41| Kaca yang Pecah

106K 6.7K 1.2K
                                    

-

"Bara, nggak lupa, kan?" tanya Agatha tepat ketika bel pulang berbunyi. Gadis itu bahkan bergegas cepat menuju bangku Bara sebelum Aletta duluan, Aletta dari tempatnya mendelik samar kearah Agatha.

"Lupa apaan?" balas Bara, lelaki itu sedang memasukan buku-bukunya asal kedalam ranselnya yang langsung dia sampirkan ke sebelah bahu kokohnya.

Agatha tersenyum. "Syarat gue kemarin!"

Bara menatap Agatha. "Sekarang?"

Agatha mengangguk. "Keberatan?"

Bara menoleh pada Aletta sejenak yang membuat Agatha merasa begitu tertampar.

Bar, gue disini, jangan lihat Aletta.

"Bentar-"

Agatha memotongnya. "Kemarin lo udah janji. Lo nggak boleh ingkari! Itu pengecut, Bar!"

Bara menatap Agatha. "Oke, kita pergi sekarang." dan ini untuk pertama kalinya Bara meningalkan Aletta.

Aletta mengeleng dia tak rela. Airmata tergenang dipelupuk matanya. Bara bener-bener serius dengan ucapannya malam itu bahwa; dia tak mencintai Aletta lagi. Tapi, Aletta tak akan pernah membuat hal itu terjadi. Karena sedari awal Agatha itu cuma orang baru dihidup Bara maupun Gevan. Gadis itu tak paham apapun soal mereka semua.

Aletta menunduk dan memandang ponselnya. Seburuk apapun dirinya masih selalu ada orang yang menerimanya apa adanya;

Gevan.

***

"Kita mau kemana?" tanya Bara disela motornya yang membelah jalanan ramai ibukota. Agatha dibelakang punggungnya diam sejenak.

"Bar, belok kanan, terus kiri!" Bara mengikuti perintah Agatha hingga keduanya sampai di airport.

"Ngapain kita ke bandara?" kening Bara berkerut, bertanya-tanya. Kenapa Agatha mengajaknya kesini.

"Lo nggak mau ngajak gue kawin lari, kan?"

Agatha mendelik. "Geer!"

Agatha tersenyum. "Ayoo cepetan!" Agatha menarik lengan Bara namun kalah tenaga saat tubuhnya yang justru oleng karena Bara tak berpindah tempat.

"Bara, ayo cepat ke ruang boarding!" kata Agatha tajam. Matanya mengerling kesal.

Bara akhirnya mengangguk dan mengikutinya.

Tubuh mungil Agatha berlarian ke sembarang arah. Hingga akhirnya wajahnya berbinar dia berteriak nama yang sudah sangat dikenali Bara.

"XELA!"

Langkah Bara sempat terhenti. Dia tak ingin memutar kembali memori. Namun, Agatha menarik tangannya. Bara tidak tahu kenapa Agatha bisa sekeras kepala ini sekarang.

"Hi, Xel!" sapa Agatha.

Xela yang berdiri didepan mereka dengan seorang bapak-bapak yang Agatha tebak adalah bokap-nya dan Gevan memandang Agatha dengan senyum tipis. Gadis itu nampak kikuk dengan keberadaan Bara.

"Gevan?" tanya Agatha.

"Masih ngambil barang gue di bagasi," jawab Xela.

Agatha memeluk Xela. "Gue bakal rindu lo, jangan lupain gue, ya? Sering-sering kasih gue kabar juga."

Xela membalas pelukan Agatha. "Gue nggak bakal lupain lo, kok."

Agatha melepaskan pelukan mereka. Matanya berkaca-kaca. Dia bener-bener merasa sedih kehilangan Xela. Bara hanya berdiri disampingnya dalam diam. Agatha menghela nafas panjang, dia menyenggol lengan Bara.

Bara meliriknya. Lewat ekor matanya, Agatha menyuruh Bara agar mengatakan sesuatu pada Xela namun Bara tetap diam sampai di menit kedua lelaki itu bersuara.

"Eum, Hi Xela. Lo mau kemana?"

Namun, Bara tak tahu seberapa berpengaruh kata itu pada Xela sampai wajahnya memerah. Satu hal yang Agatha tahu; Xela menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia juga masih menyukai Bara. "Hi, Bar. Gue mau ke Amerika."

Bara mengangguk. "Semoga bahagia disana."

Xela menunduk. Dia menghembuskan nafas panjang dan menatap Bara yang juga sedang menatapnya. "Bara, jagain Agatha, ya? Jangan buat dia sakit hati, gue tahu Agatha bakal selalu pilih lo dari Kakak gue sih."

Gevan tiba-tiba muncul dengan tangan memegang dua koper besar. "Lo ngapain disini?"

Agatha tersentak. Niat awal Agatha mengajak Bara kesini, agar Bara bisa pamit pada Xela karena Agatha tahu Xela menyukai Bara.

"Gue yang ngajak-"

"Gue nggak suruh lo ngajak dia Agatha!" potong Gevan nampak begitu marah. Bokap Gevan menenangkannya.

Namun, Gevan mengeleng, dia memandang Agatha dalam sampai Agatha tak mengerti arti tatapan itu. "Gue paling benci dikecewakan dan lo udah buat gue kecewa, Agatha."

Agatha tersentak. "Gevan, gue bisa jelasin-"

"Nggak ada yang perlu lo jelasin."

"Kak!" Xela angkat bicara. Pertikaian mereka terhenti dengan suara speaker yang menyatakan untuk penumpang tujuan Amerika agar segera berangkat.

Gevan langsung menarik tangan Xela pergi. Bokap-nya tersenyum dan pamit pada Agatha. Samar-samar Agatha mendengar Xela berteriak pamit padanya.

Bara mengengam tangan Agatha. Agatha memandangnya pias. "Gue cuma mau memperbaiki keadaan bukan semakin merusak keadaan seperti ini, Bar.

***

Mampus Gevan marah sama Agatha kan! Wkwkwk, ketawa jahat. Kapal Gevan-Agatha oleng gengz.

Next? 1 K coment. Semangat spam- nya biar aku semangat lanjutinya!

Btw, udah pada nabung buat ikut PO iridescent nanti, kan? Jangan lupa follow Instagram aku biar tahu perkembangan iridescent @carlin.ulle and, GC iridescent di WhatsApp penuh ya, jadi nanti mungkin akan dibuat GC iridescent 2 buat yang belum join.

Oke bubay,

kharlynUlle.

10 Maret 2020.

Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang