17. Konsultasi Tak Berbayar

4.6K 437 10
                                    

Farni tiba di rumah Bowo dan langsung menuju kamar. Dihampirinya Via yang sedang berbaring, kemudian menaruh telapak tangannya di kening Via. Sedikit hangat.

"Masih mual?" tanya Farni sambil membenarkan letak selimut Via.

"Sudah mendingan Ma."

Bowo yang duduk di tepi pembaringan di samping kepala Via, mengusap-usap kepala Via dengan sayang.

"Kita panggil dokter aja. Badan kamu mulai hangat."

"Iya Ma."

Farni keluar dan menelpon seseorang. Ditinggal Farni, Via menoleh ke Bowo.

"Kok panggil Mama sih? Aku jadi ngerepotin lho."

"Vi, aku khawatir ntar sakitmu makin parah sementara aku nggak tahu harus ngapain. Biasanya kalau aku panik, malah blank. Kamu harus sehat ya Sayang."

"Panggil Irsan aja ya?"

"Nggak, yang periksa kamu harus dokter perempuan," tekan Bowo

"Tapi tempat aku konsultasi biasanya dengan dia."

Apa bedanya sih dokter laki-laki atau dokter perempuan, pikir Via. Yang penting dia tahu ada apa dengan tubuhnya, itu saja.

"Vi, please?" Yang benar saja, ada lelaki lain yang memegang istrinya. Mulai posesif dia.

Seorang dokter yang masih cantik walaupun sudah terlihat sedikit kerutan di area mata, memeriksa Via. Dokter Kristin adalah dokter keluarga Suryaatmaja.

"Ada nyeri di sini nggak Bu?" tanya Dokter Kristin sambil menekan bagian atas perut Via.

"Tadi iya Dok, nyeri banget. Tapi sudah agak berkurang," jawab Via. Sementara Bowo menyimak dengan serius. Dia harus tahu gejala sakit yang diderita istrinya. Melihat tadi Via muntah, dia sudah panik tapi berusaha ditutupinya.

Setelah memeriksa Via, Dokter Kristin memberikan resep dan berpesan jika obat yang diberikan telah habis tetapi masih mual dan muntah, dia menyarankan Via segera di rawat di rumah sakit.

"Baik Kris, terima kasih ya," kata Farni lalu mengantar Dokter Kristin keluar. Setelah Dokter Kristin pulang, Farni kembali masuk ke kamar melihat Via.

"Mama buatin bubur ya? Atau kamu mau makan apa?"

"Nggak usah Ma, ntar Via aja yang buat. Sudah Via siapkan kok di kulkas." Beberapa bahan makanan yang siap diolah memang telah Via simpan di kulkas. Itu kebiasaannya jika hari libur.

"Kamu tuh lagi sakit lho," sela Bowo

"Sudah baikan ini kok."

"Vi...!"

Kalau Bowo sudah begitu, biasanya Via diam. Bowo tahu, Via tipe orang yang tidak membutuhkan bantuan orang lain jika dia masih bisa melakukannya sendiri. Tapi kali ini kondisinya tidak sedang baik-baik saja. Wajahnya saja masih pucat.

"Baiknya kamu istrahat aja ya."

Kali ini Farni juga meminta Via untuk tidak memaksakan diri. Via akhirnya menurut. Dia menarik selimut dan berusaha untuk tidur. Saat Farni dan Bowo keluar kamar, dia mengambil ponsel dan mengirim pesan ke Irsan.

Irsan, hari Senin ada di rumah sakit nggak?

Sepuluh menit kemudian baru ada balasan dari Irsan.

Ada, kenapa? Sehat aja kan Vi?

Irsan sedikit khawatir. Biasanya jika Via menghubunginya, pasti ada sesuatu yang akan didiskusikannya.

Sehat kok. Mau ngobrol-ngobrol aja. Boleh?

Oke, hari Senin gue tunggu ya.

Thanks San.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang