Antusiasme diriku untuk segera bertemu Sunney akhirnya terwujud saat langit berwarna jingga. Kata Sandra, Sunney sangat gemar bermain masak-masakan. Ia ingin menjadi chef terkenal saat sudah besar. Itu sebabnya, aku datang dengan membawa hadiah mainan satu set dapur mini.
Mobil ku terparkir disebuah tanah lapang, untuk tiba dirumah Sandra, kami harus berjalan menyusuri sebuah gang kecil yang tidak jauh dari tempat ku parkir. Dan kami pun tiba disebuah kontrakan tempat dimana Sandra Sunney menetap selama ini.
"Ibuuu" seru seorang anak perempuan yang menyambut kedatangan Sandra. Anak tersebut lantas memeluk Sandra yang sudah menyetarakan posisinya dengan anak tersebut. Aku menebak bahwa gadis kecil itu adalah Sunney. Tak lama, seorang wanita paruh baya mengejar gadis kecil tersebut.
"Halo anak ibu yang cantik" sapa Sandra sambil menciumi pipi gembil Sunney. Euh aku juga ingin cium pipi kecil itu.
"Eh ternyata udah pulang kamu san. Pantes Sunney lari aja.... Ada tamu?" kata wanita paruh baya dihadapan kami. Aku tersenyum tanpa berkata apa-apa. Sejujurnya aku merasa kikuk karena beberapa tetangga Sandra menatap kami dan tampak berbisik. Sebenarnya aku tidak terlalu mempedulikan hal itu. Hanya saja aku agak risih.
"Iya bu. Ini bos saya, Pak Araya. Dia mampir mau ketemu Sunney" jelas Sandra.
"Hallo, saya Araya" sapa ku.
"Hallo nak Araya.... Yaudah San kalo gitu, ibu pergi dulu ya. Titip rumah. Ibu mau ke daan mogot"
"Yaudah bu. Makasih ya. Maaf udah ngerepotin"
"Halah kaya sama siapa aja kamu. Yaudah ibu pergi dulu"
Wanita itu pun pergi.
"Sunney. Itu ada...."
Aku ikut menyetatakan posisi Sunney.
"Hallo anak manis. Anak cantik. Anak Papa" seru ku memotong ucapan Sandra dengan penuh semangat. Tapi, Sunney hanya menatapku dengan pandangan heran."Papa?" gumam Sunney. Aku tersadar bahwa aku baru saja menyebut Sunney sebagai anakku. Ini karena aku terbiasa menyapa anak panti dan selalu menamai diri ku sebagai Papa mereka meski kepada anak yang baru masuk ke panti. Aku diam saat Sandra dan Sunney menatapku bingung. Ini salahku karena tidak sabar menyapa Sunney.
"A.. Mm.. Ma..af" ujar ku.
"Papa?" gumam Sunney lagi. Giliran aku menatap Sunney. Gadis kecil itu terlihat masih bingung. Aku membelai rambutnya dan menatap mata nya yang jernih. "Iya. Papa" kata ku pada Sunney.
Hatiku terasa sangat nyaman saat bertemu Sunney. Terlihat dari mata nya bahwa dia adalah anak yang cerdas. Caranya menatap ku. Seolah ia sedang menelaah tentang diriku.
Cukup lama kami saling melempar tatapan. Hingga tiba-tiba Sunney memelukku. Aku bisa merasakan pelukannya sangat erat. Hatiku terenyuh merasakan pelukan dari tangan kecil Sunney. Sandra tampak maju dan hendak melarang Sunney. Dengan sigap aku menahan Sandra dan menyuruhnya untuk tetap diam.
Aku membalas pelukan Sunney. Mencoba memberikan pelukan terbaik pada tubuh kecilnya. Sambil ku usap punggungnya.
"Sunney stop!" seru Sandra dengan lantang. Aku terperanjat. Spontan aku menatap Sandra. Ia tampak sedang menangis. Dan, wajahnya terlihat mengeras seolah dia benar-benar kesal pada Sunney. Gadis kecil yang tadi memelukku seketika melepaskannya. Dan menatap Sandra penuh ketakutan.
Kembali ku belai rambut Sunney.
"Nggak apa-apa sayang. Kamu takut ya" kata ku menenangkan Sunney. Gadis kecil itu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Hidungnya memerah dan ia menjembilkan bibir bawahnya pertanda ia akan segera menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 2
RandomManusia tidak akan tau filosofi cinta. Sampai ia merasakan perpisahan yang membekas, pahitnya bersabar dan rindu yang menyesakkan. Maka berdamailah dengan dirimu sendiri, hingga dirimu benar-benar kuat saat nanti kamu akan terjatuh lagi. Karna rasa...