-
Bara: gue depan rumah lo
Agatha tersetak dengan pesan dari Bara yang masuk ke ponselnya. Dia melirik jam yang tertera disana, jam delapan malam. Kenapa Bara ada didepan rumahnya sekarang? Tanpa membuang-buang waktu, Agatha berlalu dari kamarnya dan keluar kedepan rumahnya, dia segera menghampiri Bara dengan diam-diam.
“Bar?” panggil Agatha ketika membuka pagar rumahnya dengan perlahan dan keluar menghampiri lelaki yang sedang duduk diatas motornya itu.
Bara mendongak, dan saat tatapan mata gelapnya bertemu iris hanzel Agatha, Agatha merasa dunianya berhenti.
“Agatha?” Bara memanggil membuat Agatha terkejut, dan menyengir kepada Bara.
Bara berdecak, dia mendekat dan memakaikan tudung hoodie pink Agatha kepalanya. Gerakannya simpel namun cukup membuat Agatha terpana. Dia tetap Bara-nya Agatha dengan tingkah-tingkah misteriusnya.
“Tumben lo dateng kerumah gue, Bar. Malem lagi, ada perlu apa?” tanya Agatha final.
Bara menatap Agatha lagi. “Gue mau ngajak lo ke tempat balapan. Gue sayang sama—”
“Agatha?” suara Dion terdengar. Dia membuka pagar dan terkejut mendapati Agatha sedang bertemu seorang cowok.
“Papa nggak suka sama sifat kamu yang seperti ini Agatha!” kata Dion terdengar marah. “Masuk!” pinta Dion.
Agatha mengeleng. “Nggak Pa, Agatha mau ngomong sama Bara, ini tumben Bara datang ketemu Agatha—”
“Masuk!” seru Dion kencang, Alana kemudian muncul bersama Irene yang wajahnya sedang memakai masker. Bara nampak terkejut sebentar melihat Irene dirumah Agatha.
“Please, Pa.” Agatha merengek.
Dion mengeleng. “Belajar! Jangan pacaran terus, ternyata bener kata Alana kalau kamu suka keluyuran malem-malem kalau saya tidak dirumah,” ucap Dion, untuk sejenak Bara hanya bisa mengernyit tak mengerti.
“Alana tolong bawa Agatha masuk,” kata Dion dan dengan sok baik Alana mendekat dan menarik tangan Agatha pelan sambil mengusap punggung Agatha sok simpati. Sementara, Irene menyusul mereka dari belakang, walau dengan kening berkerut Irene bertanya-tanya dalam hati, tadi lelaki itu Bara, kan? Kok bisa? Btw, tadi Bara ganteng banget dengan hoodie hitamnya Irene sepertinya akan mengincarnya juga kalau saja tak tahu watak tak peduli lelaki itu, masih mendingan Gevan deh! Megan saja pernah lelaki itu hiraukan sampai Megan lelah dan berhenti.
“KAMU?! BERANINYA KETEMUAN SAMA ANAK PEREMPUAN SAYA!?” kata Dion penuh emosi sedangkan Bara hanya memandang Dion datar, tak takut sama sekali, dunia Bara lebih jahat dari Dion.
“Saya suka sama anak Om,” kata Bara final. Membalas tatapan tajam Dion. “Saya pulang, Om.” dan tanpa menunggu balasan Dion, Bara melajukan motornya pergi, ke rumah Aletta lebih tepatnya.
***
Tempat balapan sudah ramai. Orang-orang berkumpul dimana-mana, Bara turun dari motornya dan membantu Aletta yang hanya memakai kaos pink tipis itu turun. Bara melepaskan hoodie hitamnya dan memberikan kepada Aletta. Aletta memakainya dengan cepat. Bara kemudian menyambar tangan mungilnya dan mengengam.
“Gev, Gev, Bara udah datang!” teriak seorang cowok sambil berlari mendekati Gevan dan temen-temen yang lain yang sudah menunggu kedatangan Bara.
Gevan bangkit saat Bara sampai didepannya. “Lo terlambat dua jam, but its okay, kita lihat siapa cewek yang lo bawa?”
Bara menarik pelan gadis yang bersembunyi dibelakangnya. Saat pandangan gadis itu dan Gevan bertemu, Gevan merasa begitu patah lagi dan lagi.
“Aletta shakila.” Gevan menyebutkan namanya. “Ternyata ... dari dulu sampai sekarang, cuma lo cewek yang bisa buat Bara kayak gini, kan?” Gevan nyaris menyentuh wajah Aletta kalau saja Bara tak menepis tangannya.
“Oke fine, nggak boleh sentuh-sentuh dia milik lo, kan?” Gevan tertawa sinis. “Kalau dulu lo nggak pernah gue kenalin ke Aletta mungkin lo nggak bakalan suka dia, kan?”
“Berhenti ngomong hal nggak penting, Gevan.” Aletta angkat bicara. “Kamu yang buat aku kayak gini. Kalau aja dulu kamu nggak player mungkin aku udah suka sama kamu.” Aletta menunduk. “Dulu kamu bilang suka sama aku tapi justru pacaran sama Chelsea, sama Reva, sama Hana. Aku binggung sama kamu. Disaat Bara bilang suka sama aku, kenapa aku nggak terima dia? Dia setia, nggak kayak kamu!”
“Terserah.” Gevan menyahut tak peduli. “Tapi kenapa kalian nggak jadian? Lo justru kabur ke Jerman dan tinggalin ... Bara?”
“Karena aku nggak mau nyakitin kamu ataupun Bara.”
Gevan tertawa. “Bulshit.”
Lelaki itu menangkap helm yang dilempar seseorang yang seperti sudah mengerti gerak-gerik Gevan. “Gue mau jemput Agatha, sekarang,” kata Gevan.
Bara mengernyit. “Lo gila, bangsat!?”
Gevan terkejut dengan reaksi Bara. “Kenapa? Dia milik gue sekarang, kan?”
***
Hem, jadi semakin ribet berbelit-belit, huhuhu. Banyak yang bilang part-nya pendek. Disini aku mau jelasin, dari zaman aku nulis MCG, Ghea, sampai Iridescent aku nggak bisa ketik lebih dari 700 word. Jadi ya emang pendek. Tapi, enjoy aja kan? Iridescent mah update sehari sekali masih baik, dulu MCG seminggu sekali, Ghea seminggu dua kali loh :)
But, jangan lupa vote dan coment ya! 500 coment for next chapter! Kalian pasti penesaran kan gimana kalau Agatha kesana? Huhuhu, cekidot di next chapter.
Salam sayang,
kharlynUlle.
21 Februari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Teen FictionSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...