Sib Paed

1.8K 86 99
                                    

Araya POV's

"Araya?!" Aku terdiam. Dan Sandra menghentikan ucapannya. Kami hampir melupakan Dokter yang bertabrakan dengan Sandra. Aku menoleh saat menyadari suara yang tidak asing lagi ditelingaku.

Mataku membulat saat melihat Dokter tersebut.

"Nggak salah lagi. Lo Araya!"

"Ci... Cindy?" Gumamku.

Aku benar-benar terkejut saat melihat wanita yang sangat aku benci. Kini ia berdiri dihadapanku dengan pakaian Dokter. Didadanya terdapat nametag yang berisi nama lengkapnya dengan tittle Dokter.

Aku mengabaikannya dan hendak kembali mengambil obat lalu berniat pergi secepatnya sambil menggandeng tangan Sandra.

Tapi Cindy menahan tanganku. "Tunggu" Katanya. Ia lalu melihat Sandra dengan seksama.

"Ada apa?" Tanyaku setelah menyingkirkan tangannya dariku. Ia tertunduk.

"Gue mau ngomong sebentar" Katanya.

"Sorry. Gue nggak ada waktu. Karna..." Aku melihat Sandra.

"Dia istri lo?" Sergah Cindy. Sandra tampak terkejut dan hendak menjawab.

"Tentang siapa dia, itu bukan urusan lo. Urusan kita udah selesai dari dulu. Tolong jangan ganggu gue" Kata ku tegas.

"Gue tau lo benci sama gue. Tapi perlu lo tau. Setelah semua kejadian dimasa lalu. Gue bener-bener nyesel udah sejahat itu. Lo gak perlu takut gue bakal ganggu lo dan Ellen lagi. Atau dengan cewek ini. Karna gue udah punya suami dan anak sekarang. Seperti yang lo liat. Gue udah ada dijalan yang tepat. Gue fokus dengan keluarga dan pekerjaan gue sebagai Dokter dirumah sakit ini. Lo tau. Gue selalu berharap bisa ketemu lo dan Ellen buat minta maaf. Karna gue mau bersihin diri gue dari keburukan dan kebencian orang yang pernah gue sakitin" Tuturnya. Pandanganku mencair mendengar tutur Cindy.

"Gue berdoa bisa ketemu lo. Dan sepertinya itu terkabul. Apa lo maafin gue?" Ia bertanya. Aku menatap Sandra.

"Pak. Biar saya yang ambil obatnya" Kata Sandra saat sadar ia melihat semuanya tanpa sengaja.

"Kamu duduk disini. Jangan kemana-mana. Biar saya yang ambil"

"Dari dulu lo gak berubah ya. Selalu care sama orang sekitar. Kecuali gue" Kata Cindy lalu tertawa. "Yaudah kalo gitu. Gue permisi ya. Semoga lo maafin gue" Katanya lalu hendak melangkah.

"Cindy" Panggil ku.

"Ya?"

"Gue maafin lo. Kita udah sama-sama bukan anak SMA lagi. Dan udah punya kehidupan masing-masing. Sorry gua kasar tadi. Tapi kalo niat lo memang baik, gue bisa terima itu. Semoga lo dan keluarga lo selalu bahagia. Salam buat suami dan anak lo"

Cindy tampak tersenyum. Lalu menghampiriku dan memelukku dengan erat. "Gue mohon izinin gue peluk lo....sebagai teman dan tanda permohonan maaf" Katanya. Aku mengangguk lalu perlahan membalas pelukannya.

"Dokter Cindy. Operasi akan dimulai 30 menit lagi" Kata seorang suster. Cindy melepaskan pelukan kami. "Iya suster. Saya akan segera kesana"

Cindy kembali menatapku. "Ini kartu nama gue. Lo bisa hubungin gue kapan pun lo mau. Atau kalo lo butuh sesuatu yang bisa gue bantu. Lo tinggal bilang" Katanya lalu pergi. Aku menatap kepergiannya yang semakin menjauh.

"Nona Sandra" Aku tersadar lalu pergi ketempat pengambilan obat saat nama Sandra dipanggil.

Setelah mendapatkan obat Sandra, kami kembali ke hotel.

Aku berusaha mengompres Sandra sebab tubuhnya masih sedikit panas. Ia sudah makan dan minum obat.

"Meeting besok pagi, saya akan undur. Kita nggak bisa meeting dengan keadaan kamu seperti ini" Ucapku.

Araya 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang