2. Berpisah

8.3K 699 22
                                    

Sebelum balik kantor bagi yang wfh,

Baca dulu part revisi ini ya.

Semoga semakin menarik untuk dibaca.




"Dokter Irsan."

Terdengar panggilan lewat ceiling speaker rumah sakit.

"Ada pasien nih Fir. Saya tinggal sebentar ya." Firga mengangguk melepas sahabatnya yang sudah mendampinginya sejak tadi di depan kamar rawat inap Via. Setelah Irsan berlalu, Firga masuk ingin melihat kondisi Via. Harapan Firga, semoga hari ini kondisi Via sudah lebih baik.

"Sudah merasa baikan atau gimana, Via?"

"Lumayanlah," jawab Via singkat. Kepalanya masih berdenyut, tetapi sudah berkurang dari sebelumnya. Kalau dilihat dari luka di keningnya tidak begitu parah, tetapi benturan pada kepalanya yang dikhawatirkan memberikan efek trauma.

"Ntar gue jelaskan ke Bowo kalau lo hanya gantiin gue menemui Pak Revi ya?" Firga meminta persetujuan Via. Walaupun Firga ragu apakah bisa menjelaskan hal ini pada Bowo dengan baik atau tidak. Karena jika dia melihat suami Via itu, tangannya otomatis terkepal dan rasanya ingin melayangkan pukulan. Lelaki tersebut harus diberi pelajaran agar menghargai wanita sebaik istrinya ini.

"Nggak usahlah Fir, semua sudah terjadi begini." Via tidak mengijinkan Firga bertemu Bowo, dia khawatir Bowo semakin kalap. Marahnya belum reda jadi sebaiknya menghindari hal-hal yang bisa memicu amarahnya naik ke permukaan. Akan fatal jika Bowo bertemu Firga.

"Lalu rencana lo selanjutnya gimana?" Firga sudah bisa menebak jika Via akan kembali ke rumah orang tuanya. Sangat disayangkan jika pernikahan yang baru seumur jagung ini berakhir. Namun Firga juga tak rela jika Via masih bersama dengan pria yang telah menganiayanya. Bisa saja kejadian ini terulang dan nyawa Via menjadi taruhannya.

"Kembali ke rumah Papa aja."

Firga menyentuh tangan Via. Ingin sekali memeluk Via, memberinya rasa damai. Tetapi Firga sadar, keinginan itu harus dia singkirkan sejauh mungkin. Firga dan Irsan, dulunya menyukai Via sejak di bangku SMA. Namun keduanya tidak punya keberanian menyatakannnya pada Via. Mereka berdua sama-sama menyayangi Via dan tidak ingin membuat Via bingung untuk memilih. Agar pertemanan mereka bisa berjalan dengan baik, Firga dan Irsan hanya bisa memendam saja rasa suka itu. Irsan sudah move on dan kini sudah menikah, tetapi Firga belum. Firga masih tetap menyimpan hatinya buat Via, entah sampai kapan.

"Gue sudah bisa pulang kan ya? Sudah baikan ini kok."

"Belum bisa Vi. Masih harus dirawat beberapa hari lagi. Di sini dulu aja ya," bujuk Firga. Dia tahu, Via masih trauma dengan rumah sakit. Via terdiam. Rasanya dia sudah baik-baik saja, mengapa masih harus dirawat? Menurutnya, luka di keningnya itu tidak parah. Tetapi Via tahu, ada Irsan dibaliknya. Sahabatnya itu pasti khawatir dengan kondisinya. Dulu saja saat dia ambruk karena penyakit hepatitis yang sudah parah, Irsanlah yang sangat panik. Via tidak pernah lepas dari pengawasannya selama dirawat di rumah sakit.

"Tolong sampaikan ke Irsan jika Bowo mau jenguk, jangan diizinkan." Via sudah tidak ingin melihat Bowo lagi. Dia ingin melupakan semuanya walaupun rasa sakit belum hilang sepenuhnya dari hati. Mungkin memang harus sampai di sini saja perjalanan rumah tangganya. Via sedih, tetapi inilah keputusan yang sudah dipikirkannya dengan matang. Dan bisa jadi kejadian ini akan membuat tragedi yang dialami keluarganya bertambah. Cobaan ini harus dia lalui dengan tabah. Dia tidak boleh lemah, tetap kuat untuk melanjutkan hidupnya. Via sangat yakin, tanpa Bowo pun, kehidupannya akan tetap berjalan.

"Oke Vi, ntar gue sampaikan ke Irsan pesan lo." Firga akan pastikan Bowo tidak akan pernah bisa menemui Via. Lelaki kasar itu seharusnya memang tidak pernah menikahi wanita sebaik Via.

***

Bowo mengambil lagi sebatang rokok. Akhir-akhir ini, semenjak kejadian mendorong Via dan berakibat Via masuk rumah sakit, kebiasaan yang sudah coba dia kurangi setelah menikah, menjadi lancar kembali. Itulah cara dia menghalau beban pikiran dengan mengepulkan asap dari rokok yang diisapnya. Namun usahanya ini belum bisa menghalau pikirannya pada Via. Amarah, cemburu dan sesal seolah berlomba merebut perhatiannya.

Hari ini, gagal lagi usahanya untuk bertemu Via. Bowo mengedarkan pandangan di ruang tengah, rumah ini terasa sepi. Tak ada lagi harum masakan yang selalu mengundang seleranya. Juga suara musik yang kerap terdengar dari kamar Via. Kursi di halaman belakang tempat biasanya Via duduk sambil baca buku, juga sepi. Itu adalah tempat favorit Via menghabiskan waktu senggangnya jika tidak bekerja sambil melihat koleksi tanamannya. Bowo hanya bisa menyugar rambut sambil tertunduk menatap lurus ke lantai. Ia belum beranjak dari sofa sejak kembali dari rumah mertuanya. Hatinya resah tak berbatas.

"Via...!" Tak sadar Bowo memanggil nama itu. Bowo harus mengakui jika kini dia telah merasa sangat kehilangan Via. Dia sama sekali tak bermaksud menyakiti Via. Bowo kini benar-benar sangat menyesal. Emosi sesaat memang kadang membawa penyelasan yang datangnya selalu belakangan. Bowo tahu itu, tetapi tidak bisa mengontrol dirinya. Sepertinya saat itu rasa cemburu lebih menguasai diri dari rasa yang lainnya.

"Aku minta maaf, Via," ucapnya lirih. Sebulan yang lalu, Bowo menikahi Via karena benci pada mama Via. Setahun lebih Bowo menyelediki keluarga Via. Dan kenyataan jika perceraian orang tuanya disebabkan karena mama Via, membuat Bowo berjanji akan membalaskan sakit hati keluarganya.

Awalnya Bowo tidak menduga sama sekali, papanya yang sangat dia hormati dan kagumi mempunyai wanita idaman lain. Selama ini Bowo melihat keluarganya sangat harmonis. Tiga tahun lalu setelah papanya meninggalkan perusahan dan mamanya meminta dirinya untuk kembali ke Indonesia dan mengambil alih perusahaan tersebut, Bowo masih menganggap permintaan itu wajar karena dialah adalah anak sulung dan laki-laki. Namun itu berubah setelah dia tahu papanya juga pergi dari rumah. Bowo tidak menyangka keluarganya hancur. Selama di luar negeri, Bowo tidak pernah mendengar keluhan mamanya, jadi dia merasa kondisi pernikahan orang tuanya baik-baik saja. Saat kembali ke tanah air, Bowo dihadapkan dengan kenyataan jika keluarganya sudah tidak utuh lagi dan tentu saja membuatnya sangat kecewa.

Yang membuat Bowo bisa cepat mengendalikan dirinya, melihat mamanya yang begitu tegar, merangkul dia dan Winda, adik perempuan satu-satunya yang dia miliki, untuk tetap sabar. Mamanya adalah sosok wanita yang penuh kelembutan tetapi punya jiwa yang tangguh. Wanita penuh kasih itu tidak terpuruk walaupun kenyataan jika suaminya memiliki wanita lain. Itu juga yang membuat Bowo sampai saat ini masih bisa bertindak rasional, jika tidak, dia sudah melampiaskan sakit hatinya pada semua wanita yang ingin mendekatinya. Bowo sering ingin memaki jika ada wanita yang terang-terangan mengajaknya berkencan. Entah apa yang dilihat kaum wanita pada dirinya. Tampangnya atau hartanya? Kedua hal yang memang dia miliki.

Bowo akhirnya sadar, jika Via yang mewarisi kecantikan ibunya punya hati yang lembut. Hal ini dia buktikan setelah mereka menikah, Via tidak pernah mengeluh. Dengan sabar dia menjalankan perannya sebagai istri. Tetapi setelah kejadian itu, Bowo ragu, apakah Via masih akan kembali padanya?

*****


Saya tunggu lho vote dan komennya.

Bagi yang sudah pernah baca, beri tanggapan dong untuk versi revisi ini.

Thank you.

Pendar Melati (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang