Sudah seminggu semenjak keluar dari rumah sakit, Via tinggal di rumah papanya. Papa yang sangat disayanginya masih dalam kondisi lemah, belum bisa berjalan dengan baik akibat terkena stroke. Dengan merawat papanya, Via jadi sedikit lupa dengan masalah rumah tangganya. Masalah yang berusaha ditutupinya di hadapan papanya. Pria yang sudah memasuki usia 60an itu tidak boleh lagi memikirkan permasalahan putrinya. Papanya sudah cukup lelah dengan masalahnya sendiri, jangan dia tambah dengan masalah lainnya.
Seperti hari sebelumnya, setiap kembali dari kantor, Bowo selalu mengunjungi rumah ayah mertuanya. Sejak kejadian yang lalu, Via menolak kembali ke rumah. Dan mulai saat itu pula, Bowo setiap hari datang untuk meminta maaf dan mengajak Via pulang. Namun usaha Bowo tidak pernah berhasil. Jangankan membujuk, bertemu Via saja dia belum berhasil. Via masih menolak menemuinya. Bowo hanya bisa berharap, hari ini adalah hari keberuntungannya. Semoga saja kali ini Via bisa membuka sedikit saja hatinya untuk menerima permintaan maafnya.
Mobilnya sudah berhenti tepat di depan gerbang rumah ayah mertuanya. Bowo hendak turun untuk membuka pintu pagar, tetapi seseorang terlebih dahulu membukanya dari dalam. Bowo menunggu, berharap Via yang membukanya. Namun yang keluar adalah Nadi, sopir pribadi keluarga Via."Selamat sore Pak Bowo." Nadi langsung memberikan salam saat Bowo menurunkan kaca, memberi isyarat untuk membuka pintu pagar.
"Sore." Setelah memasukkan mobil dan memarkirnya di carport, Bowo turun dan masuk lewat pintu garasi. Yang menyambutnya di ruang tengah adalah Nur, asisten rumah tangga keluarga Via. Lagi-lagi, tak ada Via yang ditemuinya di ruang tengah. Firasat Bowo sudah memberikan sinyal jika hari ini mungkin usahanya akan berbuah kegagalan. Akan sampai kapan Via menghindarinya? Bowo tak tahu.
"Via ada, Bik?"
"Ada di kamar Pak," jawab Nur dengan sopan kemudian izin ke kembali ke dapur. Selalu seperti itu. Sepertinya putri majikannya tahu waktu berkunjung suaminya. Sehingga jika suaminya datang, Via sudah berada di kamar dan tak bisa ditemui. Sampai tangan melepuh untuk mengetuk pintu pun, Via tidak akan membukanya. Nur tidak punya keberanian untuk bertanya. Namun melihat sikap Via, dia tahu permasalahnnya tidak biasa-biasa saja. Kebiasaan Via sejak kecil jika tidak suka sesuatu akan diam dan lebih banyak mendekam di kamar.
Bowo lalu menoleh ke ruang keluarga. Ruangan yang tidak begitu luas itu dipenuhi rak buku berisi buku-buku koleksi ayah mertuanya dan Via. Biasanya di ruangan itu, ayah mertuanya sering menghabiskan waktu sambil membaca. Di sudut ruangan, ada sofa dengan standing lamp yang berada di samping kiri, di sana terlihat ayah mertuanya asyik membaca dan tidak menyadari kehadiran Bowo.
"Sore Pa."
Wiryatama menegakkan kepala dan tersenyum ke arah Bowo. Guratan kelelahan nampak di wajah anak menantunya.
"Sore Nak Bowo."
Wiryatama mempersilakan Bowo duduk di sofa yang ditempatkan di sudut dekat jendela ruang baca. Dia tahu maksud kedatangan menantunya ini membujuk Via kembali ke rumah mereka. Walau Via berusaha menutupi masalah rumah tangganya, tetapi Wiryatama telah mengetahui dari penjelasan Bowo yang diterimanya sehari setelah Via masuk rumah sakit. Anak menantunya itu menjelaskan kepadanya dengan penuh rasa penyesalan. Tetapi Wiryatama tidak bisa menjanjikan jika Via dapat memaafkannya. Seharusnya masalah ini hanya bisa diselesaikan jika keduanya bertemu, duduk dengan kepala dingin dan saling berbicara. Tetapi salah satu pihak telah memupuk sakit hati yang tidak bisa dihilangkan. Jika sudah seperti ini, Wiryatama hanya bisa menunggu waktu yang bisa menyembuhkannya.
"Saya bisa ketemu Via, Pa?"
"Maaf, papa sudah berusaha membujuk Via, tapi Via masih belum bersedia bertemu Nak Bowo. Bersabarlah." Wiryatama sudah berkali-kali membujuk Via agar mau memaafkan Bowo, tetapi anak semata wayangnya itu tetap bersikukuh pada pendiriannya. Dia tahu, rasa sakit itu membutuhkan waktu untuk disembuhkan. Wiryatama sangat paham dengan karakter Via. Anaknya itu punya hati yang sangat lembut dan mudah tersentuh. Dia yakin jika Bowo menunjukkan itikad baik dan terus menerus membujuknya, hatinya pasti akan luluh. Tetapi tentu saja butuh perjuangan ekstra untuk mendapatkan kembali hati Via dan itu adalah tugas Bowo untuk membuktikannya. Pernikahan mereka belum lama dan Wiryatama pun tahu jika mereka belum memahami karakter masing-masing wajar masih sering terjadi perbedaan pendapat. Rumah tangga yang sudah dibangun lama pun bisa berantakan hanya karena mempertahankan ego, bagaimana dengan pernikahan yang masih baru ini?
Setelah berkali-kali gagal bertemu Via, Bowo berusaha dengan cara lain yaitu meminta bantuan ayah mertuanya untuk membujuk Via agar mau menemuinya. Namun sepertinya, usahanya ini masih belum berhasil juga. Via boleh saja membencinya, tetapi Bowo hanya ingin menjelaskan alasan dia berbuat demikian. Jika saja istrinya itu tahu alasannya, mungkin saja sikapnya tidak separah ini. Bowo sadar kelakuannya berlebihan, tetapi demi Tuhan, kejadian itu tidak disengaja. Kalau saja Via memberikan waktu sedikit saja untuk dia menjelaskan, apa pun tindakan yang akan diambil istrinya itu akan diterimanya. Namun jangan menyiksanya seperti ini karena Bowo tidak yakin dirinya masih bisa bertahan. Dia bisa saja nekat meminta izin pada ayah mertuanya untuk menggunakan cara yang sedikit nyeleneh. Di kepala Bowo sudah berurutan tindakan yang akan diambilnya jika Via masih tetap bertahan dengan sikapnya.
Keluar dari rumah sakit, Via mengambil cuti, sehingga hanya satu tempat yang bisa didatangi Bowo untuk menemui Via yaitu rumah ayah mertuanya. Satu tempat saja, tetapi jalan yang dilaluinya seolah buntu, tidak menemukan jalan keluar. Usaha yang dilakukannya untuk menemui Via dan meminta maaf secara langsung selalu gagal, tidak membuahkan hasil. Hal berbeda jika dia menghadapi masalah pekerjaan, seberat apa pun dia pasti menemukan jalan keluarnya. Sepertinya untuk memahami hati Via, Bowo masih butuh waktu yang sangat panjang. Dari sikap Via ini menjadikan Bowo sadar jika istrinya itu tidak pernah goyah dengan apa yang diyakininya. Namun ini telah membuka mata Bowo, sikap wanita seperti itulah yang telah meluluhkan hatinya. Dan itu disadarinya setelah berpisah dengan Via.
"Mohon maaf Pa, saya sudah menyakiti Via." Bowo mengucapkannya dengan pelan sambil tertunduk, tidak punya keberanian menatap Wiryatama. Bowo tahu, dia telah menghancurkan kepercayaan yang telah diberikan Wiryatama. Masih tertunduk, Bowo merasakan pundaknya ditepuk dengan lembut.
"Sabar ya, papa yakin kalau saja Via tahu kamu menyesal melakukan tindakan itu, dia akan memaafkan kamu. Via itu pemaaf kok. Tapi yang perlu Nak Bowo ingat, jangan pernah melukai perasaannya, apa lagi menyalahgunakan kepercayaannya. Via paling tidak suka hal seperti itu." Bowo mengangguk mendengar ucapan ayah mertuanya. Ucapan itu akan disimpannya dengan baik agar kejadian ini tidak terulang. Wiryatama tahu Bowo sangat menyesal, namun perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan Via padanya.
*****
Berikan komen dan vote untuk repost versi baru ini ya.
Aku tunggu lho.
Love....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendar Melati (complete)
RomansaTulisan ini diikutkan dalam GMG Hunting Writers 2021 ~*~ Via sama sekali tidak menyangka jika alur kehidupan mengharuskan dia menjalani pernikahan dengan Bowo. Pernikahan yang tidak didasari rasa cinta sedikit pun. Ayahnya hanya meyakinkan Via, jik...