27. Dia Tetap Ada

5.6K 422 16
                                    

Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, Bowo selalu yakin itu. Begitu juga masalah rumah tangganya yang goyah, kembali tenang. Via sudah kembali ceria, tidak menjaga jarak lagi dan tidur di kamar yang berbeda. Semua kembali normal. Bowo sadar perilaku masa lalunya buruk, namun itu adalah masa lalu yang sekarang sudah berhasil diubahnya.

Setelah mengantar Via ke kantor, Bowo tiba di lantai 12 dan masuk ke ruang kerjanya dengan mood yang sangat baik. Ruang kerja Bowo dulunya berada di lantai 37, dengan pertimbangan agar dia bisa berkoordinasi lebih cepat dengan direksinya yang ruangan kerjanya berada di lantai 12, Bowo memutuskan pindah ke sana. Hal yang lain juga agar Via tidak terlalu lama menjangkau ruang kerjanya walaupun ada lift khusus ke lantai 37. Bekas ruang kerjanya yang lama dijadikan ruang untuk istirahat. Hari ini Bowo akan merealisasikan pembelihan lahan di kota Makassar. Ali sudah menghubunginya. Lahan tersebut sangat potensial untuk hotel. Jaraknya tidak jauh dari pantai dan bisa diakses dengan berjalan kaki saja selama kurang lebih sepuluh menit.

Bowo sedang khusuk melihat dokumen berkaitan dengan project mereka yang hampir closing saat Nina, sekretarisnya masuk dan membawa sebuah bungkusan berbentuk persegi.

"Maaf Pak, ada bingkisan untuk Bapak." Nina meletakkan bingkisan tersebut di atas meja tamu.

"Dari siapa?" tanya Bowo dengan sedikit kerutan di kening.

"Nggak ada nama pengirimnya Pak. Tadi bingkisannya di bawa sama kurir."

"Oke Nin, letakkan aja di situ."

Bowo meletakkan dokumen yang sedang dipegangnya lalu ke meja tempat bingkisan tadi diletakkan oleh Nina. Aneh saja, tidak ada nama pengirimnya. Bowo mulai bertanya-tanya. Apakah ada yang iseng? Jika saja ada yang berani berbuat itu padanya, tunggu saja, Bowo tidak akan melepaskannya. Bowo kemudian membuka bungkusan dan terkejut melihat isinya. Sebuah lukisan dirinya. Bowo memperhatikan lukisan tersebut dengan saksama. Lukisan hitam putih yang sangat menarik. Bowo mencari kartu atau note saat membukanya tadi, tetapi tidak ada. Bowo jadi penasaran. Tetapi pada bagian bawah lukisan ada nama. Bowo membulatkan mata ketika membacanya. Via? Oh, jadi lukisan ini dari istrinya. Kemudian Bowo melihat bagian belakang lukisan, juga masih ada tulisan. Kali ini ucapan selamat ulang tahun di bagian pojok sebelah kanan. To my lovely husband, happy birthday. Barulah Bowo sadar jika ini kado ucapan ulang tahun dari Via. Bowo semringah. Dia malah lupa kalau hari ini berulang tahun. Kado yang sangat indah. Sejak kapan Via menyiapkan lukisan ini? Setahu Bowo, dia tidak pernah melihat Via melukis. Apa lukisan ini dibuatnya di kantor? Bergegas diambilnya ponsel kemudian mengarahkan kamera pada lukisan. Foto itu kemudian dia kirim ke Via dengan ucapan terima kasih dan tak lupa menambahkan sticker love. Tidak lama balasan berupa kiss diterimanya. Dengan gerakan cepat Bowo mengambil ponsel di meja kerja dan menelpon Via. Serasa ingin terbang ke tempat Via saat ini juga dan memeluknya.

"Thank you, Honey."

"Anytime Husband."

"Lunch bareng yuk?" ajak Bowo di ujung telepon. Tidak ada aturan di antara mereka jika makan siang harus bareng karena keduanya punya kesibukan yang berbeda. Kadang Bowo harus meeting sambil makan siang, begitu juga Via.

"Boleh. Mau jemput atau aku yang ke kantor kamu?"

"Aku yang jemput dong Sayang."

Sebelum menjemput Via, Bowo menyuruh Nina untuk memajang lukisan di dinding yang tepat berhadapan dengan meja kerjanya agar dia selalu ingat jika yang membuat lukisan itu adalah istri tercintanya.

"Ya udah, see you."

Via butuh waktu lama menyelesaikan lukisan Bowo di sela-sela kesibukannya. Lukisan itu memang dikerjakannya di kantor. Tujuannya agar Bowo tidak mengetahui dan Via bisa memberikan kejutan di hari spesial suaminya itu.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang