Pagi hari di kota Bandung. Tepat pukul 9:50, Araya dan Sandra serta anak-anak mereka tiba di kota tersebut. Seperti tujuan mereka datang kesana untuk menemui keluarga Sandra. Semakin dekat jarak mereka dengan rumah Sandra. Semakin tak ada obrolan. Araya sudah memaksakan diri untuk mencairkan suasana gugup yang menyelimuti keduanya. Namun, ia selalu kalah dengan degup jantung yang berdetak semakin cepat. Sementara anak-anak mereka sudah terlelap.
Araya menggenggam erat jemari Sandra sambil mengelusnya.
"Bu. Setelah ini belok kemana ya?" Tanya Ade. Salah satu sopir kantor mereka yang bertugas mengantar Araya dan Sandra.
"Kanan Pak". Ade hanya mengangguk.
"Kira-kira mereka bakal ngamuk nggak ya kalo liat aku? Apalagi jam segini. Tetangga pasti ada yang diluar dan lagi pada ngobrol" Kata Sandra. Araya tersenyum lalu merangkul Sandra dan mencubit hidungnya.
"Tujuan kita baik. Pasti akan membuahkan hasil yang baik juga" Kata Araya mencoba menenangkan Sandra. Wanita itu hanya mengangguk.
"Pak Ade didepan ada tanah kosong. Parkir disitu ya" Kata Sandra.
"Baik Bu"
Seperti instruksi Sandra. Ade menghentikan mobil Alphard yang ia kendarai tersebut di sebuah tanah kosong, dimana sekelilingnya adalah rumah-rumah dan pepohonan yang tidak rindang. Seperti dugaan Sandra. Beberapa tetangganya asik mengobrol diteras rumah mereka. Biasanya mereka baru selesai memasak untuk makan siang suami mereka.
Melihat pemandangan asing, kumpulan ibu-ibu itu tampak berbisik sambil menatap ke arah mobil. Bukan hanya karena mobil Araya yang mewah. Tapi memang sangat jarang sekali dan nyaris tak pernah ada tamu yang datang dari kota. Terlebih ini bukan hari raya atau pemilihan lurah yang mengharuskan warganya datang meski mereka tinggal di luar kota.
"Kita udah sampai. Rumah aku yang itu. Catnya warna biru" Kata Sandra dengan nada gemetar. Araya terkekeh. Lalu mengecup kening Sandra.
"Sayang. Ell. Sunney bangun nak. Kita udah sampai" Kata Araya membangunkan anak-anaknya. Perlahan Ell dan Sunney bangun dan menatap ke sekeliling luar mobil.
Dengan beberapa persipan. Mereka pun keluar dari mobil. Bisik-bisik tetangga semakin ricuh saja saat melihat Araya yang sudah seperti bintang yang bersinar dan baru saja jatuh ke bumi.
Lalu anak-anak mereka turun dari mobil. Dan terakhir Sandra. Meski terasa seperti alien yang baru keluar dari UVO. Araya dan Sandra tetap mengedarkan senyum. Sandra melangkah maju dan mendatangi perkumpulan ibu-ibu tersebut.
"Assalamualaikum" Sapa Sandra.
"Wa'alaikum salam. Teteh neangan saha? (Teteh nyari siapa?)" Salah satunya menjawab.
"Bibi poho jeung urang? (Bibi lupa sama aku?)" Tanya Sandra.
"Loh maneh pan Sandra? anakna Sri (loh kamu kan Sandra? Anaknya Sri)" Kata salah satu lainnya.
"Sandra? Ya Allah gusti. Kumaha kabarna? kamana wae? (Sandra? Ya allah gusti. Gimana kabarnya? Kemana aja?)" Mata Sandra mulai panas karena menahan tangis.
"Ayo San, urang anter kaimah maneh, ulah sieun jeung bapak maneh. Aya Bibi (Ayo San, saya anter kerumah kamu. Jangan takut sama bapak kamu. Ada bibi)" Kata nya.
"Nuhun Bi (Makasih Bi)"
Beberapa warga menjadi heboh. Araya merasa dejavu. Rasanya seperti saat ia pergi ke pekalongan beberapa tahun lalu. Orang-orang heboh karena Araya nyaris tak pernah berkunjung. Tapi kali ini sedikit berbeda. Sebab tidak ada perasaan tenang dihatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 2
RandomManusia tidak akan tau filosofi cinta. Sampai ia merasakan perpisahan yang membekas, pahitnya bersabar dan rindu yang menyesakkan. Maka berdamailah dengan dirimu sendiri, hingga dirimu benar-benar kuat saat nanti kamu akan terjatuh lagi. Karna rasa...