Ellen menatap dirinya dicermin toilet. Beberapa kali ia berusaha menarik nafas untuk lebih tenang menghadapi malam ini. Ia tak habis pikir kenapa Ethan mau menerima undangan makan malam di perayaan hari jadi pernikahan dirinya dengan Araya. Ini membuat Ellen tidak tenang dan selalu gelisah.
Satu hal yang ia sadari atas apa yang ia dapatkan malam ini. Bukan satu set berlian yang dihadiahi Araya. Tapi tatapan dan air mata yang Araya tampilkan dihadapannya. Selama 6 tahun mereka menikah dan menjalin mahligai rumah tangga, Ellen tak pernah melihat Araya menangis sampai rasanya Ellen ikut sesak nafas. Bahkan saat nenek Araya meninggal, pria itu mampu menyembunyikan kesedihannya dan menjadi sandaran bagi Mommynya yang terus menangis hari itu.
Tutur kata Araya, 100% mampu menggerakan hati Ellen dan membuatnya sadar bahwa apa yang ia lakukan bersama Ethan adalah hal yang salah. Perasaan itu hanya sesaat. Dan malam ini ia sudah bisa berpikir jernih sehingga bisa membedakan mana yang tulus dan ambisius.
Ellen merutuki dirinya sendiri. Menyesali perbuatannya memang bukan solusi agar hati dan hodupnya lebih tenang. Tapi, ia sudah memiliki keputusan untuk meninggalkan Ethan dan kembali menjadi istri yang baik untuk suaminya. Serta ibu yang bertanggung jawab untuk Ell.
Ellen memijat kepalanya yang terasa pusing sejak tadi. Akhir-akhir ini penyakit maag nya sering kambuh. Sebab itu ia sering merasa mual dan emosi. Sebab dirinya terasa serba salah.
Setelah dirasa cukup lama didalam sana. Ellen keluar dari toilet. Saat dirinya baru saja keluar dari ruangan itu, ia kembali melangkah mundur. Matanya membulat sempurna dengan rasa cemas dan takut yang kini menyelimutinya.
Ethan. Ia melangkah maju memojokkan Ellen ke dinding salah satu bilik toilet. Dan menguncinya dengan kedua tangan yang ia letakkan dikedua sisi kepala Ellen yang sudah menyentul dinding.
"Ethan?! Mau apa kamu?" Tanya Ellen. Ia bisa melihat wajah Ethan dengan seribu ekspresi disana. Sehingga ia tak dapat memastikan perasaan Ethan yang sebenarnya.
"Kenapa? Takut?" Tanya Ethan dengan suara beratnya. Ia semakin memersempit jarak wajah mereka. Ellen tau betul gestur tubuh Ethan yang hendak mencium bibirnya. Sebab itu ia buru-buru memalingkan wajahnya.
"Jangan Ethan. Nanti Araya liat"
"Kamu takut sama manusia jadi-jadian itu?" Ethan terkekeh. Ellen merapatkan rahangnya. Lalu mendorong Ethan sekuat tenaga.
"Jangan pernah kamu menghina Araya! Kamu itu nggak lebih baik dari dia" Tukas Ellen dengan tegas. Ethan tampak terkejut beberapa saat lalu tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa? Karna aku nggak bisa memberikan berlian seperti dia? Karna aku nggak mampu untuk bawa kamu untuk tinggal dimansion megah seperti dia? Karna aku nggak mampu membayar orang untuk melayani kamu ini itu seperti seorang ratu seperti dia? Iya?! Hah sekali jalang memang jalang!"
PLAKKKK
Ellen menampar Ethan. Ia dapat memastikan bahwa tamparannya adalah yang terbaik dan terpanas. Sebab ia mengumpulkan tenaga yang telah terkontaminasi dengan emosi yang meletup-letup. Ethan bahkan sudah meringis kesakitan.
"Terserah lo mau bilang apa. Mulai detik ini kita bukan siapa-siapa" Tukas Ellen berniat melangkah pergi.
"Awhh" Pekik Ellen saat Ethan menarik tangan Ellen dengan cengkraman yang keras. Lalu membanting tubuh Ellen ke dinding.
"Kita liat. Apa Araya masih bersedia mencintai kamu atau nggak setelah tau istri tercintanya tidur dengan nafsu yang penuh bersama pria lain" Kata Ethan lalu menyunggingkan senyum seringainya. Ia melenggang pergi meninggalkan Ellen.
Keduanya kembali ke pesta. Candaan yabg semula terdengar meriah seketika hening ketika semua orang melihat Ellen yang hadir bersamaan dengan Ethan yang bahkan pergi tanpa pamit. "Ellen. Sini duduk" Kata Sena. Ellen tersenyum lalu menuruti Sena. Ia melihat Araya yang sedang berkutat dengan laptopnya yang ia sedang sambungkan ke layar proyektor. Ellen baru saja hendak melangkah ke arah suaminya sebelum akhirnya Poey menahan tangannya.
Araya berdiri saat ia sudah terlihat selesai. Aktivitasnya dilanjutkan pada seorang pemuda yang hanya dikenal Araya. Dirinya berjalan menghampiri teman-temannya yang siap menonton sebuah tayangan yang dijanjikan Araya.
Araya senyum simpul pada istrinya lalu duduk disampingnya. Semua lampu dimatikan. Hanya cahaya dari layar proyektor yang menerangi mereka.
Saat semua orang telah tenang. Tayanganpun dimulai. Alunan instrumen romantis terdengar sebagai background musik video yang sedang diputar.
Video tersebut berisi foto-foto serta video Araya dan Ellen sejak mereka SMA sampai mereka menikah. Saat honeymoon. Ulangtahun Ell. Ulang tahun keduanya. Bahkan moment yang diabadikan saat mereka merayakan hari jadi setiap tahunnya. Araya bisa merasakan bahwa Ellen sedang menyandarkan kepalanya dibahu Araya sambil memeluk pinggang pria itu.
"Lucu-lucu ya" Kata Ellen.
"Hm" Sahut Araya. Ellen melepas pelukannya dan melihat wajah Araya yang terlihat datar. Ia kembali fokus pada tayangannya.
Video berganti. Bukan lagi foto atau video Araya dan Ellen. Melainkan. Foto mesra Ellen bersama Ethan. Semua orang terkejut bukan main. Tak terkecuali Ethan dan Ellen sendiri. Berbeda dari yang lain. Wajah Araya datar menatap layar proyektor.
Ellen panik dan kelimpungan saat semua teman-temannya menatap Ellen seolah mereka memiliki beribu pertanyaan yang siap mereka lontarkan. "Pa itu..."
"Tonton sampai habis" Kata Araya.
Hal mengejutkan lainnya pun terjadi. Saat slide terakhir berputar. Sebuah video amatir yang tidak terlalu jelas karna posisi kamera tidak fokus. Tapi, disanalah pointnya. Sesekali terlihat wajah Ethan yang sedang berada diatas tubuh Ellen sambil menggagahi Ellen dengan nafsu yang diiringi desahan dan racauan yang begitu riuh bersahutan.
Air mata Araya mulai mengalir di wajahnya yang masih datar. Video pun selesai. Hening. Tak ada yang bicara satupun. Bahkan Ellen belum berani berucap sepatah katapun.
![](https://img.wattpad.com/cover/210813383-288-k310943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 2
RandomManusia tidak akan tau filosofi cinta. Sampai ia merasakan perpisahan yang membekas, pahitnya bersabar dan rindu yang menyesakkan. Maka berdamailah dengan dirimu sendiri, hingga dirimu benar-benar kuat saat nanti kamu akan terjatuh lagi. Karna rasa...