14. Lelah Namun Bahagia

5.8K 474 15
                                    

Hari telah menjelang senja, namun dua tubuh masih terbaring dengan selimut menutupi tubuh yang polos. Ketika selimut mulai disibak, suara serak terdengar.

"Mau kemana?" Bowo menarik Via agar kembali berbaring.

"Kita tidur dari siang lho." Via bangun namun rasa nyeri terasa pada bagian pangkal pahanya. Via meringis menahan rasa sakit. Ketika selimut dia buka lebar, sangat jelas terlihat warna merah pada seprai.

"Masih sakit?"

Via menggangguk. Astaga, mereka bercinta di tengah hari bolong begini. Via baru sadar. Dia berharap semoga suara gaduh dari kamarnya tidak terdengar oleh papanyaa. Jika hal itu terjadi, betapa malunya Via bertemu papanya nanti.

Masih tanpa pakaian, Bowo turun dari pembaringan. Melihat itu, Via mengalihkan pandangannya. Masih risih saja melihat tubuh polos suaminya. Bowo mengitari tempat tidur. Dia kini berada di samping Via. Bowo menunduk, kemudian membuka selimut lebih lebar. Tangannya dia posisikan di bawah lutut dan punggung Via.

"Ehhh... mau ngapain?" Bowo mengangkat Via membuat Via kebingungan. Agar tidak terjatuh, tangan dengan cepat dia lingkarkan di leher Bowo.

"Mandi yuk, biar sakitnya hilang ya."

"Biar aku sendiri aja."

"Lebih baik mandi bareng kamu masih kesakitan begitu." Bowo mengarahkan matanya ke bagian bawah Via sambil membawa Via ke kamar mandi. Pipi Via tentu saja bersemu merah.

Kamar mandi di kamar Via biasa saja tidak ada bathtub hanya shower, closet dan wastafel. Juga ada cermin yang dipasang di atas wastafel. Sayang bathtub tidak tersedia dipastikan jika ada, Bowo akan berendam dengan istrinya berlama-lama dan bermain-main dengan busa sabun. Bowo terkikik geli membayangkan.

"Kenapa?" Via berkerut melihat suaminya terkikik sambil menurunkan Via tepat di bawah shower.

"Coba ada bathtub enakan berendam sambil urutin kamu, Sayang."

"Apaan sih." Via malu, Bowo tertawa. Bowo sudah tidak punya rasa risih sama sekali.

Setelah melihat Via baik-baik saja berdiri di bawah shower, Bowo menyalakan kran. Air hangat seketika membasahi tubuh mereka.

"Jangan banyak gerak dulu biar aku aja."

Bowo menyabuni tubuh Via. Semua bagian dia jelajahi. Waduh, penjelajah ya. Bowo menggeleng. Pikirannya mulai ke mana-mana. Dia harus fokus membersihkan tubuh istrinya. Tetapi tetap saja, ketika tangannya menyentuh bagian-bagian intim istrinya seakan ada aliran listrik yang menyengatnya. Aliran yang tak kasat mata mulai merembet ke bagian bawahnya. Tubuh indah dengan lekukan yang pas sangat ingin dijamahnya sekali lagi.

Via merasakan sedikit lebih nyaman ketika air hangat telah menyentuh tubuhnya. Rasa nyeri berangsur reda. Sentuhan tangan Bowo yang menyabuninya juga memberikan efek yang tak kalah hebatnya. Ketika tangan itu mulai intens menyabuni bagian dadanya, bagian bawah mulai berkedut. Via merapatkan kakinya. Dia malu kalau Bowo sampai tahu. Wajah Bowo yang sangat dekat dengan wajahnya mulai mengembuskan napas yang kasar dan menderu menerpa wajahnya.

Bowo menyabuni dengan sangat telaten bagian dada Via. Kemudian dia meminta Via berbalik dan mulai menyabuni punggungnya. Setelah itu, dia memutar kembali tubuh Via menghadapnya. Tangannya mulai bergerilya di bagian perut, kemudian turun di bawah pusar lalu ke pangkal paha. Via menggigit bibir bawahnya ketika tangan Bowo mulai menyabuni bagian intimnya. Dia berusaha sekuatnya agar tidak mendesah, walaupun sulit.

"Sakit?" suara Bowo sudah sangat berat. Sementara Via sudah tidak mampu mengucapkan kata. Dia hanya menggeleng, menjawab pertanyaan Bowo.

Tubuh masih lelah, namun ada bagian diri yang menginginkan kembali Bowo memenuhinya dengan bahagia, rasa bahagia yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang