Aku terbangun dari tidurku, saat sebuah suara terdengar begitu merdu. Suara tersebut mengisi hampir disetiap sudut dirumah ini. Melody yang merangkai sebuah cerita dari setiap sentuhan tuts yang ditekan dengan lembut dan hati-hati. Namun, tetap dipersembahkan dengan ketegasan hati yang tulus dan percaya diri yang kuat.
Aku mengenal instrument ini. Sebuah rangkaian nada yang diciptakan oleh Yiruma. Seorang pianis asal korea selatan. Dengan judul 'Remember The Scene'.
Alunan ini, membuat ku terpelanting pada untaian memory dalam hidupku. Tentang banyak hal yang pernah ku lalui. Aku menikmati film yang berputar diotakku sambil ku pejamkan mata ku. Melody yang mengalun saat ini seolah menjadi backsound film di dalam otakku.
Tak lama, aku membuka mata ku lagi. Aku beranjak dari kasurku lalu melangkah kearah ruang musik yang berada tak jauh dari kamar ku. Disanalah Ell. Anak lelaki yang ku sayangi sepenuh hatiku.
Aku masih berdiri diambang pintu ruang musik, seraya menatap wajah Ell yang begitu serius mengumpulkan segenap konsentrasinya. Anak itu begitu lucu. Padahal masih 12 tahun. Tapi sikapnya sudah seperti orang dewasa.
Aku terkesiap kala melihat peragaan tangannya saat memainkan tuts piano dihadapannya. Kedua tangannya naik turun dengan gerakan cepat dan kadang kala berubah seolah ada effect slow motion pada gerakannya. Tangannya terus bergerak seiring tempo nada yang ia sedang mainkan. Ia bermain dengan emosinya. Si kecil jagoanku. Tanpa aku sadari, ia sudah beranjak remaja. Meski tubuhnya nampak kecil tapi kecerdasannya tidak bisa dibandingkan dengan anak sebaya nya.
Ell mengakhiri permainannya. Aku tersenyum sumringah. Ku beri dia apresiasi melalui tepukan tangan yang meriah. Bahkan beberapa pelayan kami yang mendampingi Ell ikut bertepuk tangan. Lalu aku berjalan menghampirinya.
"Wah wah wah. Lihat siapa ini. Apa Papa lagi liat Yiruma secara live?"
Ell memutar bola matanya malas. "Pa, Yiruma itu idola ku. Tapi aku akan tetap menjadi diriku sendiri. Karena menjadi diri sendiri tidak akan membuat kita masuk kedalam penjara 'tanggung jawab' karena sudah berani memerankan orang lain. Kecuali tanggung jawab atas diri sendiri. Apapun yang terjadi nanti. Harus tetap jadi diri sendiri. Itu kan yang selalu papa ajarkan"tuturnya.
Hati ku terenyuh. Aku sudah bersamanya selama 11 tahun. Aku mengurusnya dengan penuh percaya diri. Tapi, melihatnya seperti ini lah. Yang membuatku terkadang tidak percaya bahwa dia benar-benar seorang bocah kelas 6 SD yang masih berusia 12 tahun.
Aku mengacak-acak rambutnya. Lalu mengecupnya sekilas.
"Buat Papa dan Mama bangga sampai gak bisa berkata apa-apa lagi. Bahkan satu huruf pun. Dan jangan lupa untuk tetap belajar. Sebentar lagi kamu kan lulus SD" ujarku lalu memeluk Ell.
"Chai khab pho"
"Setelah ini. Papa mau berenang. Ell mau join?"
"Berenang? Yeayy. Ayo Papa. Kita berenang"
Ell antusias. Entah kebetulan apa lagi. Hobby ku banyak sekali yang sama dengan Ell. Ini membuat aku yang sibuk menjadi mudah untuk tetap dekat dengan Ell.
Kami berdua langsung pergi ke area kolam renang. Dan tidak akan menyia-nyiakan sabtu yang cerah ini.
***
Ellen sibuk menyiapkan makan siang ku dan Ell saat kami masih berenang. Usianya 29 tahun. Tapi, masih terlihat seperti 20 tahun.
"Ayo suamiku, anakku. Kita makan siang"
"Nanti aja Ma. Aku mau berenang dulu" kata Ell.
"Cello. Dengar kata Mama atau nggak?!" seru Ellen. Aku mengalihkan pandangan saat Ell menatap ku dan meminta pembelaan. Jujur saja aku tidak berani membela anak ku sendiri. Jika itu dihadapkan dengan Ellen. Istriku yang jutek itu. Terlebih jika itu hal positif.
![](https://img.wattpad.com/cover/210813383-288-k310943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 2
RandomManusia tidak akan tau filosofi cinta. Sampai ia merasakan perpisahan yang membekas, pahitnya bersabar dan rindu yang menyesakkan. Maka berdamailah dengan dirimu sendiri, hingga dirimu benar-benar kuat saat nanti kamu akan terjatuh lagi. Karna rasa...