Hari yang ditunggu Araya telah tiba. Tadi pagi, pesawat yang ditumpangi Arya dan Ellen tiba di Bali tepat pukul 09:10. Araya tau betul bagaimana perasaan istrinya saat ini. Bosan dan ingin pulang. Bukan Araya tak peduli, tapi ini hari spesial mereka berdua.
Saat malam tiba, Araya yang sudah mempersiapkan segala hal untuk perayaan hari jadi pernikahan mereka telah datang lebih dulu ke TKP. Ia sengaja meninggalkan Ellen di kamar hotel lalu memintanya ke atap hotel yang sudah di booking Araya. Pria itu hampir mati kutu karena kebingungan merangakai acara yang telah dilakukannya setiap tahun itu. Berbagai hal telah ia lakukan di tahun sebelumnya.
Sebenarnya, rencana Araya sangatlah mainstream. Tapi, ia yakin betul istrinya akan terkejut bukan main kali ini. Dengan bantuan beberapa karyawannya, Araya merangkai altar yang dihiasi bunga-bunga hidup. Dan disekitarnya ada meja dan kursi untuk beberapa orang. Tentu, kali ini Araya tidak hanya merayakan berdua saja. Dan sekali lagi, Ellen pasti akan tercengang.
Sebuah kode telah tersampaikan agar semua orang dibelakang layar bersiap. Ellen tampak celingak-celinguk memandangi seluruh bagian atap yang gelap gulita. Meski begitu, Ellen masih bisa melihat tatanan meja dan kursi yang masih terlihat samar. Ia tau, bahwa atap hotel ini adalah sebuah privat resto jadi dia tidak menaruh pikiran apa-apa.
Araya berjalan mengendap-endap menghampiri Ellen lalu memeluknya dari belakang. "Aaaarrgggh" Teriak Ellen lantang. Seketika, semua lampu menyala.
Tatanan lampu dan bunga-bunga kian menghiasi atap hotel malam itu. Suasana romantis menyelimuti pandangan Ellen. Ia masih terengah-engah. Tak jauh dari Ellen berdiri, sebuah altar yang berisi meja dan dua kursi. Lalu terdapat sebuah mini panggung dimana terdapat ukiran yang bertuliskan 'Happy 6th Wedding Anniversary'.
Araya menggandeng tangan Ellen untuk pergi ke altar tersebut. Beberapa pria muda berpakaian pelayan restoran pada umumnya tengah berdiri disekitar altar. Araya dan Ellen telah duduk di singgasana mereka. Bagi Ellen hal ini memang tidak asing lagi. Makan malam romantis dengan menu yang biasa disajikan di restoran mewah.
Seorang pelayan dengan sopan dan hati-hati memasang serbet untuk Araya dan Ellen. Pelayan lainnya mulai menuangkan wine kedalam gelas mereka. Sesaat kemudian seorang pria yang entah datang dari mana mulai memainkan biola dengan alunan yang terdengar romantis dan sangat lembut.
Araya tersenyum pada Ellen yang terlihat bingung. "Silahkan dimakan Ma" Kata Araya. Ellen mengangguk dan mulai mengambil bagian dari makanan pembuka mereka. Detik menit pertama, mereka masih merasa canggung. Hingga masuk ke menu utama.
"Ehem" Araya berdehem. Membuat Ellen sontak menatapnya. Tatapannya teralihkan saat seorang pelayan menghampiri mereka dengan nampan yang berisi sebuah kotak persegi berukuran seperempat dari nampan tersebut lalu memberikannya pada Araya dengan penuh hati-hati.
Araya meletekkan kotak itu ditengah meja. Lalu ia membukanya tanpa ragu. Satu set perhiasan emas perak dengan manik dan bandul berlian dengan bentuk senada dipersembahkan untuk Ellen. Araya menatap Ellen dengan senyum samar dibibirnya.
"Happy Anniversary yang ke 6 tahun. Aku cuma bisa kasih ini sebagai hadiah tahun ini. Memang cukup mainstream sih perayaannya karena bingung banget harus gimana" Tutur Araya agak kikuk. Ellen hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Ellen" Araya menjeda. Dipandanginya Ellen dengan seksama. Membuat wanita yang ditatap itu bingung. Araya lantas meraih tangan Ellen dengan lembut. "Aku tau, aku nggak cukup baik untuk jadi seorang suami. Mungkin aku bukan orang yang cukup pintar untuk sekedar membahagiakan istri. Tapi, aku juga bukan orang yang segitu bodohnya sampai nggak sadar kalo kamu nggak bahagia dengan pernikahan kita belakangan ini. Apapun itu aku mungkin bisa berikan. Kecuali....anak dan..." Araya merundukkan kepalanya agar Ellen tak mengetahui matanya yang kini sudah terasa panas karena menahan tangis.
"Dulu aku bukan orang yang memiliki kepribadian terbuka. Sampai aku kenal kamu. Yang bisa buat aku jadi diriku sendiri. Aku pernah kehilangan seseorang yang aku cintai Len. Hanya karena aku terlahir sebagai perempuan. Seolah aku nggak pantas mendapatkan apa yang aku mau. Lalu saat aku memutuskan untuk operasi. Aku nggak mikirin apapun selain satu hal. Yaitu kamu. Kamu yang udah terlanjur jadi tujuan hidup aku. Tapi, bertahun-tahun aku buta dan egois. Aku udah buat kamu ada dalam pernikahan ini. Tanpa aku sadar aku ini siapa. Aku nggak mau Len kaya gini. Aku mau terlahir sebagai laki-laki yang bisa membuahi istrinya. Tapi aku nggak bisa. Aku egois Len. Dan sekarang...."
"Cukup Pa! Cukup!" Seru Ellen. Pipi wanita itu sudah basah dengan air matanya. Ia tak kuasa melihat suami yang kini duduk dihadapannya menangis sambil bertutur kata yang ia sendiri tidak mengerti. Ellen menatap Araya pilu.
"Aku sayang banget sama kamu Ma" Kata Araya tidak begitu jelas karena tertekan tangisnya yang membuat sesak didada. Ellen sudah berdiri di sisi Araya. Ia menarik tubuh suaminya lalu memeluknya sangat erat. Tangis keduanya tumpah ruah.
Seketika ponsel Araya berdering nyaring membuyarkan suasana yang tengah mengharu biru. Dalam hati ia mengumpat, kenapa harus ada perusak diwaktu seperti ini. Tanpa melihat layar ponselnya, ia langsung menjawab telpon.
"Hal..."
"Ai-Sat!! Berapa lama lagi?" Sergah seseorang di telpon.
"Astaga. Aku lupa. Oke kemari aja" Kata Araya lalu mematikan sambungan telpon. Ia mengusap air matanya dengan kasar.
"Kemari aja? Siapa?" Tanya Ellen heran.
"Watdee ja thuk khon!!! (Hallo semuanya)" Sontak Araya dan Ellen menoleh ke sumber suara yang lantang tersebut. Ellen membelalakan matanya lalu berlari ke arah tamu yang datang.
"Kak Beam!!!" Seru Ellen langsung memeluk Beam. Sudah sekian tahun keduanya tak bertemu. Dan memaksa mereka hanya berkomunikasi lewat video call. Tapi, sudah lama mereka tak melakukan itu sebab Beam adalah Dokter yang sibuk. Sibuk melayani suaminya diranjang. Hehe
"Araya! Istri lo cuma kangen sama Beam? Yaudah gue sama Sena pulang aja deh" Poey. Ellen terkekeh lalu melepas pelukannya pada Beam.
"Eehhh Nggak kok. Gue kangen kalian semua. Kangen parah" Sahut Ellen terkekeh. Lalu memeluk mereka satu persatu.
Forth dan Beam serta Sena dan Poey sudah berdiri dihadapan mereka. Kedatangan yang mengejutkan untuk Ellen.
"Ellen"
Semua orang diam dan menoleh kearah sumber suara lainnya. Tubuh Ellen mendadak terasa panas dingin dan kaku. Tiga orang dewasa tengah berjalan menghampiri kerumunan. Salah satunya sukses membuat Ellen berharap ia menghilang saat itu juga. Ethan. Ia hadir dipesta hari jadi pernikahan Ellen dan Araya. Ia datang bersama Olive dan suaminya.
"Aku undang temen-temen kamu. Biar suasananya semakin meriah" Kata Araya dengan senyum tulusnya. Ellen mengangguk. Dalam hati ia berdoa semua baik-baik saja.
Araya mempersilahkan para tamunya untuk duduk disebuah meja panjang dengan tatanan kursi disetiap sisinya. Lalu ia bergabung bersama mereka. Ellen yang semula ceria bahagia dengan sepenuh hati kini haris memaksa dirinya untuk sekedar tersenyum atau tertawa.
Meski ia berusaha fokus pada Araya, tapi ekor matanya dapat melihat ketidaksukaan Ethan terhadap hal ini. Wajahnya masam dan sering kali buang muka. Ethan tak segan melontarkan pandangan sinis pada Araya setiap kali Ia merangkul Ellen atau bahkan berbuat manis pada istrinya tersebut. Namun, Ellen tau Araya tidak sadar hal itu ketika ia masih bisa bercanda ria dengan leluasa. Tidak ada tanda bahwa dia sedang terusik.
"Pa. Mama mau ke toilet sebentar" Kata Ellen. Araya hanya mengangguk lalu melepaskan rangkulannya dibahu Ellen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 2
RandomManusia tidak akan tau filosofi cinta. Sampai ia merasakan perpisahan yang membekas, pahitnya bersabar dan rindu yang menyesakkan. Maka berdamailah dengan dirimu sendiri, hingga dirimu benar-benar kuat saat nanti kamu akan terjatuh lagi. Karna rasa...