26. Kita Tetap Bersama

5.2K 421 7
                                    

Tiba di kantor, Bowo langsung menugaskan Nina menelpon Yuda. Ada hal penting yang akan dikerjakan Yuda untuknya. Tidak butuh waktu lama, seperti biasa jika Bowo memanggilnya, Yuda harus datang secepat yang dia bisa. Pasti ada tugas khusus jika Bowo memanggilnya. Biasanya Bowo hanya menelpon atau mengirimkan pesan di ponselnya.

Bowo masih berkutat dengan dokumen yang bertumpuk di mejanya. Beberapa masih perlu revisi dan yang lain sudah dia bubuhi tanda tangan pertanda dokumen tersebut tak ada masalah. Terdengar ketukan di pintu.

"Masuk!"

"Pagi Pak."

"Pagi Yud."

Bowo meminta Yuda duduk di kursi yang berada di depan meja kerjanya. Dia kemudian mengeluarkan foto dari dalam laci paling bawah menyerahkannya ke Yuda. Foto itu adalah foto bersama temannya, juga Dinda, saat Bowo akan kembali ke tanah air. Foto perpisahan biasa saja itu pun karena Dinda yang memintanya. Bowo terkenal sosok yang paling malas berurusan dengan kamera.

"Tolong kamu selidiki wanita bernama Dinda ini dan info ke saya jika sudah ada hasilnya. Secepatnya ya Yud."

"Baik Pak." Benar, ada tugas khusus kembali dari bosnya ini. Yuda harus bergerak cepat. Setelah menerima foto tersebut, Yuda pun pamit. Ada hubungan apa antara wanita ini dengan Bowo? Wanita dari masa lalukah? Yuda tidak terlalu pusing. Baginya, menjalankan tugas dengan baik saja agar hasilnya bisa segera dia berikan ke Bowo. Kepercayaan yang telah Bowo berikan padanya selama ini harus tetap dia jaga dengan baik.

Jika hari ini Bowo sibuk dengan dokumen dan diselingi dengan meeting bersama direksinya, hal yang berbeda dengan Via pada saat tiba di kantor. Beberapa rekan menggodanya dan menagih oleh-oleh.

"Aduh... yang lagi habis honeymoon. Cie..."

"Oleh-olehnya mana Vi?"

Via tersipu lalu bergegas memberikan paper bag berisi oleh-oleh yang sudah disiapkannya dari rumah tadi. Satu paper bag khusus untuk Firga, dia pisahkan dari yang lain.

"Sudah ya. Gue ketemu bos dulu."

"Thanks Vi."

Via meninggalkan ruangan yang sudah gaduh membongkar isi paper bag, berderap ke ruangan yang terletak di samping ruang kerjanya dan mengetuknya.

"Masuk!"

"Pagi Bos!"

"Tumben ketuk pintu. Biasanya juga lo nyelonong aja masuk." Via hanya tertawa mendengar ucapan Firga.

"Nih, gue bawain kopi." Via menyodorkan paper bag ukuran sedang ke Firga. Dengan antusias Firga membukanya. Dan terciumlah aroma kopi yang sangat khas. Kopi dari salah satu daerah yang sangat terkenal, Toraja.

"Thanks ya. Suka banget nih!" ujar Firga dengan senyum yang mengembang, layaknya anak kecil yang diberikan mainan yang sangat disukainya. Firga memang pencinta kopi akut.

"Apa kabar honeymoonnya?" tanya Firga sengaja menggoda Via.

"Baik aja. Yuk ah, mau lihat ruangan dulu. Nggak ada yang berantakin kan ya?" Via sengaja mengalihkan. Dia sudah tidak mau meladeni orang yang bertanya mengenai honeymoon. Risih dan malu.

"Siapa juga yang mau berantakin. Yang ada, kerjaan numpuk tuh di meja lo."

"Oh, ya? Banyak project ya Bos?"

"Lumayanlah. Ada satu project dari Ibu Farni lho Vi. Mau buat hotel di Bali. Apa Bowo info ke lo?"

"Nggak tuh. Ya udah, ntar gue cek deh." Via meninggalkan Firga menuju ke ruangan kerjanya. Serapi apa pun Via menyimpan resahnya, Firga tetap bisa melihat mendung di sana. Balik dari honeymoon seharusnya Via menampakkan aura bahagia namun, Firga merasa senyum di wajah yang selalu terpatri di hatinya itu seolah dipaksakan.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang