24. Ketika Harus Memilih

4.8K 439 14
                                    

Selesai makan siang Via langsung digiring Winda ke kamarnya. Banyak yang perlu dia obrolkan dengan Via. Istri abangnya ini termasuk wanita tangguh. Winda tahu masa lalu Via, tetapi dia tidak pernah melihat Via tertekan dengan hal itu. Beda dengan Winda dulu, saat papanya pergi dia sempat depresi.

Winda lalu mengajak Via duduk di teras kamar yang menghadap ke arah taman belakang. Via selalu suka dengan view kamar yang menghadap ke taman.

"Vi, apa kamu benci sama Abang?" tanya Winda setelah mereka duduk. Winda kemudian meletakkan dua botol minuman di atas meja.

"Benci karena apa?" tanya Via balik.

"Karena Abang punya anak dengan wanita lain."

Winda pun sudah tahu masalah ini. Dan untuk kesekian kalinya, jawaban Via akan tetap sama. Lebih baik dia mundur agar Bowo dan Dinda bisa menghabiskan waktunya dengan Rawindra.

"Kalau mau jujur, aku tentunya kecewa Winda. Tetapi aku bisa apa, kejadian itu sebelum aku mengenal Bowo. Salahku, karena tidak tahu masa lalu abang kamu. Hanya saja, aku nggak mau Rawindra mengalami nasib sepertiku. Dia masih kecil dan tentu saja sangat butuh perhatian Bowo dan Dinda. Jika ada aku di antara mereka, pastinya nggak akan baik situasinya. Bowo akan kerepotan membagi waktunya. Jadi sebaiknya aku mengalah untuk kebaikan Rawindra."

"Abang nggak akan mungkin melepaskan kamu. Sejak menikah dengan kamu, Abang sangat berubah. Vi, tolong berikan kesempatan buat Abang untuk menyelesaikan masalah ini ya? Percayalah, Abang pasti akan punya solusinya." Walaupun sulit mengubah keputusan Via, Winda hanya berharap, Bowo masih punya kesempatan untuk mempertahankan pernikahannya.

Sudah cukup lama dia berada di rumah Farni, saatnya Via harus pulang dan memikirkan apa yang bisa dia lakukan agar keluarga ini mau melepasnya. Setelah pamitan, Via keluar melalui pintu garasi kembali. Bowo mengikutinya dari belakang dan mensejajari langkahnya dengan Via. Sepertinya tadi dia tidak melihat Bowo, kok sekarang sudah ada di sampingnya? Via diam saja, tetapi Bowo mengambil tangannya lalu menggandengnya. Via menoleh, mendapati Bowo yang tersenyum menatapnya. Bowo bersyukur, Via tidak menepis tanggannya. Berdua mereka kembali ke rumah dengan berjalan kaki.

"Bagus juga ya jalan kaki seperti ini, bisa sambil olahraga." Bowo seperti berbicara pada diri sendiri karena Via tidak menanggapi.

Via melihat mobil yang baru saja berhenti di depan pintu gerbang. Mobil itu tadi melewati mereka. Pintu mobil dibuka, dan yang turun adalah Dinda dan Rawindra. Via terhenyak. Tangannya langsung dia lepas dari genggaman Bowo, tetapi Bowo dengan cepat meraihnya kembali. Proses ini akan berjalan lebih cepat. Dinda saja sudah tahu alamat rumah mereka. Sepertinya dia tidak mau menunggu Bowo yang menghubunginya.

Rawindra yang sedang dipegang Dinda, begitu melihat Via, langsung berlari ke arahnya.

"Tante Via!" Bahkan Rawindra pun cepat sekali akrab dengannya, padahal baru sekali mereka bertemu. Gundah gulana hati Via.

"Hallo anak ganteng."

Bowo terkesima melihat Rawindra yang sudah menggelayut pada Via. Anaknya sendiri bisa langsung dekat dengan Via. Lalu bagaimana dengan dirinya, yang sudah menikah dengan Via, apa harus berpisah? Hal ini tidak boleh dia biarkan. Bowo akan mencari cara agar Via tetap bersamanya.

Via menggendong Rawindra masuk ke dalam rumah. Dia sengaja membiarkan Bowo dan Dinda berjalan bersama di belakangnya. Anak ini tidak bersalah, jadi Via pun tidak masalah memanjakannya. Via kemudian mempersilakan Dinda duduk di ruang tamu dan dia sendiri bersama Rawinda ke pantry untuk menyiapkan minuman.

Bowo cukup kesal, karena sudah memberitahu Dinda agar menunggu informasi darinya sebelum mereka bertemu kembali. Tetapi sepertinya wanita itu tidak sabaran ingin menemuinya. Wajah Bowo mengeras.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang