The Stranger (Sequel) 10

2.7K 210 38
                                    

"Jinjjayo?" Wonpil kembali menegaskan. "Jae bilang begitu? Kau yakin?" tanyanya sudah yang ketiga kali ini pada Bambam yang kembali menganggukkan kepala.

"Tidak mungkin..." desis Wonpil persis yang ia ucapkan beberapa menit lalu sebelum mengulang bertanya--

"Kau yakin itu yang dikatakan Jae?"

"Kenapa sih kau tidak percaya sekali kalau Jae bilang kau tunangannya dan kau sedang hamil anaknya?" Balas Bambam heran, merasa keraguan gadis di depannya terlalu tidak masuk akal. Di dekat mereka, Mark cuma memperhatikan sambil sibuk memenceti layar ponsel sejak tadi.

"Itu karena..." Wonpil nampak tidak nyaman mau melanjutkan.

"Karena?" namun Bambam terlanjur kepo.

"Jae...sudah tidak mau mengakui anak ini dan minta aku menggugurkannya." Gadis mungil mendesis. Gerakan jari Mark terhenti mendengar kalimat barusan.

"He said that? Ask you to do abortion?" tanya pria bersuara dalam.

"Jae benar-benar memintamu aborsi?" Bambam membantu menerjemahkan. Wonpil mengangguk kecil.

"He surely has reason for saying that in the first time," gumam Mark.

"Bukannya karena memang Jae plin-plan? Dia selalu mengganti keputusannya di detik terakhir membuat orang kalang-kabut," sahut Bambam.

"Aniya," suaminya mengibaskan tangan. "Dia tidak pernah melakukan itu tanpa alasan jelas. Buddy's complicated tho."

"Sebenarnya apa sih yang kau lakukan sejak tadi?" Bambam penasaran dengan kesibukan Mark yang terus memegang ponsel. Pria tersebut memang kecanduan game namun kali ini ia tidak terlihat sedang bermain game seperti biasa.

"Chatting with Papa." Mark memperlihatkan laman chat-nya dengan sang ayah.

"You told him already?" Mata bulat Bambam mendelik. "Memang Jae menyuruhmu memberitahunya?"

"Nope. He knew it from his friend attended the party just now," jawab Mark kembali mengetik saat balasan SERBA KAPITAL dari papanya masuk.

"Dia mau ke sini?" tanya Bambam basa-basi.

"Menurutmu?" balas sang suami santai. "Dia sudah membeli tiket pesawat paling pagi."

"Gila," desis wanita ramping. "Dia pasti keranjingan tahu Jae punya calon istri yang sedang hamil."

"Sangat." Mark menyeringai. "Dua impiannya terwujud dalam satu waktu. Melihat Jae menikah dan akan memiliki cucu. Tentu saja Papa sangat senang."

"Anu, permisi," celetukan suara Wonpil menyadarkan Mark dan Bambam jika di dalam ruangan tersebut tidak hanya ada mereka berdua. Bersamaan pasangan suami-istri itu menoleh.

"Ah, maaf kami jadi keasyikan ngobrol sendiri," ujar Bambam kembali ke sisi Wonpil. "Ada apa? Apa yang bisa aku bantu?"

"Bolehkah aku pulang?" tanya Wonpil sembari melirik jam dinding yang memang telah menunjukkan pukul sembilan malam. Pesta sudah berakhir namun dia malah dibawa Bambam ke ruangan tempatnya menenangkan diri saat menangis tadi.

"I'm sorry you can't," gadis yang lebih muda tersenyum kecut. "Jae berpesan kau harus menunggu di sini sampai dia selesai dengan urusannya."

"Urusan apa? Besok aku harus masuk shift pagi," ujar Wonpil.

"Shift apa? Kau bekerja?" Mark menyahut.

"Ne," gadis mungil mengangguk.

"Dimana?" tanya Bambam ingin tahu.

"Di minimarket 24 jam."

Mark dan istrinya terdiam sejenak, saling memandang.

"Kau bekerja jadi pelayan?" tanya pria beralis tegas dengan hati-hati, tak ingin menyinggung perasaan wanita yang mendengarnya.

The StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang