Olahraga siang benar-benar menguras tenaga Bowo dan Via. Mereka kelelahan dan tertidur sampai malam menjelang.
Waduh, sudah jam delapan?! Bowo kaget melihat jam saat mengambil ponsel di atas nakas. Tadi, mereka berkali-kali mencapai puncak sampai tidak mengenal waktu telah berlalu dengan cepatnya. Bowo melihat Via yang masih tidak bergerak. Ya ampun, istrinya sampai berantakan begitu dia buat. Rambut acak-acakan dan selimut sudah tersingkap malah sebagian sudah berada di lantai. Jangan tanyakan pakaian, sudah beterbangan ke segala arah. Bowo geleng kepala lalu mulai bergerak merapikan hasil perbuatannya. Dia membiarkan Via beristirahat, mengembalikan tenaga agar nanti bisa kembali melakukan aktivitas seperti tadi.
Hari pertama mereka, benar-benar di habiskan di kamar saja. Sehabis makan siang tadi, mereka duduk-duduk sebentar di depan jendela sambil menikmati pemandangan pantai. Setelah itu mereka melakukan olahraga yang menguras tenaga di tempat tidur. Beberapa kali Via menjeritkan namanya jika saatnya dia meraih puncak. Bowo sampai harus memberikan jeda sejenak agar Via menarik napas. Selalu saja dia kelepasan jika berada di dekat Via. Dan lihatlah hasilnya, Via sampai tidak bergerak saking lelahnya.
"Via.... Sayang, bangun yuk."
"Hmm...?" Via masih sulit bergerak dan membuka mata. Lagi dan lagi, jika bersama Bowo, lelah tetapi Via merasa bahagia. Bowo selalu bisa membawanya mencapai nikmat yang tak terkira.
Bowo juga masih berbaring sambil memeluk Via. Rasanya malas untuk bergerak, tetapi mereka harus mengisi perut jika tidak ingin terkapar karena tidak makan.
"Hari ini benaran di kamar aja ya kita?" ucap Bowo tertawa sambil membenarkan selimut di tubuh Via.
"Yang minta melulu tadi siapa?" balas Via.
"Bukan aku aja lho. Yang teriak-teriak tadi siapa hayo?"
"Iya... iya," Via menarik selimut sampai menutup kepala. Rasanya malu banget mengingat adegan tadi. Bowo tertawa dan menarik kembali selimut Via sampai tubuh polosnya terekspos.
"Dingin nih."
"Sini aku hangatin lagi." Bowo memeluk Via lebih erat. Lalu terdengar bunyi dari perut Via yang kelaparan.
"Waduhhh, istri tercintaku kelaparan nih?" Bowo tertawa. Kasihan banget, istrinya sampai kelaparan parah begini. Via menutup wajahnya dengan bantal, malu. Isi perutnya memang terkuras habis. Entah kemana semua makan siang mereka tadi, seperti tak bersisa sama sekali.
"Aku pesan makan aja ya? Atau kamu mau makan di luar?"
"Di kamar aja deh."
"Oke. Mau pesan makanan khas Makassar nggak Vi? Ada coto nih."
"Boleh." Via lalu bergerak ke kamar mandi. Tubuhnya perlu diguyur air hangat agar bisa segar kembali. Bowo menyusul kemudian. Setelah itu Via merapikan tempat tidur yang sudah seperti kapal pecah. Tidak lama, pesanan mereka datang. Kembali mereka makan sambil menikmati pemandangan pantai yang sudah di penuhi cahaya lampu jalan, trotoar, juga dari beberapa pendar lampu perahu nelayan dan kapal penumpang serta kargo di kejauhan, yang sedang berlabuh. Indah sekali. Sayang dia tidak membawa buku sketsanya. Sangat sayang melewatkan hal seperti ini tanpa menuangkannya di atas kertas.
Sengaja Bowo memilih hari keberangkatan mereka di hari Sabtu agar mereka bisa menjelajah tempat wisata dan kuliner di hari Minggu dan hari Seninnya baru berkunjung ke kantor cabang.
Pagi tadi, Bowo sudah menelpon Ali untuk mengantar mereka ke tempat wisata dan kuliner yang terkenal di kota ini. Tujuan pertama mereka ke Leang-Leang di kota Maros, kemudian ke tempat kuliner pallu basa di Jl. Serigala. Awalnya Via ngeri karena semua makanan dengan unsur daging, tetapi setelah mencicipi, malah tidak mau berhenti. Tempat kuliner yang mereka singgahi, tidak mewah, tetapi sangat ramai bahkan harus antri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendar Melati (complete)
RomanceTulisan ini diikutkan dalam GMG Hunting Writers 2021 ~*~ Via sama sekali tidak menyangka jika alur kehidupan mengharuskan dia menjalani pernikahan dengan Bowo. Pernikahan yang tidak didasari rasa cinta sedikit pun. Ayahnya hanya meyakinkan Via, jik...