23. Keputusan Yang Sulit

4.5K 416 5
                                    

Via terbangun dengan mata sembab. Semalam dia menangis dan akhirnya bisa tertidur karena kelelahan. Keputusan telah diambil, dan Via siap menerima resikonya. Via melangkah ke cermin, bengkak matanya sudah mulai berkurang namun banyangan hitam di bawah mata sangat jelas. Jika ada yang melihatnya akan tahu dia habis menangis dan kurang tidur. Via ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Masih hari Sabtu, itu artinya Via hanya di rumah. Jika biasanya hari Sabtu Via ke RPTRA, hari ini belum, masih libur sesuai izin yang dia minta ke rekannya. Sudah jam delapan lewat namun, Via masih malas ke luar kamar. Tetapi tugasnya harus dia jalankan, membuat sarapan kemudian bersih-bersih dan menyiapkan makan siang.

Via membuka pintu kamar dan berjalan menuju dapur. Tidak ada bunyi apa pun yang terdengar. Sepertinya Bowo juga masih tidur. Ketika membuka tempat roti, Via ingat, lupa membelinya kemarin. Pagi ini Via memutuskan membuat nasi goreng dan omelet saja. Terserah Bowo memilih yang mana.

Setelah sarapan siap, Via meletakkannnya di meja makan, kemudian mulai membereskan rumah. Seminggu ditinggal, rumah tetap bersih karena Bowo menugaskan asisten di rumah mamanya untuk membersihkan. Via hanya mengelap beberapa hiasan ruangan saja, menyapu kemudian menuju halaman untuk melihat tanaman-tanaman kesayangannya. Tidak ada yang berubah, Via tetap melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Dia kemudian sudah asyik di halaman. Dan sampai jarum jam menunjukkan angka sepuluh, belum ada tanda-tanda Bowo bangun. Via rada cemas. Baiknya dia lihat ke kamar saja.

Pintu kamar dia buka, tetapi tidak ada Bowo di sana. Via kembali ke ruang makan. Mungkin Bowo keluar. Tetapi pagi-pagi begini, Bowo ke mana? Atau ke rumah Farni? Sudahlah, Via akhirnya duduk dan menikmati sarapannya. Hatinya bertanya-tanya tetapi juga berusaha untuk tidak peduli. Setelah sarapan Via masuk kamar kembali, mengambil ponsel yang diletakkan di atas meja rias dan mengaktifkannya. Semalam setelah masuk kamar, Via menonaktifkan ponsel. Dia sengaja agar tidak terganggu dengan info-info yang akan membuat kepalanya semakin sakit. Ketika ponselnya telah aktif, Via terkejut melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Bowo. Juga rentetan pesan dari Bowo dan Farni. Ada apa ini? Via duduk di tempat tidur dan mulai membuka satu per satu pesan yang masuk.

Vi, tolong buka pintunya. Kamu baik aja kan di dalam?

Via, mama mau ngobrol dengan kamu. Boleh?

Dan beberapa pesan lagi yang membuat Via merasa dirinyalah yang bermasalah. Semalam memang pintu kamar dia kunci. Via membalas dengan singkat ke Bowo jika kondisinya baik-baik saja dan sudah menyiapkan sarapan di meja makan. Balasan Via ke Farni, hanya info jika dia bersedia untuk mengobrol. Dia tidak membalas telepon Bowo. Ponsel dia letakkan kembali di meja rias dan pergi mandi. Selesai mandi Via berencana akan menemui Farni. Saat sudah mandi dan ke luar kamar, rumah masih tetap sepi. Sepertinya Bowo belum kembali. Karena rumah mereka dan rumah Farni berdekatan, Via hanya butuh jalan kaki saja. Tidak lupa dia membawa oleh-oleh yang dibelinya saat mereka honeymoon. Honeymoon yang berakhir seperti ini karena hadirnya Dinda dan Rawindra.

Security yang melihat Via di depan pintu gerbang lewat layar CCTV langsung membukanya dan mempersilakan Via masuk. Via masuk melalui pintu garasi yang terbuka. Tidak ada mobil Bowo di situ. Via terus masuk ke ruang tengah. Farni yang sedang duduk di ruang tengah menoleh mendengar langkah kaki.

"Syukurlah Via, kamu sehat aja," ujar Farni yang langsung berdiri dan memeluknya begitu melihat Via masuk.

Via bingung. Dirinya sehat-sehat saja, mengapa Farni dan Bowo mengkhawatirkannya? Ataukah Bowo sudah memberitahu mamanya mengenai masalah mereka? Via berharap belum, karena akan semakin sulit situasinya.

"Via sehat kok Ma. Ini oleh-oleh dari Makassar kemarin. Semoga Mama suka."

"Makasih ya." Farni menerima paper bag yang diberikan Via. Memang sehat, tetapi Farni tahu, tatapan mata itu berbeda, ada kabut di sana. Via masih tersenyum, tetapi senyum itu seperti dipaksakan. Bibirnya hanya tertarik sebentar, kemudian kembali seperti biasa. Semoga saja pernikahan mereka tidak hancur seperti yang dialaminya.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang