-
“Bara?!”
Bara menatap balik Agatha. Dengan tatapan lembutnya yang membuat Agatha tersipu.
“Kok lo bisa tahu gue disini?” tanya Agatha sambil meraih ranselnya dan memakai dipunggung-nya.
“Tahu lah.” hanya itu yang dijawab Bara. Lelaki itu menyodorkan tangannya kehadapan Agatha.
Agatha memandang tangannya dengan ekspresi binggung. “Apa?”
Namun Bara duluan meriah tangan Agatha. “Pergi.”
Agatha tersentak, namun langkahnya terus mengikuti Bara karena tangannya digenggam lelaki itu.
Keduanya berhenti didepan sebuah mobil mobil sport hitam. Agatha mengernyit saat Bara membuka pintunya dan masuk. Agatha akhirnya mengikuti dengan mengitari mobil untuk masuk lewat pintu sebelah.
Agatha diam, Bara mulai menarik pedal gas dan mobil yang dikendarainya mulai melaju. “Lo bawa mobil?”
Bara meliriknya sejenak. “Kenapa?”
Agatha mengeleng. “Enggak sih, soalnya gue nggak pernah lihat lo bawa mobil ke sekolah. Motor hitam kesayangan lo dimana?”
Bara tertawa. “Bengkel. Gue emang jarang naik mobil, nggak suka sih, lebih suka naik motor.”
Agatha menganguk membenarkan. Gadis itu menatap dashboard mobil sejenak sebelum kembali menatap wajah Bara. “Kita mau kemana?”
“Kalau gue bilang, nggak seru.” lelaki itu menjawab dan setelah itu hanya suara bruno mars, just the way you are yang mengalun menemani hening-nya mobil.
***
Agatha turun dari mobil, mata gadis itu membulat menatap sebuah bus ice cream yang terletak ditengah padang. Bener-bener sempurna.
Agatha menatap Bara. Bara mengandeng tangannya, membawanya lebih dekat kesana.
Agatha menatap bus ice cream itu yang nampak sudah lama, dilihat dari warnanya yang memudar, sepertinya dulu berwarna kuning campur pink.
Bara naik lewat tangga yang sudah bersandar dibus itu, Agatha mengikutinya naik. Keduanya duduk diatas bus tersebut yang nampak begitu menyenangkan. Angin meniupkan helaian rambut Agatha.
“Keren,” puji Agatha. Karena jujur, dia tak pernah melihat tempat sekeren ini dengan mata-nya, mungkin selama ini yang dia lihat melalui hape.
“Gue yang buat,” ujar Bara.
“Serius?” lanjut Agatha menatap Bara lagi dengan tatapan berbinar.
Bara menganguk. “Dulunya ... gue mau nembak Aletta pakai ini, bus ice cream.” Bara mulai tertawa. “Tapi dia udah duluan pergi.”
Agatha menunduk. Menjadi badmood dengan ucapan Bara. Kenapa semua kalimat yang keluar dari mulutnya selalu tentang Aletta.
“Tapi sekarang. Gue sadar, tempat ini jauh lebih keren dibanding kalau gue kasih Aletta dulu. Gue sering dateng kesini kalau sedih, gue suka, dalamnya bisa tidur, kalau capek gue bisa tidur disini juga.”
Bara menuruni tangga lagi. “Gue ambil gitar,” ujar lelaki itu, dia masuk kedalam bus dan muncul lagi dengan membawa gitar di tangannya.
Bara duduk kembali disamping Agatha mulai memetik senar gitar-nya. “Gue lupa bahwa kamera,” ujar Bara.
“Nggak perlu kamera, kalau tentang lo udah punya memori sendiri di otak gue.”
Bara tersentak, dia melirik Agatha yang barusan mengatakan kalimat itu. Agatha langsung salah tingkah, menunduk dan nampak begitu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Teen FictionSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...