Akhirnya last part juga.
Semoga suka dengan ceritanya ya.
Terima kasih sudah meluangkan waktunya membaca kisah Via dan Bowo.
Sampai bertemu dikisah lainnya (ada yang masih on going lho)
Love you my readers... 😘💕
Perjalanan ke bandara, Bowo lebih banyak diam. Dia sedang memikirkan cara yang terbaik untuk menjelaskan ke Via jika nanti bertemu papanya. Lagi-lagi Bowo cemas jika sikap Via akan berubah. Bagaimana jika Via merasa dibohongi? Apakah kali ini dia akan terpaksa melepaskan Via? Via yang tahu perubahan pada Bowo, berusaha menenangkannya.
"Kita doakan Papa bisa lewati masa kritisnya." Digenggamnya tangan Bowo, mencoba menyalurkan rasa empati dan kekuatan. Bowo hanya menggangguk dan mengusap punggung tangan Via. Semoga saja mereka bisa melewati ini dengan baik.
Tiba di bandara, Via bingung ketika mereka masuk ke jalur khusus dan langsung menuju landasan dengan pesawat berukuran kecil yang sudah menanti. Dia tidak bertanya karena tahu Bowo sedang kalut. Tangannya sejak tadi juga tidak pernah dilepas Bowo sampai mereka naik ke pesawat.
Setelah pesawat tinggal landas, kru pesawat kemudian menghidangkan makanan dan minuman. Tetapi Bowo tidak menyentuhnya. Dia malah berbaring dan mencoba untuk tidur.
"Kamu sakit?" Via yang cemas melihat Bowo. Tangannya meraba kening suaminya tetapi suhu tubuhnya normal saja.
"Ya udah, tidur aja ya." Via mengambil tabletnya dan mulai membaca. Mungkin Bowo butuh istirahat.
"Vi, sini." Bowo mengulurkan tangan meminta Via untuk mendekat.
"Kenapa? Mau minum atau apa?"
"Aku minta dipeluk aja." Via bingung dengan sikap Bowo, tetapi diturutinya saja. Walaupun cemas, Via yakin Bowo pasti memikirkan sesuatu sehingga memilih lebih banyak diam. Via kemudian memeluk Bowo dan akhirnya Bowo bisa tertidur. Terdengar dengkuran halus dengan napas yang teratur. Via mengusap-usap kening Bowo dengan pelan.
Kurang sepuluh menit pesawat mendarat, Bowo terbangun dengan Via yang masih setia berada di sampingnya sambil memeluk tubuhnya.
"Gimana, sudah enakan?" tanya Via melihat Bowo yang masih berbaring, enggan untuk melepas pelukan Via.
"Udah sih." Bowo bangun, mencium bibir Via dengan lembut lalu beranjak ke toilet. Via merapikan selimut dan menyimpan tabletnya. Kru pesawat sudah memberitahu untuk persiapan landing. Bowo dan Via sudah duduk dan mengenakan seat belt. Tak lama, pesawat pun mendarat dengan mulus di landasan pacu. Bowo menelpon seseorang dan mengajak Via menunggu jemputan mereka di pintu kedatangan. Hanya butuh lima menit, jemputan mereka pun tiba. Mereka langsung menuju rumah sakit.
Tiba di salah satu rumah sakit terbaik di Singapore, Bowo dan Via segera menuju ruang perawatan. Di dalam kamar rawat inap VVIP tersebut sudah ada Farni dan Winda. Via mengambil tempat duduk di samping Winda, sementara Bowo berjalan mendekati tempat tidur papanya. Beberapa peralatan medis terdapat di sekitarnya. Papanya yang dulu sangat berwibawa kini terbaring tak berdaya. Tubuhnya kurus dan napasnya sesak. Ada ventilator yang membantu pernapasannya. Bowo sangat miris melihat kondisi papanya. Hilang sudah rasa sakit dan benci yang hampir saja membeku di hatinya. Dia menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur sambil memegang tangan papanya. Semoga papanya tahu jika saat ini Bowo sudah datang memenuhi permintaannya.
Sementara di ujung tempat tidur, Farni, Winda dan Via hanya diam melihat Bowo. Mereka sudah siap dengan kondisi yang terburuk. Farni hanya bisa bersyukur, setelah bertahun-tahun, akhirnya Bowo mau menemui Reynald. Semoga masih ada kesempatan mereka untuk berbicara, menebas jarak yang sudah terbentarng jauh di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendar Melati (complete)
RomanceTulisan ini diikutkan dalam GMG Hunting Writers 2021 ~*~ Via sama sekali tidak menyangka jika alur kehidupan mengharuskan dia menjalani pernikahan dengan Bowo. Pernikahan yang tidak didasari rasa cinta sedikit pun. Ayahnya hanya meyakinkan Via, jik...