tuhan, mengapa aku berada di tempat ini?" Via meratap dalam hati sembari menekan kepalanya yang terasa perih.
Sebulan yang lalu, dirinya seolah dipaksa, atau bisa juga malah terpaksa menerima lamaran Radibowo Hadipratomo. Tepatnya, papanya tidak bisa menolak lamaran pria itu. Yang Via tidak tahu, alasan dibalik papanya tidak punya kekuatan untuk tidak mengiyakan permintaan Bowo menikahinya. Seolah ada rekayasa pria itu melamarnya. Namun Via tidak sampai hati menolak ketika papanya memintanya untuk menerima lamaran Bowo. Tinggal papanya-lah, satu-satuya keluarga yang masih dimilikinya. Maka Via akan berusaha sekuat tenaga menjaga papanya dari orang-orang yang akan menjatuhkannya.
Bowo, lelaki tinggi tegap dan gagah, punya aura maskulin yang sangat dominan, namun punya sikap keras dan kaku dengan tatapan yang tajam, seperti menyiratkan dendam tak kasat mata. Kadang Via was-was jika tak sengaja mereka berpapasan. Namun yang Via syukuri, walaupun mereka sudah menikah, Bowo tidak pernah memaksakan agar Via menjalankan kewajibannya. Menurut Via, Bowo memiliki sikap demokratis dalam urusan rumah tangga. Tampangnya memang menunjukkan tipe pria yang tidak suka dibantah, tetapi dalam bersikap dia bisa memberikan toleransi walau dalam diam.
Ya, itulah yang terjadi, mereka sudah resmi menikah tetapi belum pernah bersentuhan, ngobrol dengan durasi yang lama, malah nyaris tanpa komunikasi jika tidak ada keadaan yang memaksa atau duduk berdua sambil menonton televisi. Tidur pun di kamar yang berbeda. Jika saja papanya tahu kondisi ini, Via tidak bisa memprediksi tindakan apa yang akan diambil oleh papanya.
Di mata Via, Bowo masih berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab. Dia sangat memperhatikan kebutuhan Via. Via diberi tanggung jawab penuh pada rumah yang mereka huni saat ini. Bowo pun menyerahkan sepenuhnya penataan rumah mereka pada Via. Sebenarnya Bowo sudah memiliki apartemen yang sudah dihuninya tiga tahun yang lalu sejak memutuskan kembali ke tanah air mengurus perusahaan keluarga yang begitu saja ditinggalkan papanya. Namun setelah menikah dengan Via, dia membeli rumah yang menurutnya lebih layak huni. Dia tahu dari ayah mertuanya, Via sangat hobi memelihara tanaman. Hobi ini tidak akan bisa dilakukan Via jika mereka menetap di apartemen. Itulah alasan Bowo sehingga memutuskan membeli rumah yang berdekatan dengan rumah ibunya di kawasan Jakarta Selatan. Rumah yang menurut Via terlalu besar untuk mereka huni berdua saja.
Sesibuk apa pun, Bowo akan selalu sarapan dan makan malam di rumah. Bowo juga tidak pernah mengeluh atau mencela masakan Via. Dari pengamatan Via, Bowo adalah tipe lelaki yang senang di rumah jika tidak ada kesibukan di luar. Mereka pun sebenarnya punya selera yang sama pada musik. Yang lainnya, hobi mereka sama lebih suka menghabiskan waktu membaca. Di rumah itu, ada satu ruang khusus yang dijadikan ruang baca dengan koleksi buku yang cukup beragam. Ruang baca yang sekaligus berfungsi sebagai ruang kerja Bowo. Selain di ruang tengah, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di ruang baca sembari mendengarkan musik favorit.
***
Bowo mengerang, meremas rambutnya dengan kasar. Dia telah menyebabkan istrinya harus dirawat di rumah sakit. Seharusnya dia tidak gelap mata tadi. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Hanya ada penyesalan yang kini menderanya.
Lama Bowo memandangi Via yang tertidur setelah luka di kepalanya sudah ditangani Dokter. Wajah cantik yang selalu memancarkan kelembutan namun sering kali Bowo menangkap kekhawatiran jika kebetulan mereka tidak sengaja bertatapan. Sepertinya telah ada rasa yang kini bermain di hatinya. Rasa yang dia tidak tahu jika itu sudah bersemayam di hatinya sejak dahulu. Dia menyesal telah berbuat kasar pada Via. Kini dia harus mencari cara agar Via bisa memaafkannya. Walaupun mustahil maaf itu ada, namun dia akan berusaha sekeras yang dia bisa.
Awal kejadiannya saat Bowo melihat Via makan siang dengan seorang pria di restoran. Saat yang sama dia juga berada di sana bertemu teman-temannya untuk urusan kerjaan. Dendam yang selama ini berusaha disingkirkan menyeruak keluar. Dendam dan cemburu yang menyatu membuat Bowo tidak bisa lagi menjaga sikapnya. Hatinya diselimuti amarah. Bowo setengah menyeret Via masuk ke mobil memaksanya kembali ke rumah. Sebelum Bowo menghujaninya dengan kata-kata, Via telah berusaha menjelaskan alasannya berada di restoran tersebut, namun Bowo seolah menutup gendang dengarnya. Hatinya gelap dan tak ada celah ruang yang bisa menerima penjelasan Via.
"Aku hanya menggantikan bosku untuk menemaninya makan siang sambil membicarakan kontrak kerja kami yang baru," jelas Via sedikit gemetar. Bowo dengan mode marah memang terlihat sangat menakutkan.
"Begitu?!!!" hardik Bowo.
Bowo terlanjur kalap. Di pintu, ketika mereka telah tiba di rumah, Bowo mendorong Via masuk dengan kasar. Via yang tidak siap, terjatuh dan kepalanya membentur ujung meja, darah pun mengucur cukup banyak dan membuat Via pingsan. Untung saja kaca meja tidak ikut pecah. Jika saja hal itu terjadi, bisa dipastikan luka Via akan bertambah parah. Melihat kondisi Via yang sudah pingsan, barulah Bowo tersadar lalu panik. Dengan terburu dia menyambar tubuh istrinya melarikannya ke rumah sakit.
Malam sudah larut ketika Via terbangun dan berusaha duduk, namun sakit di kepalanya belum juga hilang. Sudah tidak ada Bowo di ruang itu. Via memegang kepalanya yang masih berdenyut walau tadi sudah diberikan obat penghilang nyeri oleh Irsan. Via tidak akan memaafkan Bowo. Lelaki itu telah berbuat kasar padanya. Baru kali ini Via mendapatkan perlakuan kasar dan itu dari orang terdekat, suaminya. Keluar dari rumah sakit, Via sudah memutuskan akan kembali ke rumah papanya. Terserah Bowo menerimanya atau tidak, Via tidak peduli. Keputusannya sudah bulat.
*****
Nah, gimana?
Sudah ketemu yang berbeda?
Aku tunggu ya komen/reviewnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendar Melati (complete)
RomanceTulisan ini diikutkan dalam GMG Hunting Writers 2021 ~*~ Via sama sekali tidak menyangka jika alur kehidupan mengharuskan dia menjalani pernikahan dengan Bowo. Pernikahan yang tidak didasari rasa cinta sedikit pun. Ayahnya hanya meyakinkan Via, jik...