-
Agatha membuka pagar rumahnya dan bergegas masuk kedalamnya dengan lesu. Dia membuka pintu utama dan terkejut mendapati Gevan duduk disana dengan Irene yang cemberut disampingnya. Saat melihat Agatha, Gevan otomatis berdiri dan mendekat membuat Agatha hanya bisa berdiam diri ditemani tatapan tak suka Irene.
“Darimana aja lo? Ini udah jam delapan malam, kenapa lo baru pulang dengan hujan-hujanan gini?”
“Bukan urusan lo,” balas Agatha sedikit sinis.
“Lo nggak bisa menepati janji, ya? Gue kan udah bilang gue dirumah lo dari sore.” Gevan membalas dengan sedikit sinis.
Agatha menatap Gevan tajam. “Lo yang nggak tahu nempatin janji! Gue tadi nggak jawab! Lo aja bahkan lupa sama janji lo yang bilang mau pulang bareng gue!”
Gevan tersentak dengan balasan Agatha. Mata gadis itu memancarkan api membara dan Gevan tak tahu kalau dia marah karena janji waktu itu. “Lo marah?”
“Menurut lo?” balas Agatha.
“Please ya, nggak usah drama! Gue masih disini! Gevan, ayooo sini ihh!” ucap Irene dengan nada sebal.
“Gue lagi malas berurusan dengan siapa-siapa, Gev,” kata Agatha kemudian berlalu dari ruang tamu.
“Udah sini mending lo sama gue, Gev, kita ngedate gimana??”
“Gue pulang,” balas Gevan sambil meraih jaket hitam disofanya dan memakai kemudian berlalu.
Irene mengepalkan tangannya kesal. Semua ini karena Agatha, lihat saja!
***
Agatha selesai membersihkan dirinya. Dia duduk didepan meja belajarnya yang menghadap ke depan rumahnya sambil menatap jalanan sepi didepan dengan hampa.
Pintu kamarnya digedor membuat Agatha tersentak.
“Agathaa! Lo didalem kan! Buka gue mau ngomong sama lo kalau nggak mama sama papa pulang gue bilangin kalau lo baru pulang!” suara menyebalkan Irene semakin merusak hari Agatha, namun jika dia tak membukakannya bisa jadi lebih bahaya. Papa pasti akan semakin kecewa dengan kelakuan Agatha.
Agatha menghembuskan nafas panjang, bangun dari bangkunya dan berlalu membuka pintu untuk Irene.
“Lo sengaja apa gimana, sih!” sembur Irene. “Gue suka sama Gevan, apa yang belum lo ngerti dari kalimat gue barusan!?”
Agatha termundur selangkah kebelakang. “Gue ngerti—”
“Kalau lo ngerti, kenapa lo masih deketin dia!?”
Agatha menatap Irene tatapannya berubah kosong. “Gue nggak bakal deketin siapapun lagi. Baik Gevan ataupun ... Bara.” kemudian gadis itu masuk kembali kamarnya dan membanting pintu kamarnya didepan wajah Irene.
Irene mencerna kalimatnya sesaat. “Dia patah hati?” Irene tertawa kecil. “Emang gue peduli?”
***
Agatha memasuki kelas yang masih sepi. Dia duduk ditempatnya dan langsung merebahkan kepalanya di meja dengan malas. Menit-menit berlalu hingga suara sepatu-sepatu tinggi memasuki kelas dengan sedikit heboh.
“Nesa, sih Aletta itu kayaknya dekat banget sama Bara,” ucap Lily memulai percakapan.
“Bara gue?” tanya Nesa membalas, Agatha dapat menebak ketiganya sekarang sudah duduk ditempat masing-masing.
“Yups, kayaknya mereka pacaran ya? Tadi aja datang barengan tapi Bara langsung ke ruang olahraga ada rapat basket jadi Aletta ke kelas sendiri,” jawab Tia.
“WHAT BIG NO! NGGAK ADA YANG BOLEH REBUT BARA DARI GUE—” ucapan mereka tiba-tiba terhenti, membuat Agatha bertanya-tanya.
“Ini pertama kalinya aku lihat kamu datang pagi.” Agatha tersentak dengan suara itu dia mendongak dan mendapati Aletta sedang meletakkan tas ranselnya yang kini berwarna baby blues dekat Agatha.
“Aku kau ngomong sama kamu, boleh?” bukankah mereka terlalu canggung untuk ukuran temen sebangku?
Agatha tersenyum membalas. Aletta duduk disampingnya dan kala itu aroma soft strawberry seperti permen kapas yang sudah sangat Agatha kenali dari tubuh disampingnya selama seminggu itu menguar. Agatha merasa semakin insecurity jika dibandingkan dengan Aletta.
“Kamu ada apa sama Bara dan Gevan, Tha?Especially Bara, apakah kamu pacar Bara?”
Agatha tersentak dengan pertanyaan Aletta jika sudah begini dia akan menjawab apa? Dia deket dengan Gevan karena kecelakaan makanan dan Bara? Dia bukan pacar Bara lebih tepatnya gadis yang mengejar-ngejar Bara tapi tidak pernah digubris?
“Emangnya kenapa?” tanya balik Agatha.
“Soalnya kemarin diantara mereka berdua ada yang bilang lo pacarnya.” dan ucapan Aletta semakin membuat Agatha terkejut.
“Kalau kamu nggak mau jawab, nggak apa-apa kok, aku nggak maksa,” kata Aletta lagi.
Agatha diam-diam menghela nafas panjang, dia akhirnya terbebas dari serangan jantung mendadak namun setelah ini ada yang efeknya lebih besar lagi saat Bara berjalan mendekati meja mereka.
***
Gilaa, kalian power banget huhuhu, baru sejam udah pas aja targetnya! Aku bahkan ngebut ngetik part lanjutannya disaat lagi banyak PR huhuhu.
Next? 200 coment! 100 vote! Semangat spamnya lagi, wkwkwkw. Kalau nggak nyampe berarti updatenya minggu depan ya gengs.
Salam sayang,
kharlynUlle.
17 Februari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Roman pour AdolescentsSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...